1 Fate 1

"Hei, Justin. Apa yang sedang kau lakukan di atas situ?"

Justin menunduk ke bawah, melihat seorang lelaki muda berambut pirang tengah berbicara kepadanya, disaat dia sedang sibuk melihat seorang lelaki berambut pirang yang sedang dipukuli oleh orang-orang bertubuh besar.

Suasana ramai pada tanah di mana toko-toko berjejer rapi benar-benar menunjukkan suasana siang hari yang selalu dipenuhi pertikaian.

Ada begitu banyak pencurian makanan di negeri ini, serta begitu banyak pengemis berpakaian lusuh di sudut-sudut gelap, meskipun negeri ini terlihat begitu indah akan pemandangan dari taman bunga, tetap saja tidak bisa menutupi fakta itu.

Orang yang dipukuli beramai-ramai karena mencuri makanan, tampak seperti aktifitas sehari-hari, selalu berulang kali terjadi.

Laki-laki berambut pirang tersebut melompat naik ke atas atap rumah, ikut melihat segerombolan orang sedang memukuli seorang pemuda tanpa merasa belas kasihan sama sekali.

"Kau sudah melakukan tugas pertamamu, Jimmy?" tanya Justin.

Lelaki berambut pirang bernama Jimmy itu tersenyum, "Sudah."

"Tugas pertamamu apa?"

"Memanah kakakku dengan orang yang dia suka. Kalau kau?"

"Menjemput kematian ibuku."

Terselip sedikit nada muram pada pembicaraan keduanya, mengingat bahwa tugas pertama mereka adalah suatu hal yang amat sangat berat.

Meskipun Jimmy masih bisa tersenyum melihat kakaknya menyatakan perasaan kepada orang yang dia suka, setidaknya dia tidak seperti Justin yang harus menjemput ibunya pada kematian, mengantarkannya pada pintu nirwana.

"Hari ini beberapa malaikat baru seperti kita mulai mendapatkan tugas pertama," gumam Jimmy sambil terus melihat ke depan.

Benar.

Dua orang pemuda yang duduk di atas atap toko buah ini bukanlah seorang manusia biasa, Jimmy dan Justin adalah malaikat baru yang ditugaskan pada daerah ini.

Meskipun keduanya sama-sama seorang malaikat, pakaian yang mereka pakai terlihat sangatlah berbeda. Justin menggunakan pakaian serba hitam dan terlihat kelam dengan ikat pinggang berwarna ungu sedangkan Jimmy memakai pakaian berwarna merah muda dengan ikat pinggang berwarna merah.

Masing-masing malaikat memiliki warna dan tugas yang berbeda-beda.

"Aku iri padamu," ujar Justin.

"Apa yang membuatmu iri?" tanya Jimmy dengan keheranan.

Justin mendengkus, "Aku rasa memanah dan menentukan jodoh orang, lebih mudah daripada harus melihat orang sekarat, yaaahh walaupun aku sudah terbiasa dengan semua itu."

Jimmy tampak tidak setuju dengan pendapat Justin, dia langsung mengeluarkan sebuah buku note tebal bertuliskan 'Love Note' yang besar. Di dalam buku itu tercatat banyak sekali nama-nama orang dalam berbagai warna.

Ada warna merah yang menyala, ada warna biru, ada warna hitam, ada warna merah muda, ada warna hijau, hingga warna emas.

Dari masing-masing nama yang berbeda warna itu, jika disentuh akan berubah tampilan dari seluruh kertas, berubah menjadi deretan tulisan tentang kisah cinta dari nama yang disentuh. Seluruh kisah yang ditulis juga menggunakan warna berbeda-beda pula.

Ada satu paragraf penuh berwarna biru, hingga beberapa paragraf berwarna merah, kemudian diakhiri dengan warna hitam.

"Menjadi malaikat cinta tidak semudah yang kau pikirkan, aku harus memanah mereka, kemudian menyambungkan benang takdir mereka, lalu mengecek tulisan di buku ini setiap hari, kalau kau mungkin hanya akan menjemput orang-orang yang mati, tapi aku bisa memanah seorang laki-laki dengan lima wanita dalam satu panah."

Tentu saja Jimmy mengatakan itu bukan untuk menyombongkan betapa pentingnya seorang malaikat cinta, tetapi dia sedang mengeluh, manusia bisa jatuh cinta pada siapa saja dan kapan saja, bahkan manusia bisa mencintai dua atau lima orang sekaligus dalam waktu bersamaan.

Itulah yang sedang Jimmy katakan pada Justin, betapa sibuknya tugas malaikat cinta.

Justin terkekeh pelan, sepertinya rumor tentang sibuknya malaikat cinta memang benar, bahkan malaikat cinta dari daerah sebelah juga mengeluh karena di negeri itu ada banyak sekali cinta terlarang dan hubungan sesaat.

Sambil terus melihat keramaian tanah tempat para pedagang menjual barang-barang, mereka berdua juga melihat pemuda berambut pirang itu masih saja dipukuli.

"Ini sudah kasus pencurian yang keempat pada hari ini dan dua diantaranya meninggal setelah dipukuli," gumam Justin.

"Benarkah? Apa kau juga sedang menunggu orang itu mati?" tanya Jimmy.

Justin menggeleng pelan, "Aku hanya sedang bersantai, mungkin jadwalku akan tiba sebentar lagi."

Seorang gadis keluar dari toko yang atapnya sedang mereka gunakan untuk bersantai, dia memakai pakaian yang mewah dengan renda-renda cantik.

Tangannya yang putih bersih nan lentik memegang sebuah keranjang penuh apel merah segar, sedangkan seorang pria gagah memakai pakaian formal terus mengikutinya.

"Hati-hati Tuan Putri, anda tidak boleh berjalan tergesa-gesa seperti itu," ujar pria tersebut pada gadis muda di depannya.

"Cepatlah Loxe, orang itu tidak akan bertahan lebih lama kalau terus-terusan dipukuli," jawab gadis itu sambil terus berjalan tergesa-gesa.

Gaun putih dengan corak merah muda yang dia pakai tampak mempersulit kakinya untuk melangkah lebih cepat, beberapa pedagang yang melihat gadis muda itu melewati toko mereka, langsung buru-buru keluar dan membungkuk begitu sopan.

Gadis itu hanya menebar senyuman manis kepada mereka sambil terus berjalan tergesa-gesa, menghampiri kerumunan pria bertubuh besar sedang memukuli pemuda pencuri apel dari toko baru miliknya.

Dia baru saja sampai di Marylon, pusat tanah perdagangan negeri ini.

Tiga bulan lalu dia baru saja membangun sebuah toko buah-buahan dari hasil kebun miliknya sendiri, padahal dia adalah seorang gadis dengan kasta yang sangat-sangat tinggi, namun dia justru memiliki toko sederhana selayaknya pedagang biasa.

Ketika menyadari kehadiran dari gadis tersebut, sontak orang-orang berhenti memukuli pemuda di hadapannya, membiarkan dia meringkuk di tanah kotor dengan wajah babak belur dan lebam di mana-mana.

Dia berusaha mendongak sambil memasang ekspresi takut, merasa bingung mengapa tidak ada hantaman yang datang.

Saat itulah tatapan mereka bertemu.

Gadis itu ikut berjongkok kemudian tangannya menjulur ke depan, untuk menyodorkan keranjang apel merah di tangannya pada lelaki yang terduduk di atas tanah seraya tersenyum begitu lembut.

"Ambil ini," ujarnya.

Pemuda babak belur itu nelamun, dia hanya bisa menatap gadis manis di hadapannya dan keranjang apel yang dia berikan dengan raut wajah bingung.

Seluruh orang di negeri ini mengenal siapa dia, bahkan jika melihat langkah kakinya yang berjalan hanya untuk lewat saja, mereka sampai rela untuk membungkuk hormat dan menundukkan kepala penuh rasa hormat, tidak perduli tua ataupun muda.

Dia adalah putri Liliane.

Seorang gadis yang benar-benar cantik dan sangat manis.

Karena kecantikan dan kepintarannya, dia diangkat menjadi seorang bangsawan besar meskipun berasal dari selir raja yang bukan dari ras bangsawan, dia seakan bersanding bersama anak-anak ratu.

Putri Liliane memang seorang putri yang sederhana dan berhati lembut, dia senang memelihara kucing dan menanam tumbuhan di kebunnya sendiri, dia adalah putri yang paling sering mengobrol santai dengan para rakyat miskin meskipun berkali-kali dimarahi oleh ratu ataupun kakak tirinya.

Dia mungkin putri yang dibenci oleh orang-orang di istana, tapi dia adalah putri yang paling dicintai oleh rakyat.

"T-Tuan Putri … dia seorang pencuri."

"Iya, dia mencuri di toko buah milik anda."

"Sesuai hukum kerajaan, para pencuri harus dipukuli hingga mati atau harus ditebas tangannya hingga putus."

Pria berbaju formal di belakang gadis itu mendekat, dari raut wajah yang dia tunjukkan tampak sangat jelas bahwa dia setuju dengan perkataan orang-orang bertubuh besar yang telah memukuli lelaki itu.

"Mereka benar Tuan Putri, jika anda sampai ketahuan membantu pencuri lagi, anda bisa terkena masalah juga," ujarnya.

Gadis itu berdiri, menatap pria di belakangnya, "Itu tidak akan terjadi jika tidak ada yang mengadu, kan?"

"Tu-tuan Putri …."

"Loxe, semua buah yang dijual di toko itu adalah milikku, kebunku, terserah aku ingin memberikan buah kepada siapa. Kerajaan atau ayah tidak bisa melarangku."

"Tapi bagaimana dengan Yang Mulia Ratu?"

Loxe menatap Liliane dengan raut wajah khawatir, dia masih mengingat dengan jelas bagaimana Ratu memukul wajah Liliane saat mengetahui kalau gadis itu disukai oleh pangeran mahkota Roneald yang rencananya akan dinikahkan dengan anak Ratu.

Kemarahan dari wanita itu masih membara hingga saat ini, bahkan dia sampai tidak segan-segan untuk mengalihkan wajah setiap kali melihat Liliane, tapi gadis itu masih saja melakukan hal-hal yang dibenci oleh Ratu.

Seolah-olah sedang menimbun begitu banyak kebencian dengan sengaja.

"Kalau begitu kau bagikan saja semua buah-buahan di toko itu pada orang-orang kurang mampu di sini sebagai perayaan atas dibukanya toko milikku, maka Ratu tidak akan marah," ujar Liliane sebagai jalan keluar.

Loxe menyerah, dia tidak bisa melawan kepintaran dan kebaikan dari Liliane.

Akhirnya para pengawal yang datang bersama Liliane membantu membagikan buah-buahan segar milik toko Liliane kepada orang-orang miskin di sekitar tempat itu.

Dia berhasil membuat para pedagang dan orang-orang yang mendapat keranjang buah menangis bahagia melihat kebaikannya.

"Suatu kebaikan yang sangat mulia."

"Tuan Putri Liliane berhati seindah bunga."

Lelaki yang barusan menucuri buah di toko Liliane, berdiri sambil mengangkat keranjang buah berisi apel dari gadis itu.

Dia berdiri diam melihat seorang putri baik hati sedang berbicara kepada para pedagang kecil dan para pengemis sambil tersenyum begitu tulus.

"Ke-ketika aku sudah besar nanti, aku akan menjadi pengawal Tuan Putri Liliane!"

"Aku juga! Hidup dan matiku adalah milik Putri Liliane!"

Liliane tertawa kecil mendengar ucapan para anak-anak kecil berpakaian lusuh dan kotor dengan tubuh kurus tidak terurus, mereka adalah segerombol pengemis yang sering meminta-minta pada para pedagang di sini.

"Hidup dan matiku juga hanya untuk kalian," jawab Liliane.

Seorang pemuda berambut hitam berlari mendekati temannya yang sedang nelamun sambil memegang keranjang apel, iya … dia sejak tadi hanya berdiri diam hanya untuk melihat Liliane dan para pengawal membagikan apel.

"Hei, kau baik-baik saja?" tanya lelaki itu.

"Zones, mengapa kau ke sini."

Sang pencuri memegang dahi temannya, dia sedang sakit dan tidak seharusnya lelaki itu berada di luar, terlebih lagi mereka tidak makan selama dua hari.

Zones tampak tidak terlalu perduli, dia mendengar dari Mone kalau sahabatnya tertangkap saat sedang mencuri dan dia dipukuli, tapi ketika sampai dia justru melihat sahabatnya baik-baik saja meskipun dipenuhi luka hingga babak belur.

"Darimana kau mendapat keranjang buah ini?" tanya Zones, heran.

"Dari dia …," jawab sang pencuri sambil melihat ke arah Liliane di depan sana.

"Tu-Tuan Putri Liliane?!"

Jimmy tersenyum melihat pertemuan yang sangat berkesan ini, seorang lelaki dari keluarga miskin hidup bersama sang ibu, bertemu dengan seorang putri untuk pertama kali dalam pertemuan singkat namun begitu dekat.

Tangan Jimmy terulur ke depan, memunculkan sebuah busur dan anak panah berwarna putih, Justin hanya melihat lelaki itu tampak fokus menarik busur, dalam sekali tembakan anak panah itu meluncur cepat dan masuk ke dalam tubuh sasarannya.

"Laki-laki itu ada di buku Love Note milikku, Terry Menogrolle Gardenear, jatuh cinta pada Putri Liliane Soviarects De Luka setelah ditolong dan mendapat sekeranjang apel," ujar Jimmy sambil tersenyum senang.

Tentu saja, karena Jimmy menganggap Liliane memang putri yang patut untuk dicintai, ketahuilah, itu adalah panah kesepuluh yang diluncurkan Jimmy untuk Liliane.

Setelah tembakan tadi Jimmy lekas membuka Love Note di tangannya, dia menyentuh nama Terry Menogrolle Gardenear di kertas itu hingga memunculkan lembaran kisah cinta Terry bersama dengan Liliane.

"Terry sangat menyukai Liliane, hingga dia berusaha keras untuk mencapai keinginanya, dalam waktu satu tahun aku yakin mereka akan hidup bahagia selamanya!" ujar Jimmy.

Padahal kisah cinta yang ditulis pada Love Note belum selesai, hanya baru sampai pada Liliane yang bertemu dengan Terry di depan pintu toko, tapi Jimmy merasa yakin kalau kisah mereka akan berakhir bahagia.

"Kau ini bicara apa," gumam Justin.

"Apanya?"

"Liliane tidak akan hidup bahagia semudah itu, Yungi mengatakan padaku kalau kebaikan Liliane akan membawa banyak bencana."

Jimmy terbelalak mendengar ucapan Justin. Rupanya itulah alasan mengapa Love Note milik Jimmy tidak menulis kisah Liliane dan Terry hingga selesai.

Karena dalam waktu satu tahun, akan banyak yang mati di tangan Liliane dan Terry.

TBC

avataravatar