8 8 Memories in past

Aku memasuki rumahku yang lengang seperti biasanya. Disambut oleh bi Inem yang sedang bersih-bersih.

" eh non Disha! baru pulang non, tumben non Disha pulang agak sorean "

" iya bi! tadi Disha ada urusan sebentar sama temen Disha "

" ohh, non mau makan? bibi sudah siapin makan siang tadi dimeja makan "

" entar deh bi, Disha mau mandi dulu udah lengket banget nih badan Disha "

" yaudah deh non, nanti kalo non butuh sesuatu panggil bibi aja non "

" iya bi, yaudah Disha ke kamar dulu ya bi ", bi Inem mengangguk dan aku pergi kekamar untuk mandi. Mengayuh sepeda dari sekolah ke rumah cukup bisa membuatku bermandikan keringat. Lelah sekali! untung saja matahari tidak begitu terik karna hari sudah sore.

Aku meletakkan tas ku disembarang tempat dikamar. Lalu bersiap untuk mandi. Mungkin aku akan berendam sebentar untuk menenangkan pikiranku. Besok adalah hari minggu, aku tidak punya rencana apapun. Mungkin aku hanya akan rebahan dikamar sambil nonton drakor atau baca novel. Sebenarnya aku pengen ngajak kak Genta jalan-jalan. Walau hanya sekedar ketaman kompleks. Tapi sepertinya kak Genta sedang sibuk dengan tugas kuliahnya.

Ah memikirkan tentang kuliah aku jadi teringat akan mengambil jurusan apa aku nanti? aku bingung! haruskah aku menuruti keinginan papa dan mama? ataukah....ah sudahlah aku tak mau memikirkannya lagi, itu hanya akan membuatku kesal sendiri.

Setelah 10 menit aku segera menyelesaikan ritual mandiku. Memakai baju santai lalu turun ke bawah untuk mengisi perutku. Aku membuka tudung saji di meja makan, tidak banyak makanan disini hanya cukup untuk aku makan saja. Bibi memang tidak perlu masak banyak, lagi pula siapa juga yang akan memakannya. Orang-orang dirumah ini terlalu sibuk untuk makan dirumah. Aku menikmati makananku dengan hikmat tanpa banyak bicara ataupun mengeluh.

Habis sudah makanan yang ada didepanku. Aku pergi ke lantai atas dan menikmati senja di balkon. Pemandangan yang indah! Melihat pepohonan yang bermandikan cahaya jingga. Burung-burung terbang pulang kerumahnya. Anak-anak kecil yang bermain-main dibawah sana. Mereka mengingatkanku pada masa kecilku dulu dengan kak Genta dan kak Ellin. Waktu itu umuruku masih 4 tahun sedangkan kak Genta berumur 7 tahun dan kak Ellin sendiri berumur 9 tahun. Kami masih asik bermain bersama, tertawa riang. Kenangan itu berputar lagi diotakku.

" kakak aku mau itu ", aku menunjuk ke arah penjual es krim yang berhenti didepan rumah kami.

" jangan Disha! nanti kamu dimarahin papa sama Mama ", kak Ellin tidak mengijinkanku.

" pokonya aku mau es krim rasa coklat ", aku tetap bersikukuh meminta es krim.

" disha! kamu gak boleh nakal, nanti bisa dimarahin papa sama Mama ", ucap kak Ellin lagi dengan nada suara yang naik satu oktaf lebih tinggi. Aku tidak mau mendengarkan ucapan kak Ellin dan tetap ingin makan es krim.

" yaudah kalo kamu gak mau nurut, kakak tinggal! dasar anak nakal! ", kak Ellin tetap tidak mau menurutiku karna takut sama papa dan mama. Dia meninggalkanku didepan sendirian dan aku menangis.

" hiks hiks hiks ", aku terus menangis ingin makan es krim. Tapi tiba-tiba kak Genta datang...

" disha! kamu jangan nangis entar kamu jelek kalo kamu nangis, ayoo kita beli es krim ", kak Genta mengajakku membeli es krim. Aku sudah tidak menangis lagi walau masih sesenggukan. Kak Genta membelikanku es krim rasa coklat. Aku tersenyum memakan es krim di tanganku. Walau masih tersisa bekas tangisanku.

Lamunanku buyar begitu saja.

Kak Genta memanggilku," disha! ".

Aku menoleh ke belakang, " kakak! bikin kaget aja tau "

Kak Genta tertawa, " ngapain kamu sore-sore begini disini, pakek ngelamun lagi. Entar kesambet baru tau rasa kamu! ".

" amit-amit deh, kakak ngomongnya suka asal deh "

" iya iya maaf deh "

" kakak tumben pulang sore, biasanya aja sampek malem nggak pulang-pulang ", tanyaku.

" inikan hari Sabtu dis, kakak nggak ada kuliah, kamu lupa "

" oh iya! disha lupa kalo sekarang hari sabtu "

" kamu tadi ngelamunin apa sampek bengong begitu! kamu lagi mikirin pacar kamu ya! hayoo ngaku! ", tanya kak Genta menunjuk hidungku. Yang kemudian aku tepis tangannya dari wajahku.

" iiiihhh apaan sih kak! sok tau deh, siapa juga yang mikirin pacar, orang pacar aja nggak ada "

Kak Genta malah tertawa, puas menjailiku. Kesel banget nggak tuh! padahal kak Genta tau kalo aku susah deket sama cowok.

" idiih malah ngetawain lagi, Disha tadi tuh keinget masa-masa kecil dulu kak ", sambungku.

" kenapa emang? kamu pengen jadi anak kecil lagi gitu? "

" kak gentaaaa, bukan gitu! ya ke inget aja dulu kak Genta pernah beliin Disha es krim padahal dilarang papa sama mama jajan dipinggir jalan "

" ohhh itu,,ya habisnya kamu nangis, gak enak diliat tau! kamu gak tau aja wajah kamu pas nangis dulu kayak gimana dis, monyet ragunan aja kalah dis sama wajah jelek kamu pas nangis hahaha ", kak Genta malah mengejekku dan tertawa lagi.

" iiihhhh kak gentaaaa nyebelin banget sih, Disha kan lagi terharu gitu sama kak Genta, malah ngatain lagi! sebel deh! ", aku sebel sama kak Genta. Bisa-bisanya dia malah ngatain aku saat aku terharu sama apa yang dilakuin kak Genta dulu. Nybelin nggak tuh! Pengen ku lempar aja kak Genta dari atas sini tapi untung aku masih sayang sama kak Genta.

" iya iya maaf deh "

" dari tadi minta maaf tapi diulangi lagi! sama aja tau! ", kataku dengan wajah cemberut.

" iya deh kali ini beneran minta maaf dis! yaudah masuk yuk udah gelap nih! jangan manyun gitu entar kamu tambah jelek lagi ", kak Genta mencubit pipiku dan berlari masuk kedalam rumah. Aku melotot mendengar kalimat terakhirnya. Belum juga ada semenit kak Genta udah ngatain lagi. Sebeeelll !!

" kak gentaaaaaaa! ", aku memekik geram.

" maaf dis ", teriak kak Genta saat berlari meninggalkanku yang masih sebal. Untung kak Genta lari duluan kalo nggak, udah aku lempar beneran dia dari atas sini. eh nggak kok cuma becanda!

♡♡♡

Hari sudah malam, aku turun ke bawah untuk makan malam, aku melihat bibi membawa tas besar terlihat khawatir. Mau kemana bibi? tumben pergi dijam segini! Aku penasaran dan menemui bibi.

" bibi! mau kemana jam segini? bawa tas juga! ", tanyaku pada bibi.

" non Disha! anu non bibi mau ijin pulang gakpapa? anak bibi dikampung sedang sakit non. Suami bibi tidak bisa merawatnya sendiri non ", bibi terlihat cemas sekali. Tapi aku juga tidak tau harus bagaimana. Haruskah aku mengijinkan bibi pulang? tapi bagaimana kalo papa sama mama marah padaku? Aku bingung, tapi aku kasihan liat bibi.

" sakit apa bi anaknya? ", tanyaku.

" belum tau non, tapi kata suami bibi tadi dia pingsan saat sekolah non, sebenarnya sudah seminggu dia sakit non dan tidak sempat membawanya ke dokter. Bibi khawatir non, bibi boleh ijinkan non? ", tanya bibi lagi. Aku melihat matanya yang begitu khawatir memikirkan anaknya. Kasihan juga kalo gak diijinin pulang!

" iya bi, bibi boleh pulang kok, tenang aja nanti Disha yang ngomong sama papa dan mama bi, bibi gak usah khawatir serahin aja ke Disha! ", tapi tiba-tiba papa dan mama muncul dari balik pintu.

" siapa yang mengijinkan kamu untuk memutuskan Disha! papa gak ijinin bibi pulang, bibi tidak bisa seenaknya ajak pulang hanya karna anaknya sakit ", bantah papa.

" tapi pa, anaknya bibi lagi sakit, kasihan dia! dia pasti sangat membutuhkan bibi ", protesku.

" bibi tidak perlu pulang, nanti tinggal kirim saja uang pada keluarga bibi dikampung untuk biaya berobat anaknya ", tukas papa.

" tapi pa-- ", aku berusaha membujuk papa. Tapi papa dengan tegas memotong ucapanku.

" sudah Disha! kamu jangan bantah omongan papa, papa tidak suka melihat kamu membantah papa! ", ucap papa lagi.

" ma! tolong bujuk papa ma! ", aku meminta mama agar membujuk papa.

" papa kamu benar Disha, bibi tidak perlu pulang hanya karna anaknya sakit dan meninggalkan tanggung jawabnya disini ", tegas mama. Ingin sekali aku marah pada mereka. Kenapa mereka tidak mengerti juga keadaan bibi. Bibi terlihat meneteskan air matanya. Aku kasihan sekali melihat bibi, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa kalo papa sudah berkata seperti itu. Dan mama juga tidak mendukungku.

" pa-- ", ucapanku terpotong dengan kalimat bibi.

" sudahlah non tidak apa-apa, nanti bibi kirimkan uang saja ke kampung, non tidak perlu khawatir anak bibi akan baik-baik saja ", kata bibi tidak tega yang melihatku terus berdebat dengan papa dan mama.

Papa dan mama pergi meninggalkanku dan bibi yang masih berdiri diruang tamu. Bibi pasrah menerima keputusan papa dan mama. Aku sedih melihat bibi yang begitu baik diperlakukan seperti ini sama papa dan mama. Tidakkah papa dan mama merasa kasihan pada bibi? kenapa papa dan mama berubah? aku tahu papa sangat tegas pada anak-anaknya tapi tidak seharusnya papa berbuat seperti itu pada bibi.

" maafin Disha ya bi, Disha tidak bisa berbuat apa-apa, Disha tau, papa dan mama sudah keterlaluan pada bibi ", kataku sungkan dan meminta maaf pada bibi.

" tidak apa non, bibi malah terima kasih sama non Disha karna sudah dibelain tadi ", ucap bibi dengan tersenyum.

"...tidak usah dipikirkan non, mungkin tadi tuan sama nyonya lagi capek sepulang kerja, jadi emosinya tidak terkontrol non, bibi bisa maklumi kok, non tidak usah cemas ", sambung bibi lagi. Bibi memang sangat baik, aku tidak tahu harus berkata apalagi ke bibi. Aku benar-benar merasa bersalah terhadap sikap papa dan mama kepada bibi.

Entah kak Genta pergi kemana malam-malam begini. Padahal tadi sore masih ada.

avataravatar
Next chapter