1 Kenapa Dia Disini?

Jendela dibukanya lebar-lebar. Hawa dingin seketika langsung menyambar kulit putih gadis cantik ini. Ia tak terkejut karena telah terbiasa.Tempat ini memang setiap harinya bagaikan musim dingin.

Dihirupnya dalam-dalam udara pagi dan pandangan ia liarkan melihat sekeliling. Ia memperhatikan aspal berkelok yang berada dibawah rumah, pandangannya menelusuri aspal hingga tertuju pada satu pohon besar. Hatinya bergetar setiap ia memandang pohon itu, ia teringat akan kejadian 10 tahun lalu.

"Puti..!" terngiang di telinga Puti suara Dalli kecil memanggil 10 tahun silam di bawah pohon besar.

"sini puti!" kini terlihat jelas lambaian tangan Dalli memanggil puti.

"kita mau kemana kak?" Tanya gadis kecil berkulit putih dengan paras yang imut.

"mulai sekarang, ini akan menjadi tempat bermain kita setiap sore! Bukankah kamu selalu ingin melihat gunung itu?" ujar Dalli kecil sambil beranjak duduk diatas batu yang lumayan besar.

"lihat itu,itu gunung yang selalu kamu pandangi kan?" Dalli menunjuk lurus kearah gunung kerinci, gunung api sang atap sumatera yang berdiri gagah, angkuh dan kuat.

Puti mengangguk dan tersenyum dengan pandangan yang tak lepas dari gunung itu. Tak lama memandang mereka dikejutkan gonggongan 2 ekor anjing yang terlihat akan berkelahi

"Haa.. kakak.. aku takut!" teriak Puti sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

Melihat Puti sangat ketakutan Dalli berdiri dan meraih kepala Puti untuk didekapkan ke dadanya, Dalli melangkah menyamping untuk menghindari anjing yang seperti siap menerkam mereka. Ia melangakah dan terus melangkah tanpa memperhatikan jalan hingga kaki Dalli tersandung dan lututnya tepat menghantam satu batu besar dan runcing di ikuti dengan himpitan badan Puti yang jatuh terduduk tepat diatas kaki Dalli.

"aaaaaaaaaaaaaaahhh…" teriak dalli kesakitan, tulang lututnya remuk! Mendengar teriakan Dalli anjing-anjing itu pergi dan hilang dari pandangan Puti.

"Oh.. bayangan itu lagi!" Puti menggelengkan kepala untuk menghilangkan bayangan mengerikan yang menjadi penyesalannya hingga saat ini. Karena kejadian itu, "Dalli" tetangga yang sudah dianggap puti seperti kakaknya harus menjalani hidup tanpa bisa berlari. Jangankan berlari untuk berjalan saja dokter membutuhkan waktu 5 tahun untuk melatihnya lagi, selain terluka parah dalli memang agak tidak punya nyali.

Puti melanjutkan pandangan pada hamparan kebun teh yang luas, terhampar bak permadani hijau raksasa yang hampir menyentuh kaki gunung.

"selalu saja gunung sombong ini membuat ku kagum!" batin Puti.

Yaah.. Puti sangat menyukai tempat ini, ini hari pertamanya libur setelah suntuk dengan rutinitas sekolah selama satu semester.

"kamu masih terlihat sangat gagah! Selamat pagi!" ujar Puti berbicara sendiri kepada gunung nan menjulang tinggi.

"selamat pagi" Dalli melompat dari samping jendela Puti.

Puti terkejut dan berteriak kecil.

"Putiiii.. ada apa?" teriak ibunya dari arah dapur.

"nggak apa-apa ma..! barusan ada kucing loncat didepan jendela" jawab Puti sambil nyengir ke arah Dalli.

Dalli hanya tersenyum dan memasukkan tangannya ke dalam saku celana sambil menyandarkan punggung di dinding sebelah jendela puti. Ia memandang lurus dan ikut memperhatikan gunung yang ada hadapan mereka.

"ciee.. udah mulai libur, tumben pagi-pagi udah ngeliatin gunung" ujar Dalli.

"udah lama gak liat aja!" jawab Puti dengan tersenyum

Puti masih memandang gunung Kerinci. Dalli menatap wajah puti yang terlihat sangat cantik walaupun baru bangun tidur, kecantikannya jelas terlihat sangat natural.

"apa yang kamu suka dari gunung ini?" Tanya Dalli sambil memutar wajahnya mengahadap ke arah Puti.

"gunung itu selalu bisa menarik perhatian aku, setiap aku bangun dia selalu membuat ku kagum. Sangat tinggi dan terlihat sombong! tapi sebenarnya ia memberi kenyamanan dan keindahan. Truus, Ia terlihat dingin, tapi sebenarnya didalamnya sangat hangat"

"gimana kamu tau gunung itu hangat?"

"kakak nggak tau? kalau diperut gunung itu ada cairan magma?"

"yaaah…! Itu mah lava! Itu panas! Bukan hangat.." ujar Dalli sambil mengacak-acak rambut kening puti.

"iiiiih.. kakak! Bukan muhrim!!" Puti menyeka tangan Dalli dari keningnya.

"yaa.. tetap aja kan ada hubungannya panas sama hangat!" lanjut gadis cantik ini sambil merapikan rambutnya.

"iiih.. sombong! ya sudah.. mandi gih sana! Ohya.. kamu dipanggil ibuk"

Puti hanya memutar-mutar jempol kanan tepat didepan hidung Dalli "15 menit dari sekarang!" ujar Puti lalu langsung berlari ke kamar mandi. Dalli tersenyum melihat prilaku Puti, ia masih saja lucu seperti 10 tahun lalu.

****

Puti keluar dari rumah dengan dress panjang berwarna peach, ia sibuk mengibas-ngibaskan roknya lalu merapikan lagi, puti jelas terlihat tidak terbiasa memakainya.

"maaa.. aku ke rumah kak Dalli" teriak Puti dari depan pintu sambil bergegas mengenakkan sendal.

Saat ia hendak melangkah ke rumah Dalli yang berada tepat di depan rumahnya ia melihat mobil merah mengkilat terparkir disamping rumah pak amran yang juga tetangga Puti.

"kayaknya ini mobil baru kali ini parkir disini! mobil baru?" Puti menatap mobil merah itu dengan wajah heran namun malah melangkah mendekati.

"tiiit..tiiiiit" suara remote pembuka kunci mobil

Puti terkejut dan bahunya sontak terguncang namun wajah Puti kembali polos dan sedikit menghela napas. Tak lama kemudian nampak seorang laki-laki yang sebaya Dalli keluar dari rumah pak amran melangkah menuju mobil dan membuka bagasi lalu mengeluarkan banyak barang, kardus dan koper. Puti pun tidak ingin terlalu memperhatikan orang asing itu dan langsung bergegas ke rumah Dalli.

****

"tante" teriak puti sambil berjalan ke arah dapur. Ternyata didapur sudah ada ibu Dalli dan Dalli yang tengah duduk dimeja makan.

"eeh, Puti! ayo sini, dicoba dodol kentangnya!" ajak ibu Dalli sambil tersenyum menatap puti.

"wah.. baju barunya cantik puti" puji ibu Dalli

Puti hanya tersenyum sipu dan tidak menjawab.

"iya.. tumben banget ni anak pake rok, biasanya juga bajunya samaan sama aku, pake baju cowok!" Dalli mengolok-olok Puti, namun Puti tidak mengacuhkannya.

"hmmmm… enak nih kayak nya" Puti mengalihkan pembicaraan dan memuji masakan ibu Dalli.

"cobain dulu! Baru komentar" celetuk Dalli.

"iiiish.. apa-apaan! Aku udah tau kok, kalo buatan tante pasti enak semua" jawab Puti sambil menggigit dodol kentang yang sudah ditangan.

"tante! tadi aku lihat dirumah pak Amran ada cowok, kayaknya dia dari kota deh, pak Amran itu kan orang jawa ya?" Tanya puti sambil mengguman dodol dimulutnya.

"huu.. Cowok? Lebay!! Sok tau juga! Jelas-jelas pak Amran asli orang kerinci dan istrinya dari bengkulu! Dari mana jawanya?" bantah dalli, pipi Puti hanya menggembung dan bibir meruncing menatap Dalli.

"ooh, mungkin itu anak pak Amran, namanya Tio" jelas ibu Dalli

"kok aku baru tau ya, kalo pak amran punya anak cowok? padahal udah dua tahun tetanggaan" ujar Puti.

"loh, bukannya kalian sudah saling kenal? Teman Dalli juga kan?"

Mata Dalli membesar dan sontak kepala dalli menggeleng "nggak! Aku juga nggak tau sama anak paka Amran!" jawab Dalli.

"emang kenapa kalo pak amran punya anak cowok? Kamu suka?" celetuk Dalli sambil menyandarkan punggung pada sandaran kursi. Puti hanya memandang sinis pada Dalli.

"yah, kan pak Amran mulai tugas di PTP VI ini baru dua tahun, trus karena anaknya kuliah dibandung, yaa jadinya belum bisa diajak kesini" jelas ibu Dalli dengan lembut.

"oh, tapi kayaknya pernah lihat deh, tapi dimana ya?" ujar Puti sambil berpikir.

Ibu dalli berdiri dan mengambil bungkusan plastik di lemari dapur dan satu ikat bayam.

"ini.. kasih buat mama ya?" ibu Dalli memberikan kantong plastik berisi dodol kentang.

"ini juga buat mama! tante tadi dari pasar trus lihat bayamnya segar-segar.." ujar ibu Dali sambil memberikan satu ikat bayam.

"iya, makasih ya tante, Puti pamit dulu" Puti berdiri dan menenteng bawaannya.

"eeh! gak pamit sama kakak dulu? Sini cium tangan!" Dalli mengulurkan tanganny kepada puti.

"nggak liat ini tangan ku penuh!" Puti mengangkat kedua tangan yang penuh dengan kantong plastik ditangan kanan dan bayam ditangan kiri.

"ya udah, pulang aja sana!" tangan yang diulurkannya tadi diputarnya menjadi gerakan mengusir.

Puti pun membalikkan badan secara cepat dan hampir menabrak om Andi, adik ibu Dalli.

"om Andi! apa kabar?" sapa Puti dengan semangat

"weeei.. Kau makin imut ya?" jawab om Andi dengan cara khas bicaranya antara logat jambi dan batak.

"jangan kau panggil aku Andi, kau tidak lihat aku seperti orang barat? Panggil aku "Endy"!"

Puti hanya tertawa sambil menatap om Andi dan beberapa kali menundukkan kepala.

"aduh makin imutnya tertawa kau! Jangan tertawa! bisa mati diabetes aku lihat senyum kau itu!"

"iya.. Iyaa om Endy!"

"kau makin cantik ya! jadi istri aku saja? Mau?"

"nggak mau! Takut!" jawab Puti sambil berjalan bergegas keluar dan tertawa geli.

"heeh.. Kenapa nggak ada yang mau sama aku? Ganteng begini! Uang banyak! salah pergaulan kalian anak muda!" ujar laki-laki yang sudah berumur 43 tahun tapi belum juga menikah sambil geleng-geleng kepala.

"eh Puti! Hati-hati.. jangan lari! Kamu kan nggak biasa pake rok!" teriak Dalli, namun Puti tidak menghiraukan dan segera berlalu.

****

Sesampainya Puti dihalaman rumah, ia melihat anak pak Amran sedang duduk diteras membaca buku, kaki kiri disilangkan diatas paha kanan. Sekarang puti melihat jelas wajah laki-laki itu, badan tegap, bibir kecil dan rambut lurus hitam dengan potongan seperti polisi. Pancaran sinar matahari menambah cerah pandangan puti.

"kenapa sinar matahari terlihat lebih cerah saat menerpa cowok itu?" Waktu terasa berjalan melambat sekarang, langkah kaki puti ikut melambat seirama dengan hembusan napasnya. Mata puti tak berkedip memandang wajah laki-laki yang mungkin akan tinggal satu halaman dengannya itu. Ya, rumah Puti dan rumah pak Amran berada pada satu halaman tanpa pembatas. Rumah yang di tempatinya adalah rumah milik PTP VI untuk dihuni staf yang bekerja disana.

Tak lama Puti memandang sosok yang bersinar karena diterpa sinar matahari, tiba-tiba laki-laki itu mengangkat kepala dan balik memandang Puti. Oh.. Tatapan matanya seperti elang! Seketika bibir merah Puti pun ikut terangkat, Puti tersenyum manis agak tersipu menyapa tetangga baru, namun tanpa membalas senyum Puti dan dengan tatapan dingin laki-laki itu kembali menundukkan kepala dan membaca buku.

Darah terasa mengalir deras dari kepala Puti menuju jantung, malu!! Matahari seketika meredup. Seketika Puti pun mengingat siapa laki-laki itu, dia mantan ketua osis di sekolah Puti yang terkenal sombong.

"aduuuuh! kenapa dia disini?" Puti bergegas masuk kerumah dengan menghentak-hentakkan kaki, mulut komat kamit berbicara tidak jelas sendiri dan sesegera mungkin berlalu.

avataravatar
Next chapter