1 Rintik Kenangan

Aku berada di dalam kamar sedang menghadap jendela saat menulis tentang cerita ini, hujan yang mengguyur sore ini semakin membuat suasana bertambah dingin. Aku ditemani secangkir susu coklat hangat, pisang goreng dan sekantung besar keripik kentang. Jangan tanya atau berfikir tentang jumlah kalorinya. Itu sama sekali tak penting, yang penting rasanya enak, masalah gendut urusan belakangan!

Benar kata orang – orang kalau disaat hujan, kenangan akan ikut berjatuhan dari langit – langit ingatan. Bahkan kemungkinan yang jatuh 1% air hujan sisanya hanyalah kenangan, begitu juga denganku saat ini, ingatan tentang seseorang yang ada dalam hidupku menyeruak seperti aroma tanah yang basah karena hujan.

Oh iya sampai lupa, yang akan ku ceritakan Ini bukan kisah puteri tidur atau Cinderella . Ini hanya kisahku. Seorang Nay, saat ini usiaku sudah 30 tahun. Aku anak kedua dari 3 bersaudara, Ayahku adalah seorang pria gemuk dengan kumis tebal, bergigi rapi dengan senyum pepsodent. Beliau memiliki usaha kuliner, warisan turun temurun dari kakek. Lalu ibuku ya seorang ibu, seperti ibu – ibu kebanyakan. Agak gemuk tapi kami tidak berani menyebutnya begitu, Ibu adalah ratu di rumah ini, Sangat berbahaya menyebutkan begitu.

Kakakku satu – satunya bernama Andira, biasa dipanggil Dira. Dia cantik dan berbadan langsing, Usia kami berbeda enam tahun, tapi wajahnya justru terlihat seumuran denganku. Menyebalkan! Dan dia selalu meledekku dengan itu. Huuh dasar menyebalkaaaaaannnnnn!!!!

Adikku bernama Satria, ayah dan ibuku selalu memanggilnya dengan sebutan abang. Bisa ditebak aku dan kakakku akan memanggilanya apa? Bang Sat!!! hahahaha. Dia paling tinggi, paling hitam dan paling berbulu. Iyuuuhh kebayang bulu kaki dan keteknya hahaha, usia kami hanya berbeda 2 tahun. aku beruntung wajahnya terlihat lebih tua dariku dan kak Dira.

Sebagai keluarga kami adalah keluarga yang bahagia aman dan sentosa. Rajin menabung, ramah, suka gotong royong dan dapat dipercaya, suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Kami adalah keluarga pramuka sejati hehehe

Ehmm tapi abaikan karena tali temali saja kami sekeluarga tidak ada yang bisa.

Aku sendiri tidak secantik Dira, aku berwajah standart berbadan standart. Tinggi standart segalanya serba standart, Yah begitulah. Terkadang disini aku merasa iri, pembagian jatah cantiknya tidak merata. Ini semacam ketidakadilan dalam keluarga. Bahkan aku sempat berfikir aku adalah anak yang mereka temukan di depan rumah.

Tapi sayang sekali kenyataan berkata lain, aku memang anak kandung mereka hehehe.

Ok kembali ke ceritaku, aku ingin menceritakan tentang cinta pertamaku dari SMP. Namanya Andi, Dia lumayan tinggi, hidungnya mancung dengan bibir tipis dan wajahnya saat tersenyum maniiiisss sekali. Kulitnya putih, rambutnya lurus, badannya juga tegap. Dia salah satu murid pintar disekolah, dia juga bukan laki – laki urakan. Dia adalah orang yang ramah saat disapa, rapi dan sepertinya Dia adalah makhluk idaman ku yang nomor satu dan satu – satunya.

Sebagai pemuja rahasia yang baik tentunya aku harus mengetahui apa yang dia suka dan apa yang dibenci oleh orang yang ku kagumi. Dan aku… sebetulnya tidak tahu banyak tentang dia. Kami sudah tidak pernah saling bicara lagi sejak kami lulus SD, meski masih 1 sekolah di SMP kami tidak pernah berada di satu kelas yang sama.

Lagi – lagi ketidak beruntunganku menempel disini. Andi anak yang alim, sering kulihat dia ikut kegiatan Rohis di sekolah. Jangan tanya berapa banyak perempuan yang sudah nembak dia. Tapi semua dia tolak dengan sopan. Inilah salah satu alasan aku tidak pernah menyatakan rasa suka ku padanya. Tidak akan pernah sepertinya. Jangan ada yang bertanya kenapa, jawabannya jelas lah takut ditolak heheheh.

Jika ada yang bertanya apakah aku juga ikut semua kegiatan yang diikutinya? Tentu saja tidak. Saat dekat dengannya keringat dinginku pasti keluar. Badanku gemetaran. Dia semacam wabah penyakit yang akan menyerang seluruh persendianku, jadi sebaiknya aku tidak terlalu dekat dengan dia.

Tapi aku suka dia, ini sangat tidak adil hu hu hu….

Pernah aku menghindari dia saat berpapasan di kantin sekolah dan setelahnya aku benar – benar menyesal. Harusnya aku menyapanya atau apalah bukannya malah menghindar. Jujur saja sedikit sulit mendekatinya, dia selalu pergi dengan gerombolannya. Satu – satunya waktu dia sendirian adalah saat dia ke toilet. Ya tapi masa iya aku harus ngikutin dia ke toilet?

Susu coklatku sudah semakin dingin seperti suasana sore ini, ingatanku tentang Andi terus menerus mengalir seperti air hujan. Sampai aku bingung sendiri mau menuliskannya darimana, kenangan bersamanya terlalu banyak...

***

Hari itu siang yang panas di tahun 2003… Jam dinding masih setia diangka 12.10 masih kurang 20 menit lagi sebelum bel pulang berbunyi. berulang kali aku melihat ke arah luar, aku berharap tak melewatkan saat berharga melihat dia. Aku berada di sekolah ini bukan karena aku menyukai sekolah ini, tapi karena Andi ada di sini.

Kriiiiinggg….. kriiiiiiinggg…. Kriiiiinnnggg

Bel berbunyi tiga kali, waktunya pulang. Setelah berdoa bersama, tanpa menghiraukan Dela teman sebangkuku aku melangkah sedikit berlari menuju lapangan basket tempat aku selalu berdiri menunggu Andi keluar dari kelasnya. sedikit tergopoh Dela menyusulku.

"Ngapain lari?"

"Nunggu Dia keluar kelaslah.. apalagi?"

"Dia siapa? Andi?"

"Heem..."

Aku tak lagi mendengar apa yang Dela ucapkan, mataku sedang tertuju pada satu titik. Andi... dia keluar dari kelas bersama teman - temannya. aah.. dia benar - benar mempesona. aku berharap dia melihatku dan benar saja matanya tertuju padaku hanya sepersekian detik dan berlalu, sebetulnya aku juga tidak yakin dia melihatku atau hanya menoleh ke arahku, tapi tak urung hal sepele semacam itu sudah cukup membuatku gembira.

"Dia ngelihat aku Laaa."

Jika aku bisa melihat bola mataku sendiri pasti saat ini mataku berbinar – binar, lalu air liur menetes dan ingus keluar tanpa terkendali.. membayangkan itu aku muntah hehehe

"Haduuhh, dia Cuma melihat tapi kan gak nyapa kamu, kalau dia menyapa bisa kesurupan mungkin ya kamunya!" Dela menjawab sewot. Dia lalu menunjuk Vita teman kami yang juga sudah keluar kelas.

"Itu Vita" katanya sambil melambai kearah Vita

Menurutku Vita sangat beruntung berada satu kelas dengan Andi, meski mungkin ini musibah baginya yang menjadi informanku. Tuhan… Sampai kapan ketidak beruntungan ini terjadi padaku? Tapi dengan adanya Vita di satu kelas dengannya setidaknya informasi tentang bagaimana keseharian Andi bisa kudapatkan. Disini Vita bertugas sebagai mata – mata. Bukankah kami teman yang kompak?

" Vit tadi And…" Belum sempat meneruskan ucapanku Vita menaruh telunjuknya di mulutku, jika ini terjadi di drama korea pasti sangat manis, hanya saja ini dunia nyata dan yang menaruh telunjuknya di bibirku Vita. Kami berjenis sama, sama – sama perempuan!

"Ntar cerita Andi nya, makan dulu yuk. Aku laper"

"Iya nih Andi mulu yang diomongin. Bosen tau" Dela kembali menyebalkan. Entah dia kenapa.

Kami pun meneruskan langkah kami ke tempat abang bakso didepan gerbang sekolah. Baksonya terkenal enak dan murah, kami tadi juga belum sempat makan di jam istirahat karena sibuk ke perpustakaan meminjam buku persiapan ujian akhir nasional jadilah rasa bakso ini naik berkali kali lipat nikmatnya.

Setelah selesai melahap semangkok penuh bakso akupun melanjutkan pertanyaanku tentang Andi.

"Jadi Vit, Andi tadi dikelas ngapain aja?" tanyaku penuh selidik

"Ya biasa Nay, kaya kita juga, gak ada yang spesial… eh ada ding. Tadi si Putri anak kelas F datang ke kelas pas udah mau masuk di jam istirahat tadi. Dia nembak si Andi." Vita berbicara dengan wajah datar seperti tak ada yang penting dalam kalimatnya.

"Aapaa?" aku kaget, sangat kaget. Disampingku, Dela keselek saking kagetnya "Trus diterima gitu sama Andi?" aku mulai panik

"Ya gak lah.. seperti biasa gebetanmu itu Cuma senyum, trus bilang belum boleh pacaran masih kecil. Kebayang dong Putri yang cantik itu balik ke kelasnya sambil nangis"

"Syukurlaaahh…." Aku menghela nafas lega. Entah bagaimana aku jika itu benar terjadi

"Tuh daripada diduluin yang lain, kenapa gak kamu tembak aja sekalian Andi nya?" Dela menimpali

"Gak berani… udah pasti ditolak kayanya. Lihat aja semua yang deketin dia cantik – cantik semua, ditolak semua kan sama dia." Jawabku lesu

"Ya daripada kaya gini terus, mending kamu tembak dia. Ditolak atau gak kan urusan belakang. Yang penting kamu tahu perasaan dia ke kamu gimana" Vita mendukung perkataan Dela.

"Misal diterima kalian jadian nih, dan tugas Vita sebagai informan gratisanmu selesai. Kamu bahagia aman dan sentosa. Kalaupun ditolak setidaknya kamu akan mencatatkan sejarah kelam dimasa akan datang dan dikenal sebagai sederetan makhluk hidup yang ditolak oleh Andi" Dela nyerocos tanpa ampun. Ide anak ini kelewat cemerlang.

"Kalaupun ditolak kan jadi jelas juga arah nasibmu kemana, abis patah hati udah beres dan kamu bisa cari target lain hehehehe" Vita menimpali. Kali ini aku diam tidak lagi menjawab.

Dalam perjalanan pulang aku masih kefikiran kata – kata Dela dan Vita. Ucapan mereka ada benarnya, kalau selama ini Andi ternyata tidak tahu perasaanku lalu bagaimana? mau sampai kapan aku pendam? Sedangkan sebentar lagi kami sudah harus fokus ujian. Tapi bagaimana kalau jelas-jelas dia tidak menyukaiku? apa bedanya aku dengan deretan perempuan yang rela nembak dia duluan?

Nembak duluan sebetulnya juga bukan masalah, tapi sejauh yang aku tahu, korban-korban yang dipatahkan hatinya oleh Andi sangat-sangat jauh di atasku. mereka yang seperti itu saja ditolak, apalagi hanya aku? sadar Nay, sadaaarrrr!!!

Dan betapa bodohnya aku, sampai saat ini aku juga belum tahu kemana Andi akan melanjutkan SMA. Aaaarrgghhh kenapa juga harus jadi serius begini sih. Ujian seharusnya jadi fokus utama. Bukannya malah Andi, masa iya tiga tahun di SMP Cuma berisi tentang Andi? tapi memang kenyataanya begitu kan?

avataravatar