4 #Bagian 3 : Tim Khusus.

Setengah periode setelah Presiden Republik yang baru resmi menjabat, berhembus selentingan mengenai perombakan besar-besaran dalam tubuh Polri.

Penyebabnya beranekaragam, dari ketidak percayaan masyarakat yang terus-menerus sampai perselisihan yang beberapa kali terjadi dengan lembaga penegak hukum lain.

Meski selentingan mengenai perombakan berhembus kencang, banyak pihak mengatakan bahwa hal itu mustahil. Tidak mungkin. Selentingan hanya sekadar rumor tidak berdasar, yang tidak perlu ditanggapi, yang tidak memiliki dalil dan kebenaran apa pun.

Dan, saat kasus pembunuhan berantai yang sudah banyak memakan korban tak kunjung terpecahkan, selentingan mengenai perombakan yang sempat mereda kembali menguar.

Sentimen publik yang tidak hentinya memenuhi media sosial dan elektronik, membuat Pemerintah di bawah Komisaris Besar Tindak Kriminal akhirnya membentuk tim khusus. Tim yang kemudian diberi kuasa khusus dalam penyelidikan, penyidikan, dan penangkapan pelaku kasus pembunuhan berantai racun tanaman Wolfsbane.

Tidak tanggung-tangguung, AKBP Iryand 37 tahun adalah ketua yang ditunjuk langsung untuk tim khusus.

Nama lengkap Iryand Kusuma, menjabat sebagai Kasat Reskrim Polresta Selatan. Kepribadiannya kuat dan terkenal tegas. Tipe berwibawa tinggi yang mampu membuat para petugas di bawahnya segan dan kagum di saat bersamaan.

Petugas lain yang ditunjuk adalah Haikal 26 tahun. Haikal Alvaro, seorang Perwira penyelidik. Reserse dari satuan Reskrim unit Kejahatan dan Kekerasan Polres Selatan. Ciri khasnya adalah kunciran rambut yang tidak diikat seluruhnya.

Keberadaan Haikal sangat mencolok karena cukup populer. Baginya penampilan adalah yang pertama, menangkap penjahat yang pertama, dan disiplin juga yang pertama.

Hanan Iwata Abrisam, perwira penyelidik dari satuan dan unit yang sama dengan Haikal, usia juga sama. Bedanya Iwata berasal dari Polres Barat. Bedanya lagi Iwata tidak terlalu rumit mengurusi penampilannya.

Kiri khas Iwata adalah tatapan mata elangnya yang menyelidik. Iwata percaya setiap gerak-gerik manusia memiliki makna. Bahkan saat menghembuskan nafas sekalipun. Iwata sangat mempercayai penglihatannya, sama seperti ia mempercayai instingnya.

Terakhir, dan anggota paling muda, Huda Prayoga 24 tahun. Perwira penyelidik juga, Reserse yang berasal dari satuan Reskrim unit Resmob.

Huda akan terlihat paling mencolok saat apel dan dijajarkan dengan para petugas satu angkatan dengannya atau dengan semua petugas yang berada di satuan yang sama. Dibanding petugas-petugas yang lain, Huda dapat dengan mudah ditemukan. Bahkan dari jauh.

Tinggi Huda standar, bentuk badannya paling tidak berotot dibanding petugas lain.

Selain tinggi dan masa otot, bentuk wajah yang mungil merupakan hal lain yang membuat Huda terlihat mencolok, paling berbeda.

Karena ciri fisiknya itulah, Huda menjadi petugas yang paling sering mendapat tugas menyamar dan mengintai dibanding petugas-petugas lain dari unit yang sama dengannya.

AKBP Iryand sebagai ketua tim, Haikal, Iwata, dan Huda adalah petugas yang dipilih untuk memusatkan perhatian sepenuhnya pada kasus pembunuhan berantai Wolfsbane.

Dengan dibentuknya tim khusus, selentingan mengenai perombakan dalam kubu Polri berakhir. Isu baru kemudian mengudara. Mengenai tim khusus yang akan menjadi unit baru. Mengenai solusi baru mengatasi apatis masyarakat tentang kinerja kepolisian. Tentang kepolisian dengan wajah barunya.

Markas tim khusus di pusatkan di Polresta Selatan. Untuk menangani kasus yang jangkauan wilayahnya berada di luar yuridiksi, tim khusus memiliki beberapa tambahan wewenang.

Tambahan wewenang yang tim khusus miliki berhubungan dengan batas wilayah penyelidikan. Jika sebuah kasus yang berkaitan ditemukan di yuridiksi lain, maka pelimpahan kasus otomatis terjadi. Suka atau tidak. Kerjasama dengan kepolisian daerah lain menjadi terbuka.

Meski tim khusus telah dibentuk sebagai salah satu cara kepolisian menunjukkan keseriusan penanganan terhadap kasus rumit tak terpecahkan, sentimen publik masih tetap tinggi. Mereka menyebut kepolisian sudah sedemikian putus asa. Menyerahkan kasus rumit hanya kepada beberapa petugas.

Pada akhirnya tanggung jawab akhir akan ditimpakan kepada tim khusus yang baru dibentuk. Beberapa orang bahkan mengaggap bahwa pembentukan tim khusus hanya pengalih isu.

Tapi, setiap dari mereka yang berada di tim khusus mengerahkan seluruh kemampuan dan waktunya untuk melakukan penyelidikan. Berkeliaran berulang kali di sekitar TKP untuk mencari saksi atau apapun yang mungkin sebelumnya terlewat. Mereka tahu hanya dengan menangkap pelaku sentimen publik baru bisa dipuaskan. Lebih dari siapa pun, hal yang sama juga tengah mereka kejar saat ini.

Harapan besar semua orang dititipkan pada mereka, para petugas dari tim khusus.

***

Untuk kesekian kalinya rapat evalusi perkembangan kasus diadakan. Kali ini hanya ada tim khusus. Tanpa melibatkan kepala kepolisian atau unit-unit lain dari Reserse tindak kriminal.

Sesuai arahan ketua tim, Haikal sedang meneliti jejak sepatu yang tertinggal di TKP korban kedelapan.

Saat korban kedelapan ditemukan adalah musim hujan, sehingga tanah menjadi lembab. Di dekat tangan korban tertinggal jejak alas kaki. Petunjuk penting.

Setelah mencocokkan dengan ribuan gambar, akhirnya ditemukan jenis yang sama dengan sepatu sport yang jejaknya tertinggal di TKP. Tidak hanya itu, Haikal juga memastikan langsung ke pabriknya, mencatat orderan yang keluar.

Dari ribuan sepatu yang sudah didistribusikan, Haikal menyortir ulang untuk bisa menemukan orang-orang yang mencurigakan.

Penyelidikan panjang yang melelahkan. Sayangnya hanya itu satu-satunya petunjuk yang terlihat di TKP korban kedelapan.

Tidak hanya sepatu, mereka juga menyelidiki toko-toko yang menjual kabel ties. Penyelidikan yang juga melalui proses yang panjang.

Penyelidikan mengenai asal racun sejauh ini mengalami jalan buntu. Tidak ditemukan di toko tanaman hidup manapun yang menjual bunga beracun mematikan atau jenis racun yang sama di apotik.

Pemeriksaan mengenai kiriman dalam maupun luar negri yang berhubungan mengenai tanaman dengan spesies Aconitum juga tidak ada. Bersih. Yang tersisa hanya kemungkinan bahwa pelakunya sudah lama menanamnya sendiri.

Setelah rapat selesai, semua kembali pada tugas masing-masing. Ketua tim keluar ruangan lebih dulu untuk memberikan laporan pada atasan.

"Entah kenapa saya sangat yakin pasti ada yang terjadi dijeda waktu berhentinya pembunuhan untuk sementara." Iwata berkata pada dirinya sendiri. Ia melipat kedua tangannya di depan dada dengan tatapan mata lurus ke papan putih di depannya.

Sebuah papan putih berukuran 40 X 60 senti menjadi satu-satunya yang ada di ruang rapat. Papan yang dipenuhi tempelan foto-foto korban beserta nama, usia, dan bulan kematian.

"Dari pada itu, mending pikirkan kemungkinan yang bisa memicu dimulainya kasus ini."

Haikal menunjuk foto Suratman, korban pertama. Keningnya berkerut dalam, tanda ia sedang berpikir keras.

"Tapi kita tidak boleh melewatkan segala kemungkinan." Iwata tetap pada instingnya. "Huda, tolong berikan saya laporan kasus yang terjadi pada tiga setengah bulan yang kosong."

Huda yang awalnya sibuk dengan laptopnya mulai memilah-milah tumpukan kertas yang ada di sampingnya.

"Ha!" Huda berseru ketika mengingat sesuatu. "Kalau waktu di tiga setengah bulan yang kosong, bukannya kasus 'itu' yang paling mencurigakan?"

"Kasus 'itu'?" Iwata mengulang, balik bertanya.

Huda memberikan berkas kasus yang ia maksud. Iwata membuka-buka dan membaca sekilas. Ia mengerti kenapa Huda menyebutnya sebagai kasus yang paling mencurigakan.

Kasus pembunuhan. Korbannya adalah perempuan, Indri 21 tahun. Penyebab kematian adalah pukulan benda tumpul yang mengakibatkan kerusakan serius pada tengkorak kepala bagian belakang. Pukulan benda tumpul yang menyebabkan kematian.

Huda menyebutnya mencurigakan karena kuku ibu jari kiri korban hilang dan tidak ditemukan dimana pun. Meski dilakukan otopsi ulang oleh ahli toksikologi, tidak ditemukan adanya kandungan racun mematikan dalam darah korban.

Sekilas terlihat seperti kasus yang sama, tapi berbeda. Tidak ada racun dan yang menyebaban kematian adalah pukulan benda tumpul.

Mekanisme kematian adalah kehabisan darah. Luka terbuka yang ada di kepala sangat parah dan tidak segera mendapat pertolongan seketika itu juga.

Tangan dan kaki korban diikat menggunakan kabel ties, kuku yang tidak ditemukan dimanapun disekitar TKP, tapi karena tidak adanya racun dan baretan inisial K, kasusus tersebut akhirnya ditangani reserse lain yang berwenang.

Ditambah lagi, selama kasus pembunuhan Wolfsbane terjadi, tidak ada satupun yang korbannya perempuan.

Beberapa kesamaan yang ada pada tubuh korban dengan kasus pembunuhan berantai Wolsbane diduga sebagai kejahatan tiruan yang dilakukan pelaku untuk mengacaukan penyelidikan.

Seminggu setelah penyelidikan kasus tiruan, Bagas 23 tahun ditetapkan sebagai tersangka. Seorang saksi mengatakan melihat Bagas bertengkar dengan korban yang ternyata adalah pacarnya beberapa jam sebelumnya.

Setelah digabungkan dengan beberapa hasil penyelidikan lain, semua kecurigaan dan saksi merujuk pada Bagas. Bagas kemudian ditahan.

Tiga bulan setelahnya, dengan bantuan lembaga penyedia hukum, penyelidikan ulang dilakukan dan karena tidak cukup kuatnya bukti yang diajukan dan masih banyak celah, akhirnya Bagas dibebaskan.

Terbebasnya Bagas mengakibatkan kasus yang diduga sebagai kejahatan tiruan menjadi kasus yang belum terselesaikan.

"Jangan membuang-buang waktu untuk kasus yang tidak ada hubungannya." Haikal berkemas. Ia akan mulai ke lapangan untuk menyelidik.

"Meski kecil, jika ada peluang bukannya harus kita selidiki." Iwata tetap berkeras.

Iwata dan Haikal. Keduanya memang tidak cukup kompak sebagai tim. Mereka sering berselisih pendapat mengenai hal-hal yang berhubungan dengan cara menyelidiki. Iwata yang keras kepala dan Haikal yang realistis.

"Terserah! Asal kamu tidak mengabaikan tugasmu seperti yang Komandan Iryand perintahkan."

"Saya tahu. Saya bisa melakukan semuanya sekaligus," sahut Iwata penuh percaya diri.

***

Iwata benar-benar menyelidiki kasus kematian Indri. Iwata sangat mempercayai instingnya dan biasanya dengan itu ia selalu bisa memecahkan kasus. Terlebih kasus pembunuhan Indri belum memiliki tersangka dan belum terpecahkan. Jika pun pada akhirnya benar tidak ada hubungannya, paling tidak ia bisa menangkap pelaku. Membantu menyelesaikan sebuah kasus.

Iwata memulai dengan mendatangi Bagas yang sebelumnya dicurigai sebagai tersangka. Mengajukan beberapa pertanyaan, mengamati, dan akan mengambil kesimpulan setelahnya.

"Aku bertengkar dengannya karena dia tiba-tiba meminta putus," jawab Bagas. "Aku sudah mengatakan itu berkali-kali sebelum ini di kantor polisi. Aku yakin kalian pasti mempunyai laporan tertulisnya."

Bagas adalah seseorang dengan tipe pendiam. Wajahnya tirus dengan tulang pipi menonjol. Senyumnya tipis. Terkadang begitu ramah, meski tidak jarang terlihat seperti menyeringai.

Bagas bekerja di salah satu perusahaan surat kabar. Meski menerima kehadiran Iwata, ia memperlihatkan tanda-tanda merasa terganggu. Ia jelas tidak menyukai keberadaan Iwata.

Setiap ucapan yang Bagas keluarkan merupakan kalimat terpilih yang sudah ia pilah dengan hati-hati. Defensif.

"Korban yang tiba-tiba meminta putus apa mungkin karena sering diperlakukan kasar?"

Kalimat Iwata membuat Bagas mengangkat pandangannya. Bola matanya spontan bereaksi. Ada ekspresi keterkejutan yang berusaha Bagas samarkan.

"Kami menemukan memar di tubuh korban. Dari warna memar diperkirakan korban menerima kekerasan sekitar seminggu sebelum kejadian," tambah Iwata.

Bagas mengambil jeda cukup lama sebelum akhirnya ia berbicara, "Aku tidak tahu."

"Meski bukan pembunuhan, Anda bisa saja dituntut karena melakukan kekerasan terhadap perempuan." Iwata memperingatkan.

Pada umumnya memar baru akan berwarna merah atau merah kehitaman, kemudian secara bertahap warnanya akan berubah. Pada minggu pertama dan selanjutnya sampai akhirnya memarnya menghilang.

"Aku tidak tahu!" Bagas mempertegas jawaban yang sudah diberikannya. Tangannya bergerak, menyentuh bagian wajahnya. Bahasa tubuh yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang berusaha ia tutupi.

Tatapan Iwata tidak pernah lepas dari setiap gerak-gerik yang Bagas lakukan. Meski tahu Bagas tidak memberi jawaban yang sejujurnya, ia tidak berencana mendesak. Akan Iwata selidiki nanti.

Jika desakan membuahkan hasil, sebelum mendekam dalam jeruji besi seharusnya Bagas sudah mengatakan semua. Nyatanya tidak. Sekarang pun tidak.

Iwata bangkit dari duduknya, hendak berpamitan.

"Ah!" Iwata teringat sesuatu "Untuk kasus salah tangkap yang menimpa Anda, sekali lagi kami meminta maaf."

Bagas bergeming untuk beberapa saat. "Kalian..." tidak langsung melanjutkan kalimatnya, kata-kata Bagas tertahan di tenggorokan. "Bukankah seharusnya menjalankan tugas kalian dengan baik."

Kalimat yang Bagas katakan diucapkan dengan nada datar, disertai tatapan mata tajam, yang diartikan Iwata sebagai kemarahan.

Alasannya jelas, ketidak sukaannya terhadap kehadiran polisi. Kasus salah tangkapnya sudah pasti mempengaruhi banyak hal dalam hidup Bagas.

Tapi ketika dipikir sekali lagi, Iwata merasa kalimat itu seperti sebuah peringatan.

Iwata berbalik sekali lagi sebelum pergi. Tatapannya berhenti pada keramik lantai, melirik sekilas alas kaki yang Bagas kenakan.

"Sepatu yang bagus," katanya sebelum akhirnya benar-benar undur diri.

Sebuah panggilan masuk ke ponsel Iwata dan lima menit kemudian ia sudah berada dalam mobil bersama Huda. Menuju TKP.

"Bagas menggunakan sepatu yang sama seperti yang jejaknya kita temukan di TKP korban kedelapan," Iwata berujar.

"Hazim juga," Huda menimpali.

"Siapa Hazim?" Tatapan Iwata tertuju pada kertas-kertas yang ada di tangannya, bukan orang yang diajaknya bicara.

Iwata kembali membaca dan memeriksa laporan kasus pembunuhan Indri. Selagi membaca, ia juga membagi fokus pada pendengarannya untuk mendengarkan penjelasan Huda sampai selesai.

Hazim adalah seorang pegawai di sebuah swalayan yang di tempatnya bekerja menjual kabel ties. Usianya 21 tahun. Menurut keterangan Hazim, ia tidak pernah ingat ada pembeli kabel ties yang terlihat mencurigakan.

"Walau begitu, tetap tidak bisa dijadikan acuan. Keduanya adalah orang kelas menengah yang sudah pasti mampu membeli sepatu dengan jenis itu. Bukankah kamu bilang ada ribuan sepatu yang sudah didistribusikan, berarti akan ditemukan lebih banyak lagi orang yang memakai sepatu jenis yang sama," Iwata menanggapi.

Selama perjalanan, Huda melanjutkan lagi ceritanya yang sempat terputus.

Menurut karyawan lain yang menjabat sebagai admin gudang, mereka pernah kehilangan kabel ties tahun lalu. Ia sangat ingat kejadian itu, karena itu adalah hari pertama ia ditugaskan sebagai admin. Ia juga ingat bahwa dirinyalah yang bertugas mengurusi barang datang dan memeriksa semuanya, mencocokkannya dengan nota yang diterima.

Pemilik swalayan sudah memeriksa CCTV namun tidak ditemukan adanya pengutilan. Admin sangat yakin kabel tiesnya hilang karena jumlah barang datang dan data barang terjual tidak sesuai.

Pembicaraan selesai.

Iwata dan Huda sampai di TKP setelah menempuh perjalanan kurang lebih 15 menit. Mereka tiba bersamaan dengan datangnya ketua tim.

Garis polisi terlihat melingkar di sepanjang rumah bertingkat dua. Polisi berseragam juga berjaga-jaga di beberapa titik, mengamankan tempat kejadian.

"Korban kesebelas?" Ketua tim langsung bertanya memastikan. Haikal yang sudah berada di TKP lebih dulu mengangguk. "Penyebab kematian?" tambahnya.

"Bukan pukulan benda tumpul, karena lukanya tidak dalam. Untuk mengetahui ada tidaknya racun dan jenis racun yang dipakai, kita harus menunggu hasil otopsi dan pemeriksaan toksikologi dari laboratorium. Kuku ibu jari hilang dan tidak ditemukan dimanapun, ada baretan inisial K di telapak korban," Haikal menjelaskan. "Ini jelas kasus yang sama."

"Sepertinya aksi kali ini tidak serapi kasus-kasus sebelumnya," Iwata angkat bicara.

Iwata mengamati keadaan TKP. Ada bercak darah di beberapa tempat menandakan korban sempat berpindah-pindah dan berusaha melarikan diri sebelum dipaksa menenggak racun.

Beberapa tim identifikasi dari unit Inafis yang datang lebih dulu sedang sibuk olah TKP. Menggumpulkan sidik jari. Darah yang tercecer di beberapa tempat juga diambil sampelnya untuk dilakukan tes. Benar seluruhnya darah korban ataukah ada darah orang lain yang mungkin tertinggal.

Juru foto TKP sibuk mengambil gambar. Petugas lain juga sama sibuknya, menempatkan nomor-nomor untuk menunjukkan keberadaan suatu barang, memeriksa setiap tempat. Tidak boleh ada yang terlewat.

"Iya. Sepertinya pelaku cukup kewalahan. Lihat!" Haikal menunjuk ke lantai. "Ada bubuk yang saya yakin 100% adalah bubuk racun yang berhambur."

"Bisa jadi itu hanya pengecoh," Iwata berasumsi.

"Mau taruhan?" Kalimat Haikal seketika itu juga mendapat delikan tajam dari ketua tim.

Huda hanya tersenyum melihat tingkah kedua seniornya.

"Kalau seberantakan ini mungkin saja pelakunya juga terluka. Racun dari Aconitine memiliki sifat yang mudah diserap kulit." Ketua tim juga mulai membuat hipotesa.

Kaki ketua tim bergerak satu langkah ke belakang, merapat di dinding. Ia menyilangkan tangannya di depan dada, berpikir. Imajinasi reka ulang pembunuhan yang baru saja terjadi pun dibangkitkan.

Dengan berpatokan pada tempat mayat tergeletak, jejak darah, bubuk yang diduga racun yang berhambur, dan segala ke kacauan yang terjadi dalam ruangan, ketua tim mulai mengurutkan.

Dimulai dengan kedatangan pelaku. Pelaku disambut dengan baik karena ada gelas berisi kopi yang belum tersentuh. Semuanya, sampai akhirnya korban dipukul dari belakang dengan menggunakan vas bunga. Ada pecahan vas bunga yang berserakan di lantai.

Korban mampu sadar lebih awal dari pingsannya, berusaha membebaskan diri, terjadi sedikit perlawanan meski akhirnya tetap berhasil dibunuh.

"Pelaku pasti juga terkena racun." Ketua tim berkata yakin. "Iwata, Huda periksa semua klinik, puskesmas, dan rumah sakit sekitar sini. Temukan orang yang memiliki tanda-tanda luka seperti sensasi terbakar disertai rasa kebas atau mati rasa. Periksa baik-baik, jangan sampai ada yang terlewat," tambahnya memberi komando.

"Siap!"

"Jangan lupa apotek juga," tambah ketua tim lagi.

Segera mengerti Iwata dan Huda bergegas. Mereka berpencar ke arah-arah yang berbeda sembari ditemani beberapa petugas lain.

"Identitas korban?" Ketua tim bertanya pada Haikal yang masih tinggal.

"Rahmadi 32 tahun, mantan personal TNI. Saya akan melakukan pemeriksaan lagi, juga terhadap kemungkinan catatan kriminalnnya."

Sementara ketua tim mengajukan beberapa pertanyaan kepada istri korban, ambulans petugas forensik tiba. Jenazah Rahmadi dipindahkan untuk kemudian dilakukan otopsi.

Istri Rahmadi adalah saksi yang pertama yang menemukan mayat suaminya. Ia mengenakan seweter hijau terang. Sesekali tangannya yang membawa tisu mengusap mata yang masih menumpahkan tangis.

Istri Rahmadi memiliki kebiasaan pergi ke pasar sore hari. Ketika pulang dari pasar, ia akan menyempatkan diri mengunjungi orang tua yang tinggal bersama adiknya di gang sebelah, di seberang jalan tidak jauh dari tempatnya berbelanja.

Ketika pulang, sang istri panik melihat keadaan rumah berantakan dan semakin histeris ketika melihat suaminya tergeletak dalam keadaan terikat dan kepala terluka. Kegaduhan yang istri Rahmadi timbulkan yang kemudian menarik perhatian para tetangga, yang salah satunya bergegas menghubungi polisi.

Tidak puas hanya dengan keterangan istri korban, ketua tim mengajukan beberapa pertanyaan kepada para tetangga. Mencari saksi, atau keterangan apapun yang mungkin berguna.

Ketua tim juga berkeliling di sekitar lokasi, mencari titik-titik yang dilewati CCTV. Yang mungkin saja menangkap sosok mencurigakan.

Rahmadi tinggal disebuah kawasan menengah. Bukan area perumahan elit sehingga CCTV adalah sesuatu yang langka. Tidak ada toko perhiasan atau bank yang selalu dilengkapi dengan CCTV.

Bahkan swalayan satu-satunya yang memiliki akses CCTV, yang ada di daerah yang sama, sedang tidak berfungsi. Padahal arahnya tepat ke badan jalan. Satu-satunya jalan yang bisa dilewati setiap orang, juga kemungkinan pelaku untuk sampai ke rumah targetnya.

Pencarian ketua tim akhirnya selesai tanpa hasil. Ketika kembali, ia mendapat pesan dari Huda bahwa mereka berhasil menemukan seseorang yang terinfeksi racun.

avataravatar
Next chapter