3 #Bagian 2 : Pembunuh Berantai.

Sebuah mayat baru saja ditemukan. Mayat yang kembali melengkapi daftar pembunuhan yang terjadi di tanah air. Mayat dari kasus pembunuhan yang disebut-sebut terbesar sepanjang sepuluh tahun belakangan.

Pembunuhan. Kasus pembunuhan. Lebih tepatnya lagi adalah kasus pembunuhan berantai.

Kasus bermula satu setengah tahun lalu.

Korban pertama adalah seorang preman, 33 tahun. Pernah dipenjara selama dua tahun. Memiliki catatan kejahatan pemerasan, mengancam, dan sering melakukan tindak kekerasan.

Korban masih berstatus lajang, namun sering bergonta-ganti pasangan dan keluar-masuk tempat-tempat prostitusi. Tinggal sendiri di sebuah rumah yang merupakan warisan orang tuanya.

Korban ditemukan oleh seorang pemulung pukul 07.00 dekat tumpukan sampah, jalan menuju arah ke rumahnya. Menurut petugas identifikasi, berdasarkan kelebaman dan kekakuan mayat, kematian korban diperkirakan 6 jam lalu setelah mayat ditemukan.

Hasil identifikasi cocok dengan pengakuan seorang saksi yang melihatnya keluar dari sebuah tempat hiburan malam. Wajah korban juga sempat tertangkap CCTV sebuah swalayan 24 jam ketika membeli rokok.

Ada luka pukulan benda tumpul di kepala korban namun bukan penyebab kematian. Hasil otopsi menemukan bahwa mekanisme kematian adalah Asfiksia.

Hasil pemeriksaan toksikologi forensik menemukan Pseudaconitine dengan kandungan mematikan dalam darah, urine, dan empedu korban. Pseudaconitine adalah senyawa beracun yang biasanya ditemukan pada tanaman berbahaya seperti Wolfsbane. Tanaman yang disebut-sebut merupakan salah satu dari sepuluh tanaman paling mematikan di dunia.

Tanda-tanda Asfiksia ditemukan pada tubuh korban, yang biasanya juga ditemukan pada korban mati lemas seperti tercekik atau gantung diri. Untuk kasus ini, racun menyebabkan korbannya kesulitan bernapas, mengganggu fungsi kerja jantung, sampai pada akhirnya menyebabkan kematian.

Dugaan sementara pembunuhan didasarkan atas motif dendam. Mengingat banyaknya orang yang membenci korban dan menginginkan kematiannya.

Penyelidikan dan pengusutan kasus terus dilakukan, namun tidak banyak kemajuan yang bisa diperoleh.

Tiga setengah bulan kemudian, saat penyelidikan kasus sebelumnya hanya diam ditempat dan berkas kasus menumpuk bersama berkas-berkas kasus yang belum terselesaikan lainnya, korban kedua ditemukan. Korban dengan tanda-tanda kematian yang sama.

Selain Asfiksia, luka akibat pukulan benda tumpul yang dilakukan dari belakang juga ditemukan di kepala korban.

Selain penyebab kematian dan benda pemukul yang mudah ditemukan di sekitar korban, tanda-tanda lain yang juga sama dengan korban sebelumnya ditemukan.

Tangan dan kaki korban diikat menggunakan kabel ties. Mulut disumpal. Kuku ibu jari tangan sebelah kiri dicabut dan tidak ditemukan dimana pun. Juga sayatan inisial K di telapaknya.

Pada korban pertama, hilangnya kuku dan sayatan inisial K memang tampak mencurigakan dan tidak wajar. Tidak seperti pembunuhan motif dendam pada umumnya.

Tapi sekali lagi, karena tidak banyak kemajuan dan hasil yang diperoleh dari proses penyelidikan, segala hal yang ditemukan saat olah TKP kemudian hanya menjadi dugaan semata.

Korban ketiga ditemukan tiga minggu setelah korban kedua ditemukan.

Tujuh minggu kemudian atau empat minggu setelah korban ketiga ditemukan, korban keempat pun jatuh.

Lima minggu setelah korban keempat, korban kelima. Begitu seterusnya pelaku menentukan pola kejahatannya.

Meski polisi mengetahui pola kejahatan pelaku, polisi tetap tidak bisa mencegah jatuhnya korban. Pelaku masih tidak tersentuh hukum dan bebas melakukan aksi kejahatannya. Tidak ada saksi, tidak ada bukti. Tempat-tempat yang dipilih untuk membunuh juga tidak terjangkau CCTV. Tidak ada celah.

Kejahatan umumnya dilakukan pada malam hari atau saat korban berada dalam rumah seorang diri. Di saat banyak orang memang tidak memiliki alibi yang kuat karena sedang menghabiskan waktu dengan beristirahat di kamar.

Pelaku diduga memiliki keahlian membuka kunci atau mengenal para korban karena tidak ditemukan adanya kerusakan tanda pintu dibuka dengan paksa.

Korban pertama dan korban kedua diketahui tidak memiliki hubungan. Korban ketiga dan keempat pun sama halnya.

Selain sama-sama pria, latar belakang, jenis pekerjaan, usia korban, semua berbeda. Membuat petugas kepolisian akhirnya berasumsi pelaku hanya mengicar korban pria dan pemilihan dilakukan secara acak.

"Ini bukan kejahatan acak."

Seorang Iptu dari unit penyelidik memberi intrupsi di tengah rapat darurat yang sedang diadakan di aula kantor. Beberapa petugas yang dipilih dari satuan Resmob, Jatanras, dan tim identifikasi dari unit Inafis juga bergabung.

"Hasil dari penyelidikan terakhir mengungkapkan semua korban pernah melakukan tindak kejahatan."

Petugas muda itu menjelaskan hasil penyelidikannya dengan sesekali mengintip catatannya. Ia mengurutkan dari korban pertama yang seorang preman.

Korban pertama Suratman 33 tahun, seorang preman yang pernah melakukan penipuan, memeras, mengancam, dan sering menggunakan kekerasan. Meski pernah dipenjara dua tahun, Suratman kembali dengan pekerjaannya sebagai preman yang paling ditakuti di beberapa tempat yang diklaim sebagai daerah kekuasaannya.

Belakangan setelah keluar dari penjara, Suratman direkrut sebagai tukang pukul oleh seseorang yang memiliki kekuasaan. Sehingga, meski tetap melakukan tindakan kejahatan seperti sebelumnya, Suratman tidak akan bisa tertangkap dengan mudah.

Korban kedua Arman 24 tahun, mahasiswa yang tidak kunjung lulus karena mentok di skripsi. Tindak kejahatan yang pernah dilakukannya adalah kasus pemerkosaan terhadap teman perempuan sekampusnya. Beberapa hari kemudian Arman dibebaskan karena kurangnya bukti.

Seminggu sebelum Arman ditemukan dibunuh di kamarnya, menyebar desas-desus mengenai Arman yang terlibat kasus percobaan pemerkosaan lainnya. Kasus tersebut tidak sampai dilaporkan sehingga tidak ditemukan catatannya di kepolisian.

Korban ketiga seorang anggota geng motor. Korban keempat seorang penipu dengan modus NLM yang masih buron. Korban kelima preman pasar, meski tidak memiliki catatan kejahatan khusus di kepolisian namun cukup meresahkan. Korban keenam Manggala Boby, seorang mantan guru pedofil yang memiliki kesamaan dengan korban pertama, pernah mendekam dalam penjara dan baru saja keluar.

"Jadi apa yang pelaku inginkan? Pujian karena rasa keadilannya yang tinggi? Atau mencoba menjadi hukum?"

"Rasa keadilan apanya!" Petugas polisi yang berpangkat lebih tinggi dari yang lainnya menimpali. "Orang itu tidak ada bedanya dengan psikopat gila yang hanya membunuh karena menyukainya. Tidak lebih!"

Polisi berpangkat tinggi itu berbicara bukan tanpa alasan. Seorang psikopat biasanya membunuh, kemudian mengambil sesuatu dari korbannya untuk disimpan, mirip sebagai cendera mata.

Kuku ibu jari sebelah kiri dari setiap korban yang tidak ditemukan dimanapun membuktikan pelaku mengambil dan menyimpannya. Mengoleksinya seolah benda itu adalah barang antik dan berharga yang harus dimilikinya.

Rapat diakhiri dengan pembagian tugas dengan mengelompokkan beberapa kasus kejahatan mencolok yang beredar di masyarakat. Baik yang laporannya masuk ke kepolisian ataupun tidak.

Beberapa preman yang masuk cacatan hitam pun dikelompokkan sebagai orang-orang yang paling berpotensi sebagai korban selanjutnya.

Penyelidikan kemudian lebih dikhususkan ke pencegahan jatuhnya korban baru.

Delapan bulan atau tujuh minggu setelah korban keenam ditemukan, korban ketujuh pun masih tidak bisa dicegah.

Di saat kepolisian fokus pada kriminal jalanan dan beberapa remaja bermasalah, korban yang terpilih ternyata adalah pejabat korup.

Akhmidi 42 tahun. Seorang anggota Dewan yang menurut sumber terpercaya sering menerima uang suap dalam jumlah fantastis dari berbagai perusahaan besar agar memenangkan tender.

Berita mengenai anggota Dewan yang tersangkut korupsi memang sedang santer terdengar. Nama Akhmidi disebut beberapa kali di berbagai media.

Saat ditemukan meninggal di ruang tamu rumahnya, beberapa barang-barangnya sudah dikemasi, yang artinya ia hendak melarikan diri ke luar negeri. Koper, pasport, dan dokumen perjalanan lain sudah disiapkan. Anak dan istrinya bahkan sudah diam-diam dikirim ke luar negeri lebih dulu.

Para petugas kepolisian geram, frustasi. Mereka kecolongan lagi tanpa bisa berbuat apa pun.

Ruang lingkup preman, remaja bermasalah, dan orang-orang yang memiliki catatan kriminal saja sudah cukup luas, kali ini ditambah dengan kemungkinan korban baru yang berasal dari kalangan elit politik, para politikus bermasalah.

Penyelidikan pernah dilakukan berdasarkan daerah tempat pelaku memilih mangsanya. Tapi bahkan dengan menghitung hal itu, kemungkinan pelakunya masih sangat luas.

Ruang kejahatan pelaku hampir merata di setiap wilayah. Semua tempat pernah dijangkaunya seolah pelaku meletakkan banyak tangan di berbagai tempat yang berbeda.

Dugaan mengenai pelaku yang seorang pembunuh bayaran pernah mengudara. Namun dengan meneliti lebih, dan lebih dalam lagi, pola kejahatan yang dilakukan, dan sekali lagi, pembunuh bayaran biasanya tidak mengoleksi sesuatu dari korbannya yang membuat kejahatannya berjejak. Dugaan itu pun akhirnya hanya menguap saja di udara.

Tidak ada lagi yang menduga-duga. Pelakunya adalah seorang psikopat. Seseorang dengan tipe yang sangat teliti dan berhati-hati.

Setelah jatuhnya korban kesembilan, jeda kejahatan yang dilakukan lebih lama dari aturan waktu yang ditetapkan. Ada tiga bulan lebih waktu kosong.

Kemungkinan yang terpikirkan hanya ada dua. Pertama, pelaku mengubah pola kejahatannya atau kedua, ruang gerak pelaku terbatas karena suatu hal.

Banyak yang sangat berharap bahwa korban kesembilan adalah korban terakhir. Yang berarti kemungkinan kedua yang terjadi. Mereka benar-benar berharap ruang gerak pelaku terbatas karena suatu hal.

Beberapa dari mereka bahkan berpikir mungkin saja pelaku tengah berbaring lemah di rumah sakit, kritis. Meski sedikit, ada juga yang berpikir pelaku telah meninggal karena kecelakaan atau terkena penyakit mematikan, buah dari karmanya.

Jika boleh jujur, hal seperti itulah yang sangat diharapkan. Dengan begitu rentetan pembunuhan yang tidak kunjung terpecahkan akan berhenti.

Walaupun yang dibunuh adalah seseorang yang pernah melakukan kejahatan, penjahat tetaplah penjahat. Jika kejahatan dengan kedok kebaikan bebas dilegalkan, banyak orang akan menjadi seenaknya. Apa gunanya peraturan dan untuk apa ada hukum.

Tidak berlama-lama dibuai kemungkinan-kemungkinan, korban kembali ditemukan. Dengan tanda-tanda kematian yang sama, jenis racun yang sama.

Jeda satu setengah bulan kemudian korban yang lainnya ditemukan lagi. Lebih cepat dari yang seharusnya.

Pola penetapan waktu berubah, artinya pelaku masih dalam keadaan baik-baik saja dan masih dapat menghirup oksigen dengan nyaman setelah berhasil menghabisi korbannya. Siap beraksi untuk pembunuhan selanjutnya.

***

"Dia bohong!" vonis seorang petugas.

Ada dua orang petugas dan satu terduga pelaku dalam ruang introgasi. Petugas pertama adalah seorang senior yang bertugas mengajukan beberapa pertanyaan untuk mendapat pengakuan dari terduga pelaku.

Sementara petugas yang lebih junior diminta untuk mengamati, bertindak sebagai detektor kebohongan.

"Bohong!" Yang divonis tidak terima. Suaranya mendadak tinggi.

"Seseorang yang sedang berbohong biasanya terlihat dari gerakan bahunya yang tidak simetris dan itu sudah terjadi dari awal saat Anda mulai bercerita." Petugas yang bertindak sebagai detektor kebohongan menjelaskan.

Terduga pelaku mengepal tangannya dengan ibu jari yang ia gerak-gerakkan. Merasa terpojok, mulai gugup.

Petugas itu kembali melanjutkan, "Yang kami ingin tahu adalah apa yang sudah terjadi tapi berkali-kali bola mata Anda bergerak ke sisi kanan atas. Artinya anda sedang menyusun cerita yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Artinya lagi, dari awal, semua cerita Anda berisi kebohongan. Semuanya!"

Teori mengenai pergerakan bola mata untuk mendeteksi bagaimana seseorang berpikir sudah banyak berkembang. Teori yang juga bisa digunakan untuk mengetahui seseorang tengah berbohong, menyembunyikan sesuatu, atau berkata jujur.

"Kamu masih bohong juga, masih tidak mau mengaku?!" Petugas senior yang mulai kehabisan kesabarannya membentak.

Kasus pencurian terjadi di sebuah kompleks perumahan. Barang-barang yang hilang adalah laptop, 2 smartphone, dan uang tunai senilai 5 juta rupiah.

Sehari setelah satuan yang berwenang mengadakan penyelidikan, seluruh kecurigaan mengarah pada tetangga korban, seseorang yang datang berkunjung sehari sebelum kejadian.

Dan, setelah surat penangkapan keluar, disinilah tetangga korban itu berada. Menjadi satu-satunya terduga pelaku.

Tok, tok, tok –seseorang yang baru saja mengetuk pintu ruang introgasi menampakkan dirinya.

"Iwata, dipanggil Komandan." Kepala seorang petugas berseragam muncul dari balik pintu yang sedikit terbuka. Ia sedang berbicara pada petugas yang berdiri dengan bersandar pada dinding, yang bertugas sebagai detektor kebohongan.

"Saya?"

"Iya. Cepat!"

Sebenarnya kasus kali ini tidak ada hubungannya dengan petugas yang dipanggil dengan nama Iwata. Hanya karena kemampuannya membaca mimik wajah dan gerak tubuh, juga ketepatan penilaiannya yang tidak pernah meleset, ia sering dimintai bantuan dari unit lain sebagai pendeteksi.

Iwata, ia meninggalkan ruang introgasi. Bergegas memenuhi panggilan yang baru disampaikan padanya.

avataravatar
Next chapter