1 1 First Impression

Sejak sebelas tahun berlalu, hari ini Sonya harus memberanikan diri menemui seorang sahabat lama. Dengan jantung berdecak, kakinya terus bergerak-gerak tak tenang. Segelas cokelat di hadapannya masih mengepulkan asap, dan belum disentuhnya. Kedua telapak tangannya menyatu, menampakkan keresahan yang tak jelas tergambar.

"Permisi," seseorang menyapa dari balik tubuh Sonya.

"Ya?" ia memiringkan kepalanya mengingat-ingat apakah ia pernah bertemu sebelumnya, semakin Sonya memutar otak, semakin tak juga dia mengenali.

"Nona Sonya?"

"Eeehm," Sonya membetulkan syal yang melilit di lehernya.

"Andaa?" Sonya mengisyaratkan bahwa ia tak mengenalnya.

Wanita di depannya sontak terhenyak dan menepuk kepalanya sedikit. "Maaf, maaf. Perkenalkan saya asisten Nona Laura, apa benar anda Nona Sonya?"

"Aahh, iya saya Sonya. Maaf, saya sedikit kikuk," Sonya mengulurkan tangannya pada wanita yang menyebut dirinya sebagai asisten Laura. Yah, benar. Laura memang sudah menjadi orang yang cukup berpengaruh sekarang. Sejak Laura memutuskan menjadi role model kanak-kanak, ini pertemuan perdananya dengan wanita berparas cantik sejak lahir itu. Tak mengherankan jika Laura tak sempat bertemu dengan Sonya, meskipun saat kecil mereka sangat akrab, bahkan hampir setiap tiga hari sekali Sonya menginap di rumah Laura, begitu juga sebaliknya.

Orang tua Laura yang notabene berasal dari kalangan terpandang memang mendidik Laura menjadi seorang entertainer. Parasnya yang memang cantik sejak kecil itu sudah membuat terpana para pemburu bakat modelling. Tak sia-sia setiap hari Laura les privat mengenai kelas model, hingga akhirnya dia terpilih sebagai model kanak-kanak berprestasi yang diperhitungkan seluruh pelosok negeri. Laura sejak belia sudah diajarkan untuk meniti karir, dan sekarang sudah sukses. Ia bukan hanya sukses sementara seperti beberapa artis televisi di ibu kota. Kharismanya begitu memikat, daya tarik yang hingga sebelas tahun berlalu masih menjadikannya sebagai model papan atas. Semakin dewasa, kelas modellingnya semakin tinggi juga. Terakhir, beberapa kali dia terlihat di sampul majalah fashion ternama. Beberapa kali juga dia tampil menjadi brand ambassador brand make-up lokal yang menjadi booming dan digandrungi remaja se-Indonesia.

Pertemuan kali ini juga bukan merupakan pertemuan sederhana, Sonya butuh banyak hal untuk mencari tahu cara menemui Laura, bintang majalah tersebut. Sahabatnya itu bahkan mungkin saja telah melupakannya. Namun Sonya bertekad keras untuk menyaksikan sendiri, menemuinya apakah Laura masih mengingatnya atau hanya dia yang masih terbayang dengan persahabatan masa kecilnya. Banyak prosedur yang harus Sonya lewati sebelum akhirnya manager atau asisten Laura menjadwalkan pertemuan dengannya.

"Hallo," sekali lagi suara wanita kembali muncul dari balik tubuh Sonya yang memang membelakangi pintu masuk.

"Oh, hai," Sonya beranjak dari tempat duduknya dan menyalami wanita cantik yang amat dikaguminya itu.

"Maaf ya, sudah menunggu lama," dia berucap ramah, masih sama seperti sebelas tahun lalu. Hanya saja, kulitnya sudah banyak dipoles, membuatnya semakin menarik.

"Tidak masalah, Nona Laura," Sonya sedikit canggung berbicara dengan sahabat yang sudah lama tidak berjumpa. Haruskah ia hanya menyebut nama?

"Panggil Laura aja," dia tersenyum lebar.

"Sepertinya Laura memang sudah tidak mengingatku, akan lebih baik jika aku tidak perlu mengingatkannya," batin Sonya kecewa, namun ia berusaha untuk tetap tenang dan tersenyum tulus pada Laura. Ia mengerti, sudah banyak hal dilalui sahabatnya itu, mungkin itu yang membuatnya sedikit melupakan masa kecil mereka.

"Ehm, baik. Laura, jadi mau pesan minuman apa?"

"Terimakasih, tidak perlu, aku sudah membawa minuman di mobilku," jawabnya sambil melepas kaca mata hitam yang mengahalangi pandangan jernihnya kepada wanita di depannya.

"Tidak suka Cokelat kah, Laura?" Sonya mencoba berbasa-basi, seakan berusaha mengingatkan bahwa cokelat adalah minuman kesukaan mereka diwaktu kecil.

"Eh, aku..."

"Laura sedang diet, jadi mengontrol minuman dan makanannya," jawab managernya yang muncul secara tiba-tiba.

"Oh, begitu ya?" Sonya mencoba tersenyum ramah, meski hati kecilnya berharap Laura mengingatnya, mengingat cokelat kesukaan mereka, cokelat yang juga sedang ada di hadapannya.

"Tidak bisakah aku punya segelas coklat juga?" Laura berharap pada managernya.

"Tapi, Non Laura kan sedang diet," managernya berusaha untuk mengingatkan kembali.

"Ahhh.. Ya sudah kalau begitu." Manager Laura tampak menghela napas dalam, kemudian membuka buku agendanya.

"Jadi, Nona Sonya,"

"Sonya saja, supaya lebih akrab," Sonya tersenyum lagi kepada wanita yang lebih tua 10 tahun darinya itu.

"Baik, Sonya, jadi kami kemari sesuai jadwal yang sudah di rancang kemarin ya, bisa kita mulai sekarang?"

"Oh, tentu. Jadi sesuai kesepakatan kemarin, saya di sini berperan sebagai wakil dari Primary Boutique. Seperti yang sudah menjadi rahasia umum bahwa Laura adalah bintang fashion musim ini, jadi kami sepakat bahwa Laura akan menjadi brand ambassador dari butik kami. Seperti yang sudah saya jelaskan kemarin ya Mba Lena," Sonya menunggu anggukan manager Laura. Sekilas diliriknya ekspresi bosan di wajah Laura, sebab segala sesuatu tentangnya sudah diambil alih oleh Lena, asisten sekaligus manager pribadinya.

"Baik, Sonya. Jadi sudah saya bicarakan hal ini kepada Non Laura. Anda bisa konfirmasikan sendiri, dan sekaligus tanda tangan kontraknya."

"Jadi, Mbak Laura, bagaimana?"

"Begini saja, saya tidak ingin berlama-lama, sebab hari ini jujur saja saya dikejar target take photo shoot. Saya setuju dengan projek ini, untuk jadwalnya nanti akan diurus oleh Mbak Lena, dan untuk kontraknya, bisa saya pelajari dulu?"

"Dia masih cerdas seperti dulu walaupun dunianya sudah beralih jauh," Sonya menyodorkan surat perjanjian dan kontrak tersebut sambil terus mengagumi kecerdasan Laura, terutama dalam hal melobi. Siapa yang tidak akan mengiyakan tawaran dari seorang Laura?

"Nah, baik, sudah saya baca semuanya dan sepertinya oke-oke saja. Sekarang akan saya tanda tangani kontraknya ya," Laura dengan cepat menanda tangani kontrak seolah sudah lihai dan terbiasa dengan hal semacam ini. Luar biasa.

"Baik, jika ada yang perlu ditanyakan lagi bisa langsung menghubungi kontak yang sudah saya kirim ke Mbak Lena ya, sebab saya hanya wakil jika Mbak Melda sedang berkepentingan," jelas Sonya.

Rekan kerja baru Sonya tampak puas dan mengangguk-angguk. Mereka sudah tampak tidak sabar untuk segera melesat dari tempat itu.

"Baik, mohon maaf ya Sonya, kami harus segera pergi. Bukan maksud kami tidak sopan, tapi waktu mengejar Laura untuk segera kembali bekerja."

"Tidak apa Mbak Lena, itu pasti sudah menjadi maklum untuk seorang entertainer seperti Laura. Saya sangat bangga sudah sempat bertemu dengan Mbak Laura."

"Terimakasih atas pengertiannya. Anda rekan kerja yang baik," Laura mengulurkan tangan setelah mengenakan kembali kaca matanya.

"Anda juga, Laura. Selamat jalan, semoga selamat sampai tujuan,"

Keduanya pergi meninggalkan Sonya dan cokelatnya yang hangat-hangat di meja. Tak butuh waktu lama, segelas coklat itu habis ditelannya. Dia bergegas mengemasi berkas dan meninggalkan cafe yang mengusik ketenangannya beberapa detik yang lalu.

avataravatar
Next chapter