1 Berbeda tapi terikat

Senyum bahagia terukir jelas di wajah seorang gadis yang kini tepat berusia sembilan belas tahun. Ia tak henti-hentinya memandangi kue yang sejak beberapa menit lalu diberikan oleh sang Ibu. Rasanya sangat menyenangkan bisa menikmati kue enak meski hanya setahun sekali, itupun jika mereka memiliki uang lebih untuk membelinya.

"Sampai kapan kamu mau melihatnya terus? Apa kau tidak ingin merasakan enaknya kue ini?" tanya sang Ibu.

Gadis itu tersenyum dan kembali tersadar dari lamunannya. "Ibu, apa aku boleh meminta sesuatu?"

Meri tersenyum seraya mengelus rambut Alula lembut. Dia sadar jika sejak kecil gadis itu tidak pernah meminta apapun padanya, bahkan kini ia sudah tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik dan dewasa. Dewasa karena keadaan memaksa Alula, dan juga dewasa karena menghadapi kenyataan pahit dalam hidupnya selama sembilan belas tahun ini.

"Bu?" panggil Alula menyadarkan Meri. "Apa aku gak boleh meminta sesuatu di hari ulang tahunku?"

"Tentu saja boleh," ucap Meri cepat. "Kamu boleh meminta apapun, tapi maaf jika ini terlalu sulit Ibu tidak bisa memberikannya."

Alula menggelengkan kepala. "Ini bukan sesuatu yang bisa dibeli dengan uang, Bu." Ia menunduk merasa takut untuk mengatakan hal ini, namun rasa penasaran terus mendorongnya.

Sembilan belas tahun hidup bersama Meri tanpa tahu siapa dan mengapa ia bisa berada di panti asuhan membuat Alula memikirkan banyak pertanyaan. Apakah ia anak yatim? Apakah ayahnya masih hidup? Apakah ia anak haram? Atau justru dia anak yang dibuang oleh kedua orangtuanya?

Semua pertanyaan yang selama ini terpendam sudah tidak lagi bisa ditahan. Terlalu banyak pertanyaan hingga Alula merasakan sesak yang begitu menyiksanya selama ini.

"Katakanlah, Nak."

"Di mana Ayah berada, Bu?"

Meri terdiam dengan raut wajah yang kini tak sedikitpun bisa dimengerti oleh Alula. Wanita itu mengerti, bahkan sangat mengerti mengapa gadis di hadapannya ini menanyakan hal yang sangat sensitif itu padanya. Cepat atau lambat memang dia harus mengatakan yang sejujurnya, namun siapa sangka jika hari itu akan tiba secepat ini.

Pertanyaan yang selalu membuat Meri khawatir setiap saat kini benar-benar telah didengar olehnya secara langsung tanpa ada gangguan. Bingung dan takut semua kini menjadi satu dalam benak wanita berusia empat puluh sembilan tahun ini.

"Bu, maaf karena Lula bertanya seperti ini." Raut wajah gadis itu terlihat sedih mendapati sang Ibu yang seketika terdiam. Dirinya tahu jika tidak seharusnya ia bertanya hal yang menyakiti hati Ibunya. Selama ini Alula yakin jika suatu saat nanti Meri akan mengatakan di mana keberadaan ayahnya, namun sayang ego dalam hatinya membuat hari ulang tahun yang awalnya menyenangkan kini menjadi menyedihkan.

"Maaf ...," lirih Meri tak kuasa menahan bulir-bulir air matanya. "Maaf karena Ibu tidak bisa mengatakan hal yang sejujurnya."

Tangis Meri pecah saat itu juga. Hal yang sangat begitu menyedihkan untuk dirinya ialah ketika ia harus berpura-pura baik-baik saja saat rahasia besar menjadi beban dalam hatinya. Rahasia mengenai putri kecilnya itu, rahasia yang selama bertahun-tahun ini ia pendam sendiri diiringi do'a agar dia bisa tetap merahasiakan semua dengan baik.

Alula memeluk sang Ibu lembut seraya menyesali apa yang telah terjadi. Dia tidak pernah tahu apa yang selama ini terjadi pada Meri, namun melihat orang yang begitu ia kasihi menangis seperti ini membuat Alula tidak lagi berniat untuk membahas hal ini. Hati kecilnya sudah sangat terluka menyaksikan air mata itu mengalir, kini semua pertanyaan itu tidak lagi penting untuk dirinya.

Dilain tempat seorang laki-laki dengan setelan jas mewah siap memasuki pesta megah yang disiapkan oleh kedua orangtuanya. Hal seperti ini sudah bukan lagi sesuatu yang baru untuk dirinya karena ini menjadi agenda wajib setiap tahun.

Seorang laki-laki dengan wajah tampan dan menjadi pujaan setiap gadis dari kalangan bawah hingga atas semua memujanya. Ya! Siapa yang tidak ingin menjadi kekasih seorang Aileus Leo Zenith seorang pewaris tunggal kekayaan dari keluarga Zenith ini. Kekuasaan mereka sudah sangat dikenal dimana-mana, dan itu sebabnya banyak orang yang ingin menjadikan Leo menjadi menantu keluarga mereka.

"Bagaimana? Kau suka pestanya?" Terdengar suara seorang wanita dari arah belakang.

Leo berbalik dan tersenyum sambil memeluk wanita itu. "Bagaimana aku akan menyukai pesta ini jika Mommy selalu bersedih di hari ulang tahunku," ucapnya dengan tenang.

Leo memang dikenal dengan sifatnya yang tenang namun penuh kejutan. Dia mewarisi sifat sang Ibu yang selalu tenang dalam setiap keadaan meski dalam hatinya sangat gelisah.

"Bahagialah, Nak. Mommy selalu berdo'a yang terbaik untukmu dan ..." Wanita itu menghentika ucapannya saat menatap mata sang putra. "Dan juga kebahagiaan yang sama untuk dia," sambungnya dalam diam.

"Mommy baik-baik saja?" tanya Leo yang panik melihat mata Erika yang sudah berkaca-kaca.

"Mommy hanya tidak tahu bagaimana menunjukkan rasa bahagia ini," sahutnya.

Pesta besar menanti sang putra mahkota keluarga Zenith. Banyak gadis yang rela mengeluarkan uang ratusan juta untuk ke salon dan membeli gaun mahal dan cantik untuk bisa menarik perhatian sang pangeran. Bahkan banyak para pengusaha menyodorkan putri mereka untuk bisa dekat dengan Leo, tentu dengan harapan pria itu akan menjadikan putri mereka ratu nantinya.

Acara seperti ini adalah yang paling dibenci olehnya karena banyak iblis berkedok malaikat demi meraup untung besar. Mereka mendekati Leo hanya karena ia terlahir dari keluarga terpandang dan tentunya cucu satu-satunya dari keluarga ini.

Leo berjalan meninggalkan pesta setelah menyapa beberapa tamu penting dari ayah dan kakeknya. Dia menyendiri di balkon yang terdapat di lantai dua rumah ini. Dari sana dia bisa melihat semua tamu undangan yang datang, namun pemandangan di langit malam dengan banyak bintang menghiasi lebih menarik perhatiannya.

Ia memejamkan mata seraya menghela napas berat. Jujur saja disetiap hari ulang tahunnya Leo selalu merasa kesepian, ada perasaan aneh bahkan sangat menyakitkan seperti dirinya kehilangan sesuatu yang sangat berharga.

Dilain tempat, Alula yang kini juga tengah menatap langit malam yang sama juga merasakan hal itu. Kesepian sudah menjadi hal yang biasa untuknya, terlebih saat beberapa temannya dibawa pergi satu per satu untuk memulai hidup mereka dengan keluarga yang baru. Sayang sekali Alula tidak bisa merasakan hangatnya keluarga karena Mira selalu menolak jika ada orangtua yang ingin mengadopsi Alula tanpa ada alasan yang jelas.

Dari tempat yang berbeda dengan keadaan yang tidak sama pula keduanya merasakan kesepian dan kehilangan yang menyakitkan. Tidak akan ada yang bisa memastikan kita akan bahagia saat kita kaya atau miskin, semua itu rahasia Tuhan yang tidak akan pernah bisa dilihat atau diramalkan oleh manusia.

"Aku harap tahun ini semua perasaan menyakitkan ini bisa hilang," ucap keduanya di saat bersamaan dari tempat yang berbeda.

avataravatar
Next chapter