1 Yusuf Alawi

Di suatu pagi yang rindang terdengar kicauan burung di dahan dahan ranting yang masih terbungkus embun. sarung yang masih membalut pinggang sampai mata kakinya seolah menari tanpa peduli sudah berapa tetes keringat terserap olehnya.

Di dapur pondok pesantren Nurul Ilmi Yusuf yang memiliki perawakan tinggi dan bola mata yang indah dengan badan yang proporsional tengah berlari-lari menyiapkan sarapan pagi untuk para santri.

Di pondok ini Yusuf menemukan jati dirinya yang sesungguhnya. Dia kembali teringat ketika dia masih bekerja di pasar senggol sebuah pasar yang terletak di tengah-tengah kota Jombang. Yusuf pada waktu itu masih menjadi Yusuf yang kasar, beringas pemimpin yang ditakuti oleh seluruh anak buahnya dan menjadi wakil ketua preman di sekitaran area pasar senggol.

Minum minuman keras,narkoba dan segala kejahatan lainnya sudah tidak pernah terlepas dari kehidupan Yusuf pada masa-masa itu. Yusuf menjadi orang yang yang ditakuti banyak orang. memalak setiap pedagang yang ada di pasar senggol sudah menjadi pekerjaannya,berebut lahan parkir dengan preman-preman lain sudah menjadi nasi yang di makan setiap hari olehnya.

Meski begitu Yusuf mempunyai sisi baik sejak kecil dia sudah ditinggal oleh kedua orang tuanya karena kecelekaan mobil yang merenggut nyawa kedua orang tuanya dan kakak semata wayanganya dia menjadi anak yang tegar. Kecelakaan tersebut membuat ayah,ibu dan kakak laki-lakinya yang sedang dalam perjalanan menjemput Yusuf di rumah kakeknya mengalami kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan mobil yang ditumpangi oleh 3 anggota keluarga Yusuf menjadi terbalik dan berguling-guling sampai ke dasar jurang di area hutan perbatasan antara kota Malang dengan kota Jombang. Waktu itu keluarga Yusuf sedang dalam perjalanan menuju kota Jombang setelah menghadiri acara wisuda dari Idris Alawi kakak semata wayangnya Yusuf yang telah menyelesaikan S1 nya di universitas Malang sehingga waktu itu Yusuf masih kecil lalu dititipkan di rumah kakeknya yang tak jauh dari rumahnya hanya berjarak 46 KM yang ter terpisah oleh tiga kecamatan dari kediaman rumahnya.

Setelah kematian kedua orang tua dan kakak semata wayangnya Yusuf kecil di besarkan oleh kakeknya Mbah Ali Mustaqim yang sangat menyayangi Yusuf.

Mbah Ali Mustaqim adalah salah satu tokoh pendekar silat yang di segani di dunia persialatan. Dengan didikan beliau Yusuf kecil sudah di ajari gerakan gerakan dasar silat.

Mbah Ali Mustaqim membesarkan Yusuf kecil yang berumur 4 tahun sampai Yusuf remaja 15 tahun dengan penuh kasih sayang sampai Yusuf Alawi lulus Madrasah Tsanawiyah Negri.

karena keadaan ekonomi mbah Ali Mustaqim yang menengah kebawah bahkan bisa di katakan miskin sehingga untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi Yusuf harus bekerja di pasar senggol dan di situlah awal Yusuf mengenal dunia jalanan. Dengan dasar silat yang di milikinya Yusuf berkembang menjadi preman yang di takuti oleh kalangan preman yang lain. yang awalnya yusuf menjadi kuli panggul di pasar silih berganti Yusuf menjadi preman terkemuka dengan julukan preman sebrang lor. karena rumahnya yang berada di sekitar utara pasar.

kehidupan keseharian Yusuf ketika itu sangat amburadul. di pagi sekolah dan di sorenya dia menjadi menajemen preman dan dari situlah dia melanjutkan sekolahnya di SMK Fatah Hasyim.

suatu ketika Mbah Ali Mustaqim yang sudah tua dan sakit-sakitan memanggil yusuf ketika usai sarapan "Sop, kowe wes wayahe mondok le, mbahmu wes tuo, wes kalah karo jaman seng soyo edan, minggu ngarep koe tak gowo nang anak.e koncoe mbah, Gus Nurdin, mengko koe melok nang pondoke Gus Nurdin di sambi sekolah lan ngaji nang kunu." Yusuf yang mendengar hal tersebut seperti tersambar gledek di siang bolong. Kehidupan pasarnya memang di sembunyikan rapat rapat oleh Yusuf 2 tahun belakangan ini karena Yusuf tau dan tidak mau membuat kakek semata wayangnya, orang yang paling di cintainya sedunia marah dan kecewa terhadapnya.

" Kulo nderekaken dawuhe njenengan mawon mbah." dengan wajah yang di paksakan teduh dan pasrah Yusuf mencoba membuat kakeknya bahagia dan menyembunyikan keterguncangan hatinya dalam dalam di lubuk sanubarinya.

"Sesok seloso kowe budal sop, 2 ndino gaween noto niatmu, ojo sampek niatmu mlenceng, mondok kuwi di gawe nggolek ilmu lan pengalaman ojo ndolek sugeh lan kesenangan duniawi liyane" dawuh mbah ali Mustaqim yang penuh harap dengan niatan cucu yang di besarkannya berangkat ke pondok pesantren. Konon katanya hari selasa adalah hari yang baik untuk seorang santri memulai proses belajarnya.

"Nggeh mbah, Kulo kelingan dawuhe penjengan mbah, matur suwun" balas Yusuf dengan patuh. Itu adalah langkah awal dari kehidupan Yusuf yang mulai hijrah menuju jalan santri.

avataravatar
Next chapter