webnovel

Hujan

Air yang turun malam ini membuat Nesya senang namun canggung juga. Seno belum pulang, saat mengantar Nesya hujan turun lebat. Nesya mengajak Seno untuk berteduh dulu menunggu hujan reda. Ternyata Seno mengenakan motor sport merah, Nesya kira Seno menggunakan mobil.

Memeluk Seno dari belakang, juga menempelkan wajahnya ke punggung Seno. Malam minggu yang tak akan pernah Nesya lupakan.

Disepanjang jalan, Seno pun tak menolaknya. Seno sama sekali tak sedikitpun marah. Yaaah.. tentu saja kesempatan emas bagi Nesya.

Secangkir teh hangat juga kue panda disuguhkan Nesya. Bi Marsih, pembantu rumahnya sama sekali tidak diizinkan untuk membantu menyuguhkan. Biar Nesya saja.

"Ujannya lumayan reda," ucap Seno.

Nesya celingukan, mengamati luaran dengan terhalangi kaca rumahnya. Dia beranjak dari kursinya, memastikan kalau hujannya memang lumayan reda.

"Udah reda ternyata," ucap Nesya yang melihat gelapnya malam yang terang diterangi lampu-lampu rumah. Hujan yang turun sedikit demi sedikit beringsut reda.

"Gue pulang."

Nesya kaget, suara Seno barusan tepat dibelakangnya. Seno terlalu mendadak, tanpa aba-aba.

"Atau mau nginep aja?" tawar Nesya.

Seno merauk wajah Nesya, "mau Lo!"

"Idih bukan gitu, kalau mau nginep gak papa."

"Masih ada ruangan kok, dibelakang sana masih ada gudang kosong, bisa buat tidur kamu," lanjut Nesya bercanda.

"Tidak terima kasih, lebih baik saya pulang hujan-hujanan," jawab Seno kemudian dengan formal.

"Eh atau mau bawa mobil aku aja? motor kamu simpen aja disini, pagi-pagi sekalian bawa motor, anterin mobil aku kesini," tawar Nesya lagi.

"Modus! Biar hari minggu masih ketemu?"

"Hah? Enggak kepikiran kesana sama sekali, dari pada nanti tiba-tiba keujanan lagi."

"Gak usah Nes, gue pulang dulu," pamit Seno kemudian.

Nesya mengangguk-anggukan kepalanya.

"Yaudah hati-hati, makasih udah nganterin."

"Hm," jawab Seno sambil berjalan kearah motornya yang diikuti Nesya.

***

"Sarapan dulu sayang." Sedikit berteriak Dian menyuruh puterinya itu, saat terlihat dari bawah putrinya yang sedang berjalan menyusuri tangga.

"Cerah banget wajah anak Bunda, semalem dianter sama siapa?" goda Dian.

"Justru Bunda yang keliatan cerah banget hari ini," ujar Nesya membalas sambil menilik-nilik wajah Bundanya.

"Belum mandi?"

"Baru beres olahraga Bunda."

Dian mencubit gemas pipi Nesya.

"Sarapan dulu aja," ujar Dian kemudian.

"Siap Bunda."

***

Hari minggu seperti ini enaknya beristirahat dengan tenang. Tanpa gangguan tugas-tugas sekolah. Namun kenyataan mengalahkan harapan, tugas untuk esok begitu menumpuk.

Nesya kini sedang mengerjakan di atas kasur sambil bermalas-malasan. Sepintar-pintarnya Nesya juga serajin-rajinnya Nesya, ia memiliki rasa malas juga. Apalagi tidak ada yang menyemangati. Yah, itu adalah alasan Nesya ketika malas melanda. Namun karena Ia merasa apa lagi yang bisa dibanggakan darinya kecuali nilai akademik yang bagus? Tubuh mungil yang tak terlalu bisa olahraga ini. Apalagi jika anemianya yang sudah sedari kecil ia idap itu, merasa pusing tiba-tiba, lemas tiba-tiba.

"Semangat Nesya..." teriak Nesya sambil mencoba mengumpulkan energinya.

Tring...

Suara notifikasi handphone membuat Nesya harus sedikit beringsut meraihnya. Tadi handphonenya tak sengaja terlempar saat Ia memberi semangat untuk dirinya.

"Tahu gimana caranya?"

Mata Nesya yang sebelumnya hampir tertutup karena mengantuk, kini terbuka lagi.

Pesan dari Seno.

OMAGAAAHHH...

Meskipun menanyakan tugas, tapi Ia terlampau senang. Segitu saja sudah menjadi vitamin semangat mengerjakan tugasnya.

Nesya dengan segera mengerjakan yang ditanyakan Seno. Dan dengan segera mengirimkannya.

"Gue tanya caranya, bukan langsung isinya."

Jawab Seno dalam pesannya.

"Biar sekalian aja, atau mau jelasin lewat telpon?"

"Gk ush," balas Seno lebih singkat.

"Ih nyebelin banget jadi cowok," gerutu Nesya sambil meremas handphone tak bersalahnya.

***

Next chapter