1 Prolog

Aku adalah Cinta Aulia Raima. Gadis pecinta senja, gadis pendiam, dan gadis yang penuh dengan rahasia. Hadirku tak pernah diharapkan, namun aku adalah aku. Aku takkan pernah berubah menjadi dia dan bahkan mereka takkan pernah bisa merubahku. Hingga pada suatu masa, sesuatu yang sangat aku benci justru menjadi alasanku tersenyum.

...

"Cinta, siapkah kamu menerima risiko dan bahaya yang akan kamu hadapi suatu saat nanti?"

"Aku, selalu menikmati semua proses yang tuhan berikan untukku. Aku selalu menikmati waktu bersama senja. Dan aku, selalu siap menerima apapun risiko yang tuhan berikan padaku ketika aku memilih bersamamu."

Kala itu, kita berdua saling melempar senyum ketulusan yang membuat Rai tertegun untuk pertama kalinya di bawah senja. Dan sejak hari itu juga, untuk pertama kalinya aku merasakan yang arti dari nama depanku, yaitu cinta.

Namun setelah hari itu, aku adalah salah satu orang yang amat sangat membenci senja. Aku membenci namaku sendiri, bahkan aku mengingkari kata-kataku yang kuucap bersamanya kala itu. Aku tidak menyukai proses yang tuhan berikan padaku.

Aku selalu menutup diri dari lingkungan, baik itu tempat tinggal maupun lingkungan sekolah. Aku hanya ingin sendiri. Menikmati kesendirian yang membuatku makin merasa kesepian.

...

"Tidak! Semua orang tidak pernah mengaharapkan kehadiranku! Mereka benar, aku adalah gadis pembawa malapetaka! hikss... hiks..." Bahunya bergetar hebat. Suaranya parau, bahkan dengan keadaan sunyi sepi seperti malam ini perasaan Rai digambarkan oleh semesta yang menurunkan hujan deras disertai petir.

"hiks.. hiks.. hiks.. aku lelah tuhan. Ku akui engkau memang adil, namun makhlukmu tidak pernah sudi memberikan keadilan untukku." Rai meremas kuat dadanya yang sesak, memeluk kakinya dibawah penerangan remang-remang taman.

Petir bergemuruh dengan hebat. Menyambar apapun yang dia mau. Petir selalu bebas ketika dalam semesta.

...

Rai berjalan dengan gontai. Suhu tubuhnya bertambah, namun badannya menggigil. Wajahnya memucat, bahkan bibirnya mulai membiru. Berpegangan pada semua benda yang bisa ia jadikan penompang agar tidak jatuh. Ketika ia berpapasan dengan seseorang, Rai langsung berpegangan pada orang itu. Belum sempat Rai mengucapkan sepatah kata, kegelapan sudah merenggut kesadarannyaa, tanpa memedulikan siapa yang ia jadikan pegangan agar tidak terjatuh ketanah.

"eh, mba.. mbaa.. aduh.. jangan pingsan disini dong.. rumah saya masih jauh. Aduhh.." lelaki itu kemudian merogoh sakunya untuk menelpon sang kakak.

"hallo kak, aduh tolongin Dio dong. Ini ada cewe yang pingsan di depan Dio. Tapi Dio ga bawa mobil, tolong jemput dong biar nanti aku share loc."

...

"Engggh... awwhhss kepalaku." gumam Rai sambil memegang dahinya.

"Eh udah sadar juga lo. Gimana? Udah enakan belum?" tanya lelaki itu

"Sudah, maaf merepotkan Anda. Ngomong-ngomong, saya ada dimana? Dan sudah berapa lama saya tidak sadarkan diri?"

Lelaki itu diam sejenak sambil mengganti kompres di dahi Rai dengan kompresan yang baru. Baru kemudian menjawab "Udah tiga hari lo demam. Dan ini hari ke-empat lo dirumah gue." tatapan mata keduanya bertemu cukup lama sampai lelaki itu dulu yang memutuskan kontak mata.

"Terimakasih. Saya sangat berterimakasih sama anda. Tapi saya sudah merasa baikan dan ingin pulang."

Meskipun Rai wanita pendiam dan cuek, namun Rai masih tau berterimakasih dan sopan santun.

"Tidak perlu sungkan. Namaku Altario Diotari Saif" tangan lelaki itu terulur kearah Rai, dan ketika Rai mendongak tatapan mata mereka bertemu lagi. Namun kali ini, Rai dibuat tertegun untuk kedua kalinya oleh orang yang berbeda.

Tatapan dan senyum ini...

"Hey? kok melamun?" Dio melambaikan tangannya kearah Rai. Barulah Rai sadar dari lamunannya.

Namun ketika sadar, Rai justru dibuat terhenyak oleh tawa Dio dan tanpa sadar, Rai ikut tersenyum meski tipis.

"Nama saya Cinta Aulia Raima. Panggil saya Rai atau Aul."

Mendengar nada datar yang dilontarkan oleh Rai, membuat Dio menghentikan tawanya dan memandang mata Rai dalam. Menyelami netra hitam milik Rai membuat Dio tanpa sadar tersenyum.

"Kenapa bukan cinta?"

"Maaf?" Jawab Rai dengan kebingungan.

"Ada apa dengan nama Cinta? Apakah semenakutkan itu Cinta dalam pandangan hidup lo? Atau, lo ternyata sedang patah hati. Right?"

Rai terhipnotis dengan kata-kata Dio. Sampai pada akhirnya, ia menjawab.

"Saya pernah mencintai seseorang yang saya anggap sebagai pusat dunia saya. Namun pada akhirnya dia pergi meninggalkan saya di dunia yang penuh tipu muslihat ini sendiri. Dan saya pernah mencintai seseorang yang saya pikir mampu membuat hidup saya kembali berwarna, namun ternyata justru dia yang menorehkan luka yang sakitnya tiada tanding." jawab Rai panjang.

" Emm.. sorry, gue gak maksud.."

"Nope. Anda tidak perlu merasa sungkan. Saya tidak apa apa." jawab Rai sambil tersenyum.

...

"Itulah awal perjumpaan kami yang pertama kali. Aku mencintai nya meskipun aku tahu jika setiap hal yang manusia lakukan pasti akan memiliki risiko. Termasuk mencintai. Karna ternyata, aku dan dia tidak ditakdirkan untuk bersama. Walau belum sempat aku mengucapkan kata perpisahan kepadanya. Dia sempat mengatakan, bahwa meskipun dia telah pergi dari dunia, dia akan selalu berada di hati ini. Sampai pada suatu hari, saat detik-detik kematiannya pun dia masih sempat memikirkan bagaimana janji yang telah kami ucap. Bagaimana nantinya jika aku sakit karna kebiasaanku menangis malam-malam ditengah hujan. Bagaimana nantinya jika aku ketakutan saat bertemu preman-preman yang menjijikan. Bagaimana nantinya jika mereka menemukanku dan menyakitiku. Betapa aku mencintai lelaki itu. Lelaki yang masih sempat menghapus air mataku dari pada memikirkan darah yang mengucur dari perutnya. Hingga saat dirinya pergi, dia mengatakan padaku agar aku tidak menangisi kepergiannya. Dia.. dia.. bahkan menyuruhku untuk mencari pengganti dirinya. Tapi, aku tidak bisa."

"Maaf.. aku tidak ada ketika kau tengah bersedih kala itu putriku. Namun, tanpa kau sadari semua ini bukan akhir dari segalanya. Tapi awal dari kisah romansamu." ucap ayah menguatkanku

...

To : my lovely

Akan ada masanya dimana kamu akan merasa bahagia setelah angin topan menghujam. Namun, bahagia itu sederhana. Bahagia itu ketika kamu bisa merasakan sensasi indah dari cinta.

Jangan pernah berlarut-larut dalam ruang negatif. Karna ruang negatif itulah yang membuatmu merasa semakin terpuruk.

Semoga Bahagia Rai,

Denis

.....

"yah, Denis benar. Aku harus bahagia meskipun tanpa dirinya." gumam Rai sambil tersenyum

avataravatar