1 1. Angin Yang Berguguran

Tubuhku Terasa begitu ringan setelah terhempas ketika mobil itu menabrak tubuh ringkihku. Kupikir aku mati, hal terakhir yang selalu aku harapkan, Kematian. Tetapi lagi dan lagi Malaikat Maut enggan mencabut nyawaku.

Aku ingat bagaimana orang-orang berusaha menolongku ketika kejadian itu terjadi. banyak sekali orang disekelilingku yang mau membantuku, baik itu menanyakan informasi mengenai data diriku, menelfon Ambulance, memberiku Pertolongan Pertama dan Seorang Pria yang berada didekat kepalaku. Lebih tepatnya memangku kepalaku dan berusaha membuatku tetap tersadar. Tetapi bukan Itu yang membuatku terdiam menelaah, Ada pemandangan yang tidak bisa kupastikan itu apa dan bagaimana. Karena lama kelamaan kesadaranku mulai menurun. Hingga aku mendengar suara seseorang berkata "Ambulance akan segera datang. Jadi, kumohon tolong bertahanlah. Maafkan aku" kata terakhirnya begitu mengambang karena kesadaranku yang semakin menurun. Tapi aku yakin dia bilang Maaf.

Aku tidak merasa sakit sedikitpun, aku hanya merasa pegal-pegal disekujur tubuhku dan rasa kantuk yang tak kunjung hilang. Atau ini efek dari begadangku selama ini? Entahlah aku berdebat Dengan diriku sendiri dialam mimpi, sampai aku merasakan sakit yang luar biasa. Aku merasa ada sesuatu yang tertarik dengan kasar dari dalam tubuhku sampai akhirnya aku tersentak terbangun.

Aku menatap ke semua sudut ruangan. tetapi aku tidak menemukan gantungan dibelakang pintu kamarku. Bukan! ini bukanlah kamarku.

"Dimana aku?" hanya sedikit suara yang keluar dari mulutku. aku sedikit tersentak karena baru tersadar kalau ada seorang Pria yang terbangun dari tidurnya yang berada disebelah lenganku.

"Kamu sudah sadar? syukurlah kalau begitu. apa ada sesuatu yang kamu butuhkan? aku akan panggil dokter agar datang kesini dan memeriksa kondisimu" Cerocosnya panjang lebar sambil menekan tombol kecil didekat Ranjangku. Entah mengapa yang tadinya badanku terasa pegal, kini aku merasa begitu lemah dan sakit yang amat sangat dikepalaku. refleks aku memegang kepalaku

"Apa sakit?" tanyanya lagi. Entah Pria darimana dan siapa dia ini.

"Dimana gantunganku?" tanyaku sinis walau kutahu suaraku lebih seperti orang cacingan.

"Kamu dirumah sakit sejak 9Hari yang lalu" Jelasnya.

Aku? dirumah sakit? sejak 9Hari yang lalu? aku mulai berdebat dengan diriku sendiri sambil melihat Selang Infus, Tabung Oksigen, Dan Alat-Alat Medis lainnya. berarti selama ini aku Koma?

"Kamu mengalami kecelakaan, Dan kamu sempat koma. Maafkan aku" Ucapnya lirih tertunduk diakhir kata.

Aku melihat beberapa orang berhambur masuk kedalam ruangan, sepertinya itu dokter dan beberapa suster yang akan memeriksa keadaanku yang mengenaskan ini tanpa mengenakan Pakaian Dalam

Astaga lagi-lagi aku tersadar bahwa aku tidak memakai Pakaian Dalam hanya mengenakan Baju Rumah Sakit Saja. siapa yang membuka bajuku? ah pasti itu susternya, lagipula itukan sudah tugasnya. T-tapi kalau ternyata susternya seorang Pria bagaimana? debatku dalam hati terpotong dengan dokter yang mulai memeriksa kondisiku.

"Maafkan aku" Lagi. Aku mendengar suara itu, Pria misterius yang entah darimana dia berasal dan sampai detik ini aku tidak tahu siapa Namanya dan kenapa dia selalu saja berkata maaf. Apa mungkin dia yang menabrakku?

"Hey? kok melamun" Ucapnya menyadarkanku. Aku sedikit menggeleng.

"Siapa kamu?" tanyaku dingin seperti es yang mulai mencair

"Ohiya maafkan aku, aku lupa mengenalkan diriku" Aihh lagi-lagi kata maaf

"Namaku Rius. kalau kamu bertanya-tanya kenapa aku disini dan selalu menatapmu aneh karena itu tanggung jawabku"

Apa Katanya? tanggung jawabnya? berarti benar dia yang menabrakku

"Merkurius. Rius, Orang-Orang memanggilku. Sekali lagi maaf atas kejadian itu. dan nama kamu? Wind? Angin?"

"Iya Angin. Berarti kamu yang menabrakku dan membuatku seperti ini?" Tanyaku dia sedikit menaikkan alisnya.

"Untung aku tidak cacat, tapi kenapa tidak sekalian membuatku mati saja?"

"Apa?" katanya bingung

"Lupakan" Ketusku

"Maaf aku akan bertanggung jawab atas semuanya termasuk biaya berobatmu sampai sembuh" Jelasnya meraih tanganku. Hangat.

Kenapa genggamannya begitu Hangat? apa Rius seorang buaya dari Planet Merkurius?

"Jadi apa ada nomer telfon keluargamu yang bisa aku hubungi agar aku bisa menginformasikan bahwa kamu ada DiRumah Sakit dan biar aku jelaskan semuanya. atau mungkin Alamat Rumah mu?" Tanya Rius

Kini aku menatapnya sendu.

"Aku sendiri, Hanya sendiri" Jawabku,Kualihkan dan kutepis pelan tangannya.

Rius menatap tangannya yang kutepis.

"Maaf" Ucap Rius

"Kalau begitu beritahu ku dimana kamu tinggal agar aku bisa mengantarmu pulang dan memudahkanku membawamu untuk terapi nanti" Jelasnya. Ah akhirnya dia tidak memaksa melanjutkan pembahasan keluarga.

"Nanti akan kuberitahu. Untuk terapi tidak perlu aku baik-baik saja terimakasih untuk itu dan ini semua. Aku berhutang denganmu" Jelasku

"Hutang? Justru aku yang berhutang denganmu" Jelas Rius

"Kalau kamu merasa berhutang, lain kali tolong tabrak aku hingga Malaikat Maut akhirnya mau menjemput diriku yang hidupnya mengenaskan ini" Kataku tak memperdulikan ekspresinya.

Sejuk....

Aku merasa begitu tenang ketika angin berhembus menerpa tubuhku, walaupun kini terasa sedikit dingin dan menusuk tulangku.

Tetapi masih terasa sama, seperti ketika aku bersamanya. Aku kembali mengingatnya dan kembali membuat bulir hebat itu terjun bebas dari wajahku

"Maaf apa ada yang sakit" Belum sempat kuseka air mata dipipiku. Makhluk bernama Merkurius yang sedari tadi duduk tepat disebelahku diTaman Rumah Sakit ini menyeka dan mengeluarkan kata-katanya yang begitu memuakkan. Entah sudah yang keberapa kalinya dia berkata seperti Itu tapi sungguh, aku muak.

"Sekali lagi kamu bilang maaf, akan kupaksa Malaikat Maut menjemputmu" Marahku yang malah mendapatkan suara terbahak nya

"Apa ada yang lucu Buaya dari Merkurius?" Ledekku

"Mana ada buaya dari Merkurius? yang ada hanya Pria Tampan bernama Merkurius. Tahu itu My Wind" Jawab Rius disisa tawanya

"Apa katamu?" Tanyaku yang Ingin mempertegas kata-katanya

"Aku Pria Tampan bernama Merkurius" Katanya

"Bukan yang itu" Sergahku, Rius menaikkan sedikit Alisnya

"Oh My Wind"

Deg!!

Aku tak bisa menahan Air Mata yang mengalir Deras dari kedua mataku. Tidak Perduli dengan Rius yang mulai panik dengan aku yang mulai menangis tersedu.

Rius tidak diam saja dia menarikku Dalam rengkuhannya

"Aku ingin berkata lagi tidak peduli Malaikat Maut menjemputku. Maafkan aku jika aku menyakitimu"

Aku berusaha membungkam tangisku agar suaranya tidak terdengar orang-orang yang berada disekitarku.

"Apa kamu tahu rasanya menjadi Angin yang berguguran? Itulah aku" Jelasku Kacau disela tangisku. Rius semakin mengeratkan pelukkannya dan mengusap puncak kepalaku.

"Aku disini bersamamu. Menjadi Buaya dari Merkurius untuk mu" Ucap Rius mencoba menenangkanku dengan candaannya

"Apa kamu tahu? Angin yang berguguran itu adalah Angin yang akan menjadi Angin terkuat diantara yang paling Kuat disisi Buaya dari Merkurius ini" Jelas Rius. kupukul pelan dadanya sambil menjauhkan diriku dari nya

"Terimakasih" Ucapku tersenyum menatapnya.

Rius menatapku kembali dan mengangguk.

"Ayo masuk sebelum Malaikat Maut Menjemputku, Karena tadi aku sudah mengucapkan kata-kata yang begitu keramat" ledeknya lagi. aku hanya mengangguk dan menerima ajakkannya masuk kedalam ruangan kembali.

Entah mengapa, aku nyaman berbicara dengan Rius. Mungkin saja karena dia adalah sesosok pria yang mengerti apa yang kurasakan dan cukup Paham bagaimana harus nya dia bersikap.

avataravatar
Next chapter