webnovel

Semusim Rasa - Kenangan : Pernikahan

23 Desember 2017, di jalanan kota Surabaya

Aku merasa begitu sangat bimbang sekali dengan perasaanku. Haruskah aku menerima tawaran pekerjaan dari Alana atau ke aku harus menolak demi menjaga perasaan istriku?

Aku mulai mengendarai motorku menyusuri Jalan Kota Surabaya. Hatiku begitu sangat bimbang sekali. Rasanya semuanya itu seperti halnya sebuah buah simalakama. Bagaimana aku harus menentukan sebuah pilihanku saat itu juga. Di sisi lain aku sangat membutuhkan uang untuk kebutuhan sehari-hariku bulan ke depan. Sementara tabunganku mulai menipis saat itu juga. Rasanya kepalaku sedikit pusing saat itu memikirkan masalah rumah tangga dari segi ekonomi yang belum stabil.

Cacian makian yang selalu aku dengarkan dari Sekar setiap kali aku pulang kerja. Sejenak aku pun menepikan motorku untuk memikirkan keputusanku mengenai pekerjaan yang telah diberikan oleh Alana.

Kemarin adalah pertengkaran hebatku dengan Sekar mengenai soal pekerjaan. Apalagi minggu depan akan ada acara pernikahan adik iparku.

22 Desember 2017, pukul 08.00 malam di rumah kontrakan.

Saat itu aku baru saja pulang keliling mencari penumpang ojek online tapi aku hanya mendapatkan dua orang penumpang. Hari itu aku hanya mendapatkan uang sekitar hanya selembar seratus ribu rupiah. Kemudian aku pun duduk di tepi ranjang. Rasanya kepala aku hampir pecah. Apalagi pembayaran kontrakan akan jatuh tanggal 2 Januari 2018. Di mana aku belum mendapatkan sebuah pekerjaan tetap.

Sekar mulai menghampiriku yang sedang duduk di tepi ranjang. Lalu dia menatapku dengan wajah yang penuh harapan. Namun firasatku terasa begitu sangat tidak enak sama sekali ketika Sekar menghampiriku dengan Tatapan yang penuh harapan.

" Mas. "Sekar memanggilku saat itu juga. Lalu aku menolehkan kepalaku perlahan-lahan ke arahnya. Dia kemudian menatapku.

" Ada apa Sekar? "Tanya aku sambil menatap kedua manik matanya.

"Mas, kan tahu sebentar lagi Sinta akan menikah. Ayah dan ibu meminta kita untuk memberikan uang bantuan untuk pernikahan Sinta. Tapi kita mau bagaimana lagi Mas, sementara kita sendiri saja kekurangan uang. Terus aku menjawab apa ke ayah ibu." ujar Sekar sambil menatapku saat itu juga. Sementara aku hanya diam memikirkan cara mendapatkan uang pinjaman untuk membantu pernikahan Sinta adik iparku.

Kemudian terlintas sebuah ide gila dari pikiranku." Kamu nggak usah khawatir dengan uang yang akan kita buat bantuan kepada adik kamu. Mas akan gadaikan BPKB motor. Dan aku akan mencicil uang gadainya di Pegadaian. "

"Kayak Mas mampu aja buat bayar cicilannya nanti. Ujung-ujungnya nanti mas malah jual Motornya. Nggak usah ngada-ngada deh. Sekarang yang penting itu kamu cari pekerjaan yang bener! Percuma aja kamu sarjana tapi pekerjaan nggak punya! Udah capek-capek Habisin waktu, uang, dan tenaga serta pikiranmu! Yang ada pekerjaanmu cuman gini-gini aja! Sekarang kamu malah jadi tukang ojek online! Kamu tahu anak lulusan SMA aja bisa jadi seorang tukang ojek online! Sementara kamu yang berpendidikan tinggi Kerjanya hampir setara dengan mereka! Percuma aja kamu berpendidikan tinggi-tinggi tapi nggak guna banget ijazahmu!"

Lagi-lagi aku mendapatkan penghinaan dari istriku sendiri. Bahkan dia selalu saja menyudutkan aku kalau aku ini merupakan lelaki yang malas untuk mencari pekerjaan lagi. Dia merasa aku bukan lelaki yang baik yang bisa memenuhi kebutuhan finansialnya. Saat itu juga aku hanyalah terdiam sambil memikirkan sebuah cara agar bisa mendapatkan banyak uang.

Kemudian aku pun tersentak dalam sebuah lamunan ketika ponselku mulai berdering. Terlihat begitu sangat jelas sekali di layar panggilan dari Alana. Saat itu aku sangat bingung sekali bagaimana aku menjawab pertanyaan atas tawaran pekerjaan dari Alana. Haruskah aku menerima pekerjaan yang telah ditawarkan oleh Alana kemarin?

Kemudian aku pun terpaksa untuk mereject panggilan dari Alana. Lalu aku pun menulis sebuah pesan singkat untuk Alana.

Bhrama :

Maafkan aku Alana. Aku masih belum bisa untuk menerima tawaran pekerjaan dari kamu. Meskipun posisi yang kamu tawarkan adalah posisi jabatannya begitu sangat bagus. Tapi aku hanya ingin menghargai istriku. Ia tidak mungkin untuk mengizinkan aku untuk menerima pekerjaan dari kamu yang merupakan mantan kekasihku.

Beberapa menit kemudian Alana pun mengirimkan sebuah pesan balasan.

Alana:

Brahma. Aku tahu kalau kita dulu pernah menjadi seorang kekasih. Tapi aku harap semuanya ini adalah hubungan profesional pekerjaan. Kenapa harus ada sebuah perasaan cemburu ketika kita menjadi sebuah rekan kerja di sebuah perusahaan? Brahma ini nggak ada sebuah kesempatan kedua loh. Ini adalah kesempatan kamu untuk membuktikan kepada keluarga istrimu itu kalau kamu itu adalah lelaki yang layak untuk dipertahankan bukan untuk dibuang ke tong sampah. Ataupun dicampakkan. Mana harga dirimu sebagai seorang lelaki yang sekarang menjadi seorang suami?

Setelah membaca pesan chat dari Alana rasanya aku benar-benar tertampar dengan rangkaian kata yang telah dikirimkan kepadaku. Aku juga berpikir ketika Sekar mulai menginjak-injak harga diriku seketika. Haruskah aku benar-benar menerima pekerjaan dari Alana atau ke aku harus menjaga perasaan dari Sekar. Aku benar-benar merasa dalam sebuah kebimbangan saat itu juga. Hatiku terasa begitu sangat kebingungan. Sebuah pilihan itu benar-benar menyudutkan ku saat itu. Rasanya semuanya terasa begitu sangat rumit untuk dijalani. Di sisi lain aku sangat membutuhkan uang untuk kebutuhanku sehari-hari.

Dulu aku mengira Sekar bisa menemaniku dari nol hingga sukses tapi kenyataannya dia selalu menuntut aku. Meskipun aku sudah bilang kepadanya semuanya itu butuh waktu."Tuhan aku harus bagaimana untuk menghadapi apapun yang terjadi dalam kehidupan Rumah tanggaku bersama dengan istriku?" Aku menggumam dalam hati kecilku. Lalu aku pun memutuskan untuk menuju ke sebuah taman kota. Rasanya aku tidak sanggup lagi untuk menahan perasaan kecewa aku terhadap Sekar yang selalu saja menyudutkanku. Bahkan dia selalu saja membanding-bandingkan aku dengan kakak-kakak iparnya. Sementara aku hanyalah diam saat itu juga.

Aku mulai melanjutkan perjalananku menuju ke sebuah taman kota lalu aku memarkirkan motorku sejenak. Lalu aku pun turun dari motor dan segera berjalan menuju ke sebuah bangku taman. Di sana aku mulai merenung di mana masa-masa indahku bersama dengan Sekar ketika sebuah pernikahan itu terjadi hampir du tahun yang lalu.

Surabaya, 07 Januari 2016

Sebuah hari kebahagiaan antara dua insan yang dijadikan satu dalam mahliga pernikahan. Suasana gedung terlihat tanpa ramai sekali. Beberapa hiasan bunga-bunga segar menghiasi pelaminan tempat di mana dua insan itu sedang memadu kasih. Beberapa tamu undangan mulai berdatangan menghampiri mereka dan mengucapkan kata selamat.

Sang mempelai perempuan itu terlihat memunculkan sebuah senyuman di antara bunga-bunga yang bermekaran. Perasaan itu pun muncul seketika bagaikan matahari terbit di pagi hari dan rembulan bulan yang menyinari malam.

Gerombolan para tamu undangan itu pun datang. Mereka terlihat begitu antusias sekali untuk sekedar bersalaman dan mencicipi beberapa makanan yang disediakan oleh mempelai perempuan dan mempelai laki-laki.

Aroma kebahagiaan mulai menyerah ke seisi gedung. Mereka berdua terlihat saling bertatapan dengan sangat mesra sekali. Meskipun sebelumnya mereka sudah menjalankan beberapa adat yang harus dipenuhi sebelum acara itu berlangsung.

" Selamat ya. "

" Thanks, kamu udah datang ke sini. Tumben kamu nggak bareng yang lain, Bro?"

"Yang lain nanti menyusul katanya masih dalam perjalanan."

"Gila! Aku nggak nyangka kalau kamu bakalan beneran sama Sekar. Terus aku nggak yang sekali persiapan kalian yang benar-benar minimal banget dalam waktu. "

"Biasalah Putra. Brahma sukanya bikin kejutan seperti ini kepada kalian. Biar kita enggak dikejar umur. " kata Sekar menatap suaminya yang udah ada di sampingnya.

Brahma menyenggol bahu Sekar yang kini menjadi istrinya. Mereka berdua terlihat sangat serasi sekali ketika berdiri di sebuah pelaminan.

Putra hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan mereka berdua. Dia terlihat ikut bahagia ketika sahabatnya kini sudah melepaskan masa lajangnya.

" Yuhui!" Beberapa gerombolan dari anggota geng mereka pun datang. Termasuk Jessica yang terkenal sebagai ratu kentut.

"Jess, Awas kalau kamu kentut ya acara pernikahannya Rahma dan Sekar. " cetus Hendro menatap Jessica yang hanya menyemir saja.

" Kamu tuh jangan membuka aib temanmu sendiri. Kasihan tuh kalau Jessica ngambek kamu pasti akan kena karmanya loh!" Timpa Zein.

" Yaelah! Kalau Jessica nggak kentut itu bukan namanya Jessica. "Ceplos Romlah.

"Eh, aku kok ngelihat si tukang gendang itu! " kata Hendro yang menatap sekeliling gedung karena dia belum menemukan sosok yang telah dipanggil si tukang gendang.

" Ya mungkin Fauzan sedang sibuk atau terjebak macet!" Kata Jessica menatap mereka semua.

" kalau begitu kita fotonya nanti aja. Ketika personil kita sudah lengkap semua." Kata Romlah menatap mereka semua.

"Iya, kita masih kurang 2 personil. Fauzan dan Gea." timpah Hendro.

" Ya udah kalau gitu kita makan dulu aja! " ujar Bambang yang perutnya sudah terasa ada cacing-cacing yang mulai berteriak.

" Yaelah, kebiasaan banget sih Bambang yang itu! " cetus Jessica menatap Bambang.

" Kamu nggak usah cerewet deh Jessica! Lagian aku dari tadi sengaja nggak makan dari rumah biar bisa makan banyak di acara pernikahannya mereka!" Balas Bambang.

"Astaga! Kebiasaan buruk kamu Bambang!" Ceplos Romlah.

Kini mereka semua pun turun dari pelaminan karena personil mereka masih belum lengkap. Mereka tergabung dalam anggota huru-hara. Semenjak semester satu di bangku kuliah mereka sudah berteman akrab. Mereka berjanji jika ada regenarasi dari mereka.

*

Next chapter