webnovel

Koibito

Sebuah foto agak mesra menghiasi kamarku. Fotoku dengan Hyuuga Hinata. Foto itu diabadikan oleh Hyuuga Hanabi ketika Konoha Gakuen mengadakan semacam Festival Bunkasai.

Kebetulan, Kurenai-sensei, wali kelas di kelas kami, menunjukku dan gadis bermarga sama dengan Hanabi untuk memakai pakaian pengantin, tema bebas.

Saat itu, gadis berparas indah itu menolak keputusan wali kelas kami karena menurutnya aku orang yang tidak bisa diajak serius!

Hello, apa kabar si Kuning Naruto? Bahkan dia tak bisa serius ketika ujian berlangsung. Parahnya lagi, Seme si Sasuke itu malah dikagumi olehnya.

Iya, Naruto dan Sasuke itu homoseksual! Naruto si Seme dan Sasuke si Uke. Dilihat namanya saja sudah ketahuan kan? SasUKE!

Okey, kenapa kita jadi membahas pasangan YAOI itu?

Kembali pada topik awal!

Ini kisahku dengan si Putri Hyuuga, namanya Hinata.

Gadis yang menarik minatku. Aku tentu senang ketika Kurenai-sensei menunjuk kami berdua yang akan menjadi icon kelas kami sebagai Pangeran dan Tuan Putri. Kurenai sensei bilang, namaku seperti nama Pangeran di zaman Nara, Pangeran Toneri. Lalu Hinata, dia memang Tuan Putri Hyuuga. Bukankah kami serasi?

Pangeran dan Tuan Putri.

Oh itu kisah awal dari perjalanan ceritaku dan dirinya ... cerita kami ... Toneri dan Hinata.

"Bagaimana ini, Hime? Hatiku menggila karenamu."

Aku mencoba peruntungan.

Meski setiap kesempatan selalu kukatakan itu padanya, dia selalu menolakku.

Hey, aku tampan, canggah Ootsutsuki Hamura pula.

"Aku tidak suka padamu, Toneri-san! Bisa kau menjauh dariku?" tukas Hinata saat kami duduk berdekatan karena tuntutan Bunkasai.

Uhh! Aku merasa terhina.

"Tapi, aku suka pada Nata-Hime. Bisakah kamu tidak protes? Karena ini sudah menjadi aturan. Kita harus berdekatan hingga Bunkasai selesai. Nee ... Hime-sama, kau mengerti, 'kan?"

Hinata mengerucutkan bibirnya sebagai protesan. Ia mendengus sebal. Aku suka ekspresi menggemaskannya itu.

"Akan kuadukan pada Sasuke-kun!" ancamnya padaku.

Hah ....

Si Uke itu lagi, aku tidak takut!

"Coba saja!" kataku mencoba tidak takut.

Hey, memang aku tidak takut sebenarnya.

"Shino-kun, Kiba-kun, Naruto-kun, dan Neji Nii-san!" lanjutnya lagi.

Astaga!

Jadi keroyokan, huh!

"Memangnya aku melakukan apa padamu, Hinata-sama?" desisku dengan suara rendah.

"Kau menggodaku!!" Hinata berdiri duduknya.

Brukhh!!

Sial! Aku malah jatuh terjengkang karena kursi yang kami duduki kehilangan keseimbangannya saat Hinata berdiri.

Sakit tak seberapa memang, tapi harga diri ini terluka!

Jatuh dengan tidak elitenya di depan calon kekasih, yang sialnya akibat si calon kekasih pula.

Kulihat Hinata menahan tawanya mati-matian karena melihatku terjatuh. Sial! Rusak sudah reputasiku.

Bunkasai hari kedua, ia benar-benar membawa sepupunya yang alumni Konoha Gakuen.

Ck!

Si Uke saja sudah membuat pusing, tambah pula sepupu lainnya.

"Oii!! Hinata-cwhan~"

Oke, sekarang siapa lagi? Biar kutebak. Pasti soulmate Akamaru.

Gukk

Guukk.

Nah, benar 'kan?

Haaaahh ... kutinggalkan sajalah mereka.

GREB.

Kaki kananku seperti dipeluk seseorang. Seseorang yang sangat mirip sepupunya dibandingkan kakak perempuannya.

Dialah Hyuuga Hanabi.

"Kenapa Hana-chan?" tanyaku padanya.

"Foto!" jawabnya tegas, tetapi jengah.

Ah, kenapa si mungil ini sih yang matanya sangat sehat untuk mengakui ketampananku?

"Mau berfoto denganku?" tanyaku lagi.

Dia menggeleng.

Astaga! Apa maksudnya?

Apa dia ingin kuculik, lalu kucongkel matanya kemudian kupasangkan pada mataku?

Ah membayangkan adegan jenis gore itu saja rasanya menyeramkan sekali.

Masih bersabar dengan tetanggaku ini, aku pun bertanya, "Lalu Hanabi-chan ingin aku apa?"

"Hana ingin Nii-chan berfoto dengan Onee-sama. Hana yang memotokan yaa?" katanya penuh harap, dan jangan lupakan puppy eyes no jutsu andalan kawaii no Kanojo.

Aduh! Apa-apaan permintaannya itu? Aku 'kan jadi senang jadinya. Tak perlu memasang puppy eyes no jutsu pun aku akan dengan senang hati melakukannya.

Ya, jadilah aku dan Hinata berfoto ala pengantin di acara Bunkasai karena permintaan Hanabi.

Hanabi, terima kasih padamu.

Baik Hinata, Neji, maupun Sasuke tak akan berani menolak permintaan bungsu ayah mer ... maksudku paman Hyuuga Hiashi.

Meski enggan, Hinata tetap berpose, tak ikhlas. Kulihat Sasuke dan Neji sudah dalam mode siaga menghajarku.

Ah sekalian saja aku buat mereka semakin panas.

Kututup mataku, dan mendekatkan diri ini sedikit lebih condong pada Hinata yang tengah kurangkul mesra karena permintaan rasa perintah dari Hanabi.

Hahaha!

Kalian rasakan itu Uchiha-Hyuuga!

Suatu saat nanti akan kubuatkan patung Hanabi yang tak kalah fenomenal dari patung Hokage Konoha!

Aa ....

Itu kenangan lima tahun lalu. Aku tidak tahu mengapa, Hinata selalu saja memenuhi setiap pikiranku. Bahkan setiap penolakannya, semakin membuatku bersemangat untuk meraih hatinya.

Jadikan aku raja di hatimu dan kujadikan kau ratuku

Aku berjalan sendiri seperti orang gila

Ini adalah akibat dari jatuh cinta padamu

Kekasihku, kau adalah cintaku

Jangan pernah tinggalkan aku, jangan pernah marah padaku

Hati yang gila ini tak pernah ku tahu alasannya

Itu adalah kata-kata yang kuucapkan padanya pertama kali aku menyatakan cintaku padanya.

Dia malah menolakku mentah-mentah. Katanya aku seperti pujangga tidak laku.

Hey, kutegaskan, aku canggah Ootsutsuki Hamura!

Meski ditolak, aku tak akan menyerah. Aku akan membuatnya melihatku, hanya aku. Bukankah lelaki akan semakin kuat jika ditolak?

Hinata, aku datang padamu dan untukkmu. Aku sudah bukan Toneri yang dulu lagi. Aku kini Mangaka ternama di negeri ini.

Aku pulang, Hinata ....

Undangan yang entah dari siapa tergeletak di kamarku. Aku baru saja kembali dari Hokaiddo setelah empat tahun. Sudah setahun ini aku menjadi Mangaka terpandang di sana.

"Undangan siapa?" tanyaku pada salah satu pelayan di rumahku yang tengah mengantarkan sarapan ke kamarku.

"Undangan dari Hinata-sama, Toneri-sama."

Undangan Hinata? Jangan bilang ....

Aku meraih undangan berwarna ungu muda dengan warna kuning dan jingga sebagai hiasannya.

Sial!!

Ini benar-benar undangan pernikahan Hinata dan calon suaminya. Entah siapa tadi nama yang tertera di undangan itu.

Haruskah aku menangis sekarang? Patah hati itu amat menyakitkan, guys!

Meskipun hatiku berkecamuk karena pernikahan Hinata, aku tetap menghadiri resepsi pernikahannya. Siapa tahu saja suaminya tiba-tiba meninggal karena serangan jantung, atau karena tiba-tiba polisi datang dan menangkapnya karena sebuah kasus kriminal mungkin? Nah, aku bisa menggantikannya. Kuyakin, setelahnya duo Hinata no cousins akan memburuku dengan katana leluhur Hyuuga dan Kusanagi leluhur Uchiha. Astaga! Tak sanggup kubayangkan.

Saat aku melangkahkan kakiku ke sebuah ballroom tempat di mana resepsi diselenggarakan, Naruto dengan senyuman lebar khasnya menyambutku bersama Kiba, untung saja Akamaru tidak ikut.

"Toneri, yo!" sapa Naruto.

"Sudah menikah?" sambung Kiba.

Sialan! Aku tahu itu ejekan. Baik, akan kujawab pertanyaan si Taring untuk membungkam pertanyaan menyebalkannya.

"Sudah. Dengan Akamaru!"

Benar 'kan? Dua bodoh itu terperangah.

Aku meninggalkan mereka yang masih setia mencangah karena jawaban absurd-ku.

Hey, apa yang akan dipikirkan publik ketika seorang Ootsutsuki Toneri, canggah dari Ootsutsuki Hamura menikahi Akamaru, seekor anjing teman sekolahnya yang bernama Kiba? Apa kata dunia bila itu terjadi, heh?

Sudahlah, tinggalkan pembahasan tidak penting itu. Aku melanjutkan perjalanan untuk lebih masuk lagi ke dalam.

Banyak teman-teman kami semasa sekolah yang ikut memeriahkan pesta yang bagiku adalah neraka.

"Ootsutsuki."

Panggilan dingin, menusuk, dan arogan, serta serempak. Yap, duo BC alias Brother Complex-nya Hinata.

Uchiha Sasuke dah Hyuuga Neji. Oh, di mana Itachi-senpai? Agar lengkap semua sepupu Hinata berkumpul. Bisa jadi kami akan membuat boyband!

"Hey kalian! Kenapa ... eh, ada Toneri-san juga."

Apakah aku cenayang? Baru saja aku memikirkan Uchiha Itachi, keeksistensiannya langsung muncul saja. Apa jangan-jangan dia jodohku? Hey! Pemikiran bodoh macam apa itu?

"Konnichiwa mina-san"

Baiklah, sepertinya aku harus beramah-tamah di ranah mus ... rival, agar pulang dengan selamat.

Well ... terpaksa aku ikut bergumul, maksudku ikut bergabung bersama mereka untuk yang kata mereka reunian sejenak.

Walau tak semenyebalkan dulu, Neji-senpai dan Sasuke tetap saja tidak ramah. Apa susahnya tersenyum seperti yang Itachi-san berikan?

Dasar kaku!!

Aku mencoba tersenyum ketika melihat Hinata berada di pelaminan bersama seseorang lelaki yang sudah pasti itu adalah suaminya. Meriah sekali dandanan si mempelai pria. Rambut jingganya mencolok sekali! Well ... meski tidak semencolok rambut kuning milik Naruto, atau rambut merah milik duo bersaudara Gaara-Sasori.

Hari ini aku sudah tiga kali mengucapkan duo.

"Hinata ... Hinata!"

Waduh, suara si rambut merah muda masih cempreng dan melengking seperti dulu rupanya.

Kulihat dia memeluk Hinata dan entah bergosip apa. Dasar perempuan!

"Whoooaahh Hinata!!!"

Nah satu lagi, Yamanaka Ino. Si ratu gosip.

Telingaku panas ketika mereka memuji-muji betapa cocoknya Hinata dan Yahiko, nama suami Hinata.

Apa mereka bercanda?

Hey! Mereka terlihat seperti paman dan keponakan.

Bahkan kupikir Sasuke dan Neji lebih serasi dengan Hinata, walau mereka sepupu. Atau Itachi, Kiba dan Naruto. Tapi jelas saja yang lebih cocok aku. Istilahnya aku itu sudah garis keras!

Di sebelahku dengan jelas kulihat, Shino menyeringai padaku. Oh, jadi si pawang serangga mengejekku?

Ketika pandanganku beradu dengan Hinata, mataku terkunci. Aku selalu terpesona padanya. Hinata tersenyum padaku, membuaku ingin menculiknya saja.

Namun, kalau itu kulakukan, apa kata dunia? Canggah Ootsutsuki Hamura berbuat hal hina! Bisa rusak reputasi Ootsutsuki yang Agung.

Tidak tahan, akhirnya aku memutuskan tidak berlama-lama di pesta itu.

Kulangkahkan kakiku menuju pelaminan. Bukan untuk menculik Hinata, sungguh. Untuk berpamitan.

"Happy Wedding, Princess ... uh Queen ...." ucapku saat aku tepat berada di depan Hinata.

Hinata menggumamkan terima kasih padaku.

Sekilas kulihat paman di sebelah Hinata. Walau ingin kuhajar, tapi aku harus sopan. Hey, aku canggah Ootsutsuki Hamura, ingat? Jadi harus menerapkan tata krama.

Sudah berapa kali aku mengenalkan diri sebagai canggah Ootsutsuki Hamura, heh?

============================

•••Beberapa Tahun Kemudian•••

============================

Aku meninggalkan Konoha sehari setelah pernikahan Hinata. Aku ke Tokyo untuk move on. Tapi yang namanya cinta pertama memang sulit dilupakan. Membekas hingga kini.

Hari ini ada pertemuan mangaka di Tokyo Daigaku. Aku masuk nominasi manga artist terbaik satu tahun ini. Judul mangaku yang di usung adalah Hime.

Kisah yang sebenarnya terinspirasi oleh cintaku pada Hinata. Aku menulis kata-kata cinta dalam manga, itu adalah untuk Hinata. Perasaanku pada Hinata, itulah yang kutuangkan dalam bentuk karya.

Sang pemeran utama, kugambarkan serupa Hinata. Aku memang gila, aku selalu mengatakan itu pada dunia. Aku gila karena Hinata yang membuatku tergila-gila.

Lima tahun berlalu, Hinata masih terlihat cantik, hanya rambutnya saja yang menjadi lebih pendek. Namun, tak mengurangi kecantikannya, ia berlipat kali lebih manis. Ia berdiri di parkiran pusat perbelanjaan. Kupikir dia dengan suaminya, rupanya ia bersama Karin, kakak iparnya.

Ah bisa straight juga si Uke. Malah akan punya anak pula.

Kulihat Karin menunjuk ke arahku, dan kudengar suaranya menyebut namaku. Dapat pula kulihat, Hinata yang terpesona padaku, jika aku boleh sedikit narsis. Hahaha, aku memang memesona kok.

Aku tersenyum pada dua wanita kesayangan Uchiha Sasuke setelah sang ibu, Mikoto ba-san.

Hinata dan Karin menghampiriku.

"Lama tidak bertemu, Hinata."

Aku berbasi-basi.

"Aku tidak diucapkan begitu, Neri?"

"Ck! Hentikan itu Karin!" protesku.

Karin selalu memanggilku begitu sedari dulu. Nama macam apa itu. Toneri menjadi Neri. Menggelikan sekali bukan? Oh, baiklah, itu lumayan manis. Andai Hinata yang memanggilku begitu, aku dengan senang hati menerimanya. Namun, sayangnya dia memanggilku,

"Toneri-san,"

Ah itu dia. Suara merdu itu kembali mengalun indah di telingaku setelah beberapa tahun.

Ponsel Karin berdering. Ia menjawab panggilan dan agak menjauh dari kami. Mungkin suaminya akan melakukan phone sex. Haha!

Oh apa aku terlalu vulgar?

"Mau minum teh? Bersamaku?" tawarku memberanikan diri dengan tidak tahu malu.

Mencoba tidak salah 'kan? Aku mengajak minum teh, bukan menawarkan untuk berselingkuh.

Tak kusangka dia mengangguk. Aku berani bertaruh, jika aku mengajaknya sepuluh tahun silam, dia pasti menolakku mentah-mentah.

"Sorry Sunny Place," ujar Karin.

Karin sudah selesai menerima panggilan. Ya maksudku panggilan telepon memang.

Apa tadi dia memanggil Hinata? Sunny Place? Dasar plagiat! Jadi dia ikut-ikutan Sasuke sekarang, memanggil Hinata dengan sebutan itu?

Ah iya, tentu saja, mereka pasangan suami-istri.

"Ada apa?" tanya Hinata khawatir.

"Iee ... iee ... aku hanya tak bisa mengantarmu. Aku akan pergi bersama Sasuke-kun," katanya jengah.

Karin dan malu-malu adalah bencana.

Wanita Uchiha itu menghadapku, "Hei, Neri! Bisakah kau--"

"Tentu saja! Jaa ne, Karin!"

Aku memotong kalimat Karin.

Dan sesaat kemudian aku menarik Hinata menjauh dari mantan gadis Uzumaki itu.

Aku tak perduli dengan makiannya yang khas itu.

°°°

Aku dan Hinata menuju kedai teh seperti rencana awal.

Wanita di hadapanku ini masih terlihat sangat cantik.

"Bagaimana kabar suamimu? Kapan kau pindah ke Tokyo Hinata?"

Aku memberondongnya dengan pertanyaan.

"Yahiko sudah meninggal," Hinata menjawab sendu.

Aku terperangah iba.

"Karena kecelakaan saat kami akan berbulan madu," lanjutnya.

Kasihan sekali.

Apa kau masih gadis Hinata?

Ingin aku bertanya begitu, tapi itu tidak sopan. Tidak mencerminkan seorang Ootsutsuki.

Ingat, aku canggah Otsutsuki Hamura loh ini.

Tanganku bergerak memegang tangannya seakan memberinya kekuatan.

"Maafkan aku."

Tunggu!

Kenapa dia meminta maaf?

"Maaf pernah menganggapmu tidak serius," lanjutnya.

Oh, jadi dia sudah tahu?

Neji-senpai pasti sudah memberitahukannya.

Setelah hari itu, aku dan Hinata menjadi sering bertemu. Membicarakan apa saja, dan berbagi apa pun. Persahabatan kami mengalir begitu saja.

Seperti hari ini, kami berada di bawah langit malam di taman dekat kontrakan Ootsutsuki.

Duduk berdua di tanah memandang langit malam.

Hinata, aku masih sangat mencintaimu."

Kuberanikan diriku mengutarakan perasaanku.

Kini kami saling berpandangan.

Hinata tersenyum miris.

"Terima kasih, Toneri. Tapi maaf, aku tidak bisa membalasmu."

"Yaa, aku tau. Karena sejak dulu kau membenciku." Aku berkata tenang.

"Tidak, bukan seperti itu. Aku tidak pernah membencimu." Hinata menjelaskan.

"Lalu?" tuntutku.

Dia terdiam.

"Hinata, kita bukannya selingkuh. Kau sudah sendiri sekarang. Jadi ...."

Aku menggenggam tangannya.

"Justru itu! Aku janda! Janda, Toneri!"

Dia menepis tanganku.

Lalu di mana lagi letak kesalahannya? Apa salahnya janda?

Aku tersenyum padanya.

"Kau mencintaiku?" tanyaku.

Dia tak menjawab. Dari situ aku menyimpulkan bahwa dia pastilah mencintaiku. Mata bulannya tak bisa menipu. Lagi pula, dia sudah tau kebenarannya. Kebenaran bahwa aku sungguh-sungguh mencintainya sedari dulu.

"Aku mencintai orang yang selama ini sangat mencintaiku. Mencintaiku diam-diam. Tapi statusku ...."

Sudah kuduga.

Lagi pula, harusnya tempat Yahiko beberapa tahun lalu, harusnya aku yang menempati.

Akulah mempelai pria sesungguhnya dari Hyuuga Hinata. Hanya karena belum jodoh, jadinya Yahiko yang menggantikan.

"Mengetahui bahwa dirimu pun memiliki rasa yang sama padaku, itu sudah cukup."

Aku mendekapnya. Kali ini karena memang kehendak kami.

Maka, nikmat Tuhan yang mana lagi yang bisa didustakan?

Next chapter