2 02. Bertemu Lagi

Pagi yang cerah ini Bulan ingin memulai harinya dengan semangat, setelah suntuk dua hari libur disuruh ini-itu oleh Luna. Gadis yang baru tiga bulan ini berumur enam belas tahun—bersenandung ria menuruni anak tangga rumahnya.

Di meja makan, keluarganya sudah duduk rapih memulai sarapan. Ada bundanya yang sedang mengoleskan selai di atas roti tawar milik ayahnya, sedangkan kepala keluarga itu fokus membaca korannya sesekali menyesap kopi yang berada di sampingnya.

Kedua kakaknya sepertinya sibuk masing-masing. Luna tengah menyuapkan nasi ke mulutnya sembari sibuk menelpon—yang Bulan bisa tebak itu pasti manajernya. Kalau Cakra—kakak tertuanya, pastinya sibuk dengan membulak-balik kertas dalam dokumennya yang penting.

Bulan menempatkan dirinya di sebelah Luna, "selamat pagi Bubun, Ayah, Abang, Teteh!" sapanya satu persatu, semuanya membalas 'pagi' kecuali Cakra yang hanya berdeham panjang. Bulan mengerti dengan kakaknya yang satu itu, sudah biasa ia dihiraukan jika Cakra sedang memegang tumpukkan kertas pentingnya.

Sebenarnya anggota keluarga mereka masih kurang satu lagi, yaitu adik bungsu Bulan—Rissa. Saat ini Rissa memilih bersekolah bersama nenek dari ayah mereka, Rissa merasa kasihan kalau neneknya harus sendiri, jadi ia berinisiatif untuk sekolah di Jogja menemani neneknya.

"Teh, Bulan pagi ini bareng Kak Elin, tadi Kak Elin udah janjian sama Bulan mau berangkat bareng." Bulan memberitahu jika ia pagi ini berangkat bersama Belinda, sepupunya. Jadi Luna tak perlu repot-repot mengantarnya. Luna yang masih dalam panggilan membalasnya dengan anggukan.

Bulan langsung menyantap habis nasi gorengnya, juga meneguk tandas susu yang sedari tadi ada di sebelahnya. Memastikan sarapannya telah habis, Bulan memeriksa ponselnya untuk menanyai keberadaan Belinda.

Bulan :

kak elin udah sampe mana nih?

Belinda :

udah di depan rumahmu nih, cepet keluar sini!

Setelah mengetahui Belinda sudah sampai, Bulan beranjak untuk menyalami satu persatu anggota keluarganya tersebut, "semuanya Bulan sekolah dulu ya!" pamit gadis itu berlari menuju mobil Belinda yang terparkir di depan rumahnya.

Bulan membuka pintu depan mobil disebelah pengemudi, namun dirinya mendengus ketika mengetahui kalau ternyata bersama dengan kembaran Belinda, kakak sepupunya juga, namun Belino—namanya—orangnya itu bikin kesal mulu.

"Aku kirain sendiri aja Kak Elin." kata Bulan menyindir ketika sudah duduk di bangku belakang. Merasa terkena sindir adik sepupunya, Belino membalikkan badannya dengan susah demi melihat wajah galak Bulan.

Tangannya mengangkat untuk menjitak kepala Bulan. Bulan yang belum sempat menghindar mengaduh karena jitakkan yang cukup keras, "ih Abang Ino! Bulan salah apa sampe di jitak gitu?!" tanya Bulan dengan suara ngambeknya, Belino menghidupkan mesin dan mejalankan mobilnya, sengaja tidak di jawab pertanyaan Bulan agar gadis itu lebih marah lagi.

"Ih Kak Elin! Abang Ino jahat sama Bulan!" adu Bulan pada Belinda yang sedari tadi hanya duduk diam memperhatikan keributan antara kakaknya yang lahir beda lima menit darinya dan adik sepupu kesayangannya.

Belinda menengok menatap wajah kusut Bulan, lalu ia tersenyum manis, "udah biarin aja Bang Ino mah, jangan di ladenin, kanu kan waras, ngalah aja sama yang—" belum juga menyelesaikan omongannya Belino sudah menyela.

"Yang apa?" buru-buru Belinda menggeleng mantap sembari menahan tawanya.

"Kepo aja sia." sahut Bulan dari belakang, lantas Belino memberi tatapan sinisnya lewat kaca spion dalam mobilnya, Bulan balas menjulurkan lidahnya puas.

Tak terasa sudah sampai di parkiran mobil setelah mereka menghabiskan perjalanan menuju sekolah dengan perdebatan antara Bulan dan Belino. Bulan langsung turun dan menarik tangan Belinda, sengaja agar keduanya meninggalkan Belino yang posesif sekali dengan kembarannya.

Bulan dan Belinda cekikikan ketika melihat wajah Belino yang celinga-celingu mencari keduanya, "yuk ah Kak masuk!" ajak Bulan yang dituruti saja oleh Belinda.

Keduanya berpisah karena lorong kelas angkatan Bulan lurus sedangkan angkatan Belinda belok ke kiri. Jadi Bulan terpaksa meneruskan jalannya menuju kelasnya sendirian.

"Bulan!" panggil suara yang Bulan sangat hapal, itu sepupunya si Tania. Dia menghela nafasnya lega, untung Tania seumuran dengan Bulan, belum lagi mereka juga satu kelas, jadi Bulan tidak perlu lagi jalan sendiri.

Sepupunya itu langsung merangkulnya walau dengan payah ia harus menjijit karena tinggi Bulan yang tidak kira-kira, sama seperti teman mereka Lara. Bulan pasrah-pasrah saja, hanya lama-lama rasanya pengap juga di rangkul seperti itu.

"Eh lo ikut gak sabtu ini acara kumpul keluarga?" tanya Tania tiba-tiba. Bulan mengedikkan bahunya.

"Gak tau aku Tan, lihat nanti aja deh kalau aku gak males." jawab Bulan sekenanya, pasalnya kalau lagi kumpul keluarga dia malas bertemu salah seorang saudaranya, entahlah rasanya perlu ia hindari.

Tania tertawa kecil, dia mengingat ia mengetahui sesuatu, "jadi males karena acaranya atau karena seseorang nih?" godanya membuat wajah Bulan seketika lecek seperti pakaian yang belum di setrika.

Tangan Bulan langsung melepas paksa rangkulan Tania, kemudian ia pergi sambil menghentakkan kakinya, meninggalkan Tania yang tertawa puas karena berhasil melancarkan godaannya barusan.

——————————————

Sepulang sekolah Bulan menunggu sahabatnya Thea selesai piket. Sejujurnya Bulan ingin cepat-cepat pulang dan tidur di atas kasur empuknya, tetapi karena minggu lalu dia piket dan Thea menemaninya karena bosan, jadi disinilah dia. Anggap saja membalas budi pada Thea.

Saat sedang asyik memainkan ponselnya di depan kelasnya dan juga Thea, Bulan teringat harus mengumpul tugas makalahnya. "The, aku ke atas dulu ya mau ngumpul makalah." pamit Bulan menghampiri Thea yang sedang menyapu, gadis kecil itu mengangguk sembari mengambil sesuatu di dalam tasnya.

"Punya gue juga ya sekalian Bul." ujar Thea memberi makalah punyanya kepada Bulan, kemudian melanjutkan lagi kegiatan menyapu yang tertunda. Bulan mendengus namun tetap saja gadis itu mengantarkannya ke ruang guru yang berada di lantai dua.

Setelah dia menaruh tugas miliknya dan Thea, guru fisikanya memanggilnya untuk menyuruhnya sekalian membawa buku tugasnya dan teman sekelasnya yang sudah dinilai. Baru selesai itu dia bisa turun dengan tangan yang penuh memeluk sebanyak 30 buku.

Lagi-lagi Bulan mendengus. Dia membawanya pelan karena takut salah satu buku jatuh. Bukannya apa, jika sudah jatuh satu akan sulit mengambilnya. Tepat pada anak tangga terakhir Bulan hampir menjatuhkan seluruh buku yang ia peluk.

Demi Tuhan apa yang baru saja dia lihat di depannya saat ini!

Sosok itu menatapnya dingin. Dan Bulan tak tahu harus bereaksi seperti apa, maka matanya memilih tak menatap balik kedua bola mata berwarna coklat gelap itu.

Bulan tidak gugup atau apa, hanya saja setelah melihat bet di seragamnya yang menunjukkan bahwa ia jelas lebih tua dua tahun dari Bulan, juga fakta yang menyadarkan Bulan jika mereka satu sekolah.

Pantas saja Bulan merasa familiar saat pertama kali bertemunya. Bulan melihat sisi kosong yang mungkin muat untuknya lewat, ia pun kembali meneruskan langkahnya melewati sosok tersebut.

Sampai sahutan orang itu membuat Bulan mendadak berhenti. "Bulan?" tanyanya memastikan. Gadis pencinta roti itu menoleh ragu. Matanya bertemu tepat kedua mata yang sedang menyorot dengan dingin. Benar-benar dingin.

"Ke-kenapa?" gagap Bulan menjawab, cowok itu menggeleng, "masih ingetkan gue Angkasa?" Bulan mengangguk menjawabnya. Iya itu Angkasa, yang ternyata adalah kakak kelasnya.

"Dunia sempit ya." ujar Angkasa membuat Bulan tersenyum canggung dan meneruskan jalannya lagi.

"Nomornya masih sama 'kan?" tanya Angkasa mengagetkan Bulan, lantas ia menbalikkan badannya lagi, "masih." jawab Bulan cukup jelas.

Angkasa menganggukkan kepalanya, "nanti gue telpon." ucap cowok itu sebelum meninggalkan Bulan yang sudah dibuat terkejut kesekian kali.

Ketika Bulan ingin protes Angkasa sudah menghilang begitu saja, tepat saat itu pula Thea menghampirinya sambil berkacak pinggang.

"Lama banget sih! Gue udah selesai dari tadi juga!" omel Thea membuat Bulan menghela nafasnya kasar, tak dihiraukannya Thea yang mengoceh, Bulan langsung menaruh buku-buku tersebut lalu menarik tangan Thea untuk segera meninggalkan sekolah.

avataravatar
Next chapter