1 Prolog

Perpisahan adalah upacara menyambut hari-hari penuh rindu.

---

Sepulang dari pemakaman Atlas Pranata Atmadja, tentu saja duka masih membekas dengan sangat dalam diri Vega. 

"Las … makasih untuk kisah singkat, tapi melekat ini." Dari sang tokoh utama untuk tokoh yang melegenda. 

Apa pun alasan dan juga penjelasannya, perpisahan akan selalu menjadi hal yang paling menyakitkan. 

"Bagaimana kalau jodohku ternyata adalah ajalku sendiri? Tapi jika waktu itu tiba aku minta ama kamu untuk tidak menangisi kepergianku." Pesan terakhirnya yang diucapkan Atlas masih berputar-putar dengan sangat pilu di dalam pikiran Vega saat ini. 

"Atlas … kamu adalah jatuh cinta versi terbaik dalam hidupku saat ini, esok, juga selamanya," ucap Vega sambil memandang langit yang juga seolah-olah sedang berduka atas kepergian orang nomor satu di Bimasena Geng itu. 

Atlas Pranata Atmadja--dia pria hebat yang pernah dimiliki oleh seorang Damayanti Vega Rianto. Sosok lelaki yang tidak pernah gagal untuk menjadi sayap pelindung untuk wanita yang dia cintai. 

"Seandainya skenario hidup ini bisa aku baca terlebih dahulu, maka aku pasti akan menghapus bagian yang sama sekali tidak ingin untuk aku perankan." Vega kembali bergumam dalam hatinya, dia menerka-nerka apakah bisa dia melanjutkan hidupnya tanpa Atlas lagi? 

"Atlas, aku ikhlas bukan berarti aku menyerah, ya?" Vega memberi ultimatum pada sosok yang tidak bisa lagi untuk dia rengkuh. Sosok yang selalu menjadi pusat jatuh cinta terbaiknya. 

Tidak mudah? Tentu saja tidak, tapi bukankah luka sudah memiliki masanya sendiri untuk sembuh?

Waktu begitu cepat untuk berlalu rasanya baru kemarin Atlas memintanya secara khusus untuk menjadi ibu ketua dari geng motor yang paling disegani di SMA Garuda Sakti, tapi seolah tanpa ampun semesta merenggut itu semua darinya. 

"Atlas? Lo adalah orang yang paling tidak ingin untuk gue menangis. Tapi kenapa lo sekarang menjadi sumber luka terhebat buat gue, hah?" 

Dan pada akhirnya Vega sadar akan satu hal, diumbar atau tidak lauhul mahfudz tetaplah pemenangnya. Dan kematian adalah rival terberatnya.

Mobil yang dikemudikan oleh sang om, Dirka Abimanyu Rianto berhenti tepat di halaman rumah duka. Rumah yang menjadi saksi bisu perjalanan Atlas dari masa ke masa. 

Di belakang Vega saat ini juga telah terparkir 6 motor besar milik para inti dari Bimasena, geng motor yang saat ini sedang  diselimuti duka karena kehilangan ketua mereka. Kehilangan ketua sama halnya dengan kehilangan arah. 

Dengan dibimbing Dirka, Vega membawa kedua kaki jenjangnya menuju dalam rumah. 

"Be strong, Ga.  Kalau Atlas lihat kamu seperti ini pun pasti dia akan sangat marah." Tapi Vega seperti sedang menutup kedua telinganya rapat-rapat saat mendengar apa yang dikatakan oleh sang om.

Untuk saat ini berdamai dengan semua kenyataan adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan oleh Vega. 

"Ga, kamu sudah balik, Nak? Sini sama tante." Dia adalah Diza Gayatri Rianto, adik bungsu dari sang papa. 

Vega menurut saja apa yang dikatakan oleh sang tante tanpa bantahan sama sekali. 

"Ga, kenalin ini Aster."  Kedua manik mata milik Vega seperti ingin jatuh berserakan saat ini, saat dia melihat sosok yang ada di hadapannya sangatlah mirip dengan Atlas, tak ada celah sedikit pun untuk mengatakan dia bukan Atlas. 

"Dia Aster Praha Atmadja." 

"Aku mengenal dia sebagai Atlas, tapi bagaimana bisa dia memperkenalkan diri sebagai Aster?" gumam Vega yang tak bisa mencerna dengan baik apa yang saat ini sedang terjadi. 

avataravatar
Next chapter