1 1

Batam, 5 Agus 2021

***

Aku yang baru pulang dari kantor mengernyit heran saat menemukan satu sosok berperawakan tinggi tengah menghadap ke pintu rumah. Ada perasaan cemas sekaligus penasaran akan sosok itu. Mengapa ada pria yang datang selarut ini kerumah ku.

Aku memang lembur hari ini, biasa akhir bulan adalah waktu-waktu sibuk di kantor ku, banyak nya permintaan pasar membuat kami para karyawan harus kalang kabut memenuhi orderan

Aku akhirnya melangkah pelan menghampiri si pria tinggi itu, nampaknya dia belum menyadari kehadiran ku.

"Nyari siapa ya mas?" Aku bertanya pelan saat langkah ku berhenti tepat di belakang nya. Dia berbalik, dan saat itulah aku terkejut hingga mundur selangkah. Untungnya tidak jatuh karena tangannya dengan sigap meraih pinggang ku.

Di posisi seperti ini jantung ku berdegup dengan kencang, jelas bukan karena jatuh cinta, jatuh cinta pun belum pernah kurasakan sebelumnya, tapi karena rasa terkejut dan takut yang berbaur menjadi satu. Satu pertanyaan terlintas di kepalaku saat melihat wajahnya. Ada hal apa yang membuat pria yang tak lain adalah kakak tingkat ku semasa kuliah datang kemari?

"Mas Al, ngapain kesini malam-malam." Akhirnya suaraku keluar setelah hampir lima belas detik dalam keterkejutan ku dan mengambil langkah mundur agar pinggang ku terlepas dari belitan tangan kekarnya.

Dia hanya diam sambil menaikkan satu alisnya saat aku dengan tergesa kembali menjauh darinya. Kembali ku ulang pertanyaan ku karena takut dia tidak mendengarnya tadi. "Mas Al kenapa bisa sampai sini? Tau dari siapa Alamat rumah aku?"

Jelas aku menanyakan itu, karena di masa kuliah dulu, kami tidak dekat. Bahkan untuk saling sapa pun tidak, aku hanya mengetahui sekilas tentang dia dan bahkan aku tidak mengetahui nama lengkapnya. Memang sekitar beberapa hari lalu kami sempat bertemu di acara night party yang di adakan kampus ku. Dan salah satu teman Mas Al sempat menegur ku karena memang saat kuliah dulu kami satu organisasi, tapi waktu itu Mas Al hanya menatap ku tidak ikut menegurku seperti beberapa kawannya. Dan yang membuat ku semakin penasaran apa motifnya saat ini.

Aku masih diam menunggu kalimat yang akan keluar dari mulutnya. "Aku mau ngomong serius sama kamu bisa?" Dia bertanya pelan. Jujur saat dia bicara entah mengapa aku merasa sedikit tenang. Mungkin karena faktor suaranya yang berat namun lembut saat bersamaan.

Aku belum memberikan respon, karena bingung ini sudah terlalu larut bagi ku untuk menerima tamu seorang pria, takut bila nanti ada tetangga yang berfikir buruk tentang aku. Beberapa saat aku terdiam akhirnya aku mengangguk, "tapi ngomongnya disini aja ya mas. Aku takut jadi bahan omongan tetangga." Dia hanya mengangguk mengiyakan.

Jadilah kami berdiri di teras rumahku, bukan karena tidak ingin mengajak Mas Al untuk duduk, tapi memang teras rumahku tidak memiliki sepasang kursi dan meja yang bisa kami duduki.

"Aku mau nikah."

Aku mengernyit heran, dia mau nikah? Terus kenapa harus lapor sama aku, aku juga gak perduli karena emang bukan  urusan aku, dan aku gak sedekat itu sama mas Al hingga mengharuskan dia mengundang ku untuk pergi ke pernikahannya kan?

"Terus, mas mau ngundang aku?" Aku bertanya dengan nada sedikit jenaka, karena memang bingung kenapa tiba-tiba ngomong gitu.

"Bukan, tapi sama kamu."

What the.. maksudnya apa nih?

"Maksud mas Al gimana? Aku salah denger ya? Atau mas Al yang lagi ngelindur?" Aku bertanya dengan sedikit terkejut. Ya, siapapun akan kaget jika tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba diajakin nikah. Bahkan sama orang yang kita cuma tau namanya doang.

"Aku mau nikah, tapi sama kamu." Dia kembali mengulang perkataannya tapi dengan nada sedikit menjelaskan bahwa dia tidak main-main.

"Mau nikah sama aku gimana ceritanya? Kita gak sedekat itu mas untuk membicarakan sebuah  pernikahan." Nada bicarakan sedikit naik, jengkel juga rasanya, disaat tubuh  ku udah sangat lelah dan butuh kasur secepatnya. Malah didatangi dan dikasih pernyataan begitu.

"Aku tau gak etis ngomongin hal kaya gini di saat jam udah larut. Tapi aku butuh secepatnya bilang ini sama kamu." Mas Al menjelaskan sedikit panjang dan sempat membuat ku takjub. Bukan apa, tapi meskipun aku hanya tau namanya. Tapi aku juga sedikit mendengar dari beberapa teman ku saat di kampus bahwa mas Al itu sosok yang sangat irit bicara. Dia hanya akan berbicara jika hal itu benar-benar penting menurutnya.

"Gini ya mas Al, aku memang berkeinginan untuk membangun rumah tangga, tapi ya gak malam-malam gini juga ngomongnya, kaya gak ada besok aja. Terus Kamu datang tiba-tiba kaya gini buat aku takut, kenapa gak chat aku dulu karena aku yakin kalau mas bisa dapetin Alamat rumah aku bukan gak mungkin buat mas Al tau nomor hp aku. Aku juga gak kenal sama kamu selain  nama kamu doang, aku juga capek habis pulang kerja dan besok harus berangkat pagi lagi. Jadi kalau mas Al emang mau ngomongin hal kaya gini, bisa kita cari waktu senggang aja gak, biar sama-sama enak dan nyambung. Aku harus berfikir juga untuk memulai hubungan sama kamu karena emang aku benar-benar gak tau kamu itu gimana. Jadi, maaf banget aku gak bisa balas omongan kamu untuk sekarang aku mau istirahat." Aku menjelaskan secara panjang agar pria ini paham bahwa kedatangannya yang tiba-tiba sungguh bukan sesuatu yang aku harapkan.

Sumpah demi apapun kok aku kesel ya di buatnya, udah datang malam-malam kesini kaya gak ada hari esok, terus membicarakan hal yang gak masuk akal kaya gini. Capek yang sempat hilang tadi, kini datang lagi. Aku memijit  dahi ku pelan

Dia hanya diam namun dari tatapannya aku tau dia paham sama apa yang aku jelasin barusan, kemudian dia mengangguk dan izin untuk pulang. "Maaf ganggu kamu malam-malam kaya gini, sabtu kamu ada waktu luang gak?"

"Sabtu aku senggang mas," jawab ku akhirnya. Dia kembali mengangguk kemudian dia pamit setelah ngomong bahwa hari sabtu dia harap aku mau jawab Permintaannya tadi.

Setelah aku mengantar kepergiannya bersama buggatti mewah yang dia kendarai, aku akhirnya membuka pintu rumah dan merebahkan diriku di sofa panjang yang ada diruang tamu. Sejenak ku pejamkan mata ku untuk mengistirahatkan badan ku yang benar-benar capek karena seharian ini di paksa berjalan kesana kemari dan mengurus hal-hal lainnya. Ditambah kedatangan pria yang tidak pernah ku sangka bisa terdampar kemari hanya untuk melontarkan sebuah kalimat yang menambah beban kepalaku.

Menurut ku menikah bukan perkara mudah, bukan untuk mainan dan tidak  bisa di ucapkan segampang membeli bawang di pasar. Semua harus dipikirkan dan di perhitungkan agar tidak ada kekecewaan di akhir saat menjalaninya.

****

Bella Arabel

  Al Rendra

avataravatar