19 TEMAN DEKAT

"Loh, kita kok pergi ke tmpat sandal dan sepatu wanita, Mas?"

"Pilih buat kamu saja dulu. Baru mas, gimana?"

"Sepatu dan sandal Arsyla masih banyak dan bagus-bagus di rumah, Mas."

"Kan bukan mas yang beliin, kan?"

"Tapi… "

"Sudah, jangan tapi-tapi. Ayo, Ma pilihkan untuk kamu," ucap Rayyan dengan sengaja memotong kalimat istrinya, karena, dia memang tidak menyukai penolakan dalam bentuk apapun.

Usai memilih satu sandal hak tinggi dan satu sandal gunung untuk dirinya, Rayyan mengajak Arsyla mengantir di depan kasir. Kepebutulan, pengunjung tidak terlalu ramai karena bukan wekkend. Jadi, antrian pun tidaklah panjang seperti hari-hari libur dan jelang Ramadhan. Dia sekarang berada di dalam urutan moror tiga dari belakang. Rayyan mengeluarkan dompetnya dan memberikan pada Arsyla agar dia yang membayar.

"Loh, kenapa Mas?"

"Kamu adalah istriku. Jadi, kau berhak atas uang yang kumiliki. Termasuk isi di dalam dompetku."

"Tapi, kita kan baru saja menikah dan masih… "

"Tapi, di mata Allah sama saja, kan? Sudah, ayo. Jangan biarkan di belakang kita terlalu lama menunggu karena perdebatan kita. Cepat kamu bayar, ya?"

Dengan tangan sedikit bergetar Arsyla menerima dompet berwarna dark brown tersebut, kemudian, membuka dan mengeluarkan sejumblah uang untuk membayar dua item benda yang mereka beli.

"Ini dompetnya, Mas," ucap Arsyla sambil menyodorkan benda berbahan kulit tersebut kepada suaminya.

"Kita makan siang yuk. Nanti, biar enak. Sampai di rumah kamu bisa langsung istrirahat sebentra sebelum akhirnya berangkat kuliah."

"Makan siang di mana, Mas?"

"Di sini saja, bagaimana?"

"Tapi, bukannya harga menu di sini mahal-malah, Mas?"

"Ya sudah, Dek Arsyla mau makan di mana, Mas nurut saja. tapi, kalau memang pengin nyicipi hidangan di sini, ya ayo! Jangan pikirkan soal harga. Kan tidak setiap hari kaya gini."

"Baiklah," akhirnya gadis itu pun menyetujui ajakan suaminya. Keduanya makan siang sambil di food courd. Sambil menunggu pesanan datang, mereka ngobrolin hal-hal santai seputar pribadi masing-masing. Meskipun, sebenarnya Rayyan sudah tahu banyak tentang Arsyla.

"Dek Arsyka, di kampus punya teman cowok yang dekat, tidak?"

Mendengar pertanyaan itu, Arsyla seketika terkejut. Kenapa tiba-tiba Rayyan bertanya demikian. Walau pun sebenarnya, pertanyaan semacam ini sangat wajar dipertanyakan oleh kaum pria dan wanita pada pasangannya. Sudah menjadi haknya memang.

"Ya, ada. Tapi, kami mulai jaga jarak sekarang," jawab Arsyla, jujur.

"Apakah ada perselisihan di anatar kalian berdua, kok jaga jarak?"

"Arsyla sudah ketemu jodoh. Tidak baik bagi wanita yang sudah menikah masih memiliki hubungan dekat dengan pria lain selain dengan suami, ayah, dan saudara laki-lakinya sendiri."

"Oh, jadi itu ya masalahnya? Terimakasih, ya Dek."

"ini bukan masalah, Mas. Karena pernikahan itu sunnah yang sangat diharuskan agar kita diakui sebagai umat baginda rossul. Jika pernikahan itu adalah sebuah masalah, manusia mana yang mau membawa dirinya ke dalam masalah?"

Rayyan tersenyum. Dalam hati ia mengagumi kecerdasan istrinya. Lagi-lagi, ia bersyukur atas nikmat Tuhan yang memberikan dirinya istri yang tak hanya bagus rupa. Tapi, hati, akhlaknya baik, dia juga sangat cerdas.

"Iya, maafkan mas. Salah berucap saja. Lalu, kamu punya sahabat, tidak?"

"Ada, dipondok dulu. Sampai sekarang, kami masih tetap bersahabat, dan sama-sama mengajar di sana." Seketika, wajah Arsyla kembali sedikit layu setelah mengingat tentang Nuraini yang secara tak sengaja ia ketahui sudah lama sekali menyimpan perasaan pada pria yang baru kemarin sah secara agama menjadi suaminya.

"Oh, kemarin ada gak diacara tunangan kita?"

"Tidak satu pun temanku yang tahu kalau aku bertunangan. Apalagi menikah."

"Kenapa? Apakah kamu malu memiliki suami seperti Mas?"

Dengan cepat Arsyla menggelengkan kepala. Ia takut, suaminya salah paham. "Tidak, Mas. Bukan begitu. Siapa yang malu memiliki suami sepertimu?" jawabnya ke udian denan cepat.

"Lalu, kenapa tidak meberitahukan pada mereka? Biasanya, wanita itu suka berbagi kebahagiaan dengan sahabat dan orang-orang terdekatnya."

"Aku hanya mengatakan pada temanku yang di kampus. Agar, dia mengerti dan juga ikut menjaga jarak padaku yang statsunya tak sama lagi dengan sebelumnya. Untuk kedua sahabatku di pondok, kelak cepat atau lambat mereka juga pasti akan kukasih tahu."

"Kapan?"

"Mas maunya kapan?" jawab Arsyla balik sambil tersenyum dilihat dari gelagat dan gestru tubuhnya sepertinya ia sudah tak lagi canggung sepertu sebelumnya.

Usai makan siang, Rayyan mengantarkan Aryla pulang ke rumah. Pukul 12.30 waktu setempat mereka pun tiba. Di rumah hanya ada umik Hamilah. Sementara Abah, dia sudah pergi ke pondok setelh mereka berangkat tadi untuk mengajar sekolah umum. Ponpes baittil jannati memang ponpes besar dan modern. Selain pondok, di sana juga ada MI, MTS dan juga MA, sampai universitas islam pun ada. Suatu kebanggaan bagi Arsyla bisa menjadi guru di sana.

"Kalian sudah pulang?"

"Iya, Umi," jawab Rayyan dan Arsyla hampir bersamaan.

"Sudah sholat?"

"Belum."

"Ya sudah, kalian sholat dulu. Nak Rayyan, pakai sarung dan baju koko punya abah saja, ya?"

"Iya, Umi. Tidak apa-apa. Terimakasih."

Umik Halimah pun beranjak ke dalam kamarnya mengambilkan pakaian suci untuk menantunya.

"Kita sholat berjamaah saja, ya Dek?"

"baik, Mas. Syla bersiap dulu, ya? Tak tunggu di musholla," gadis itu pun beranjak ke kamar sambil membawa sandal yang baru saja Rayyan belikan untuknya.

avataravatar
Next chapter