17 PENDEKATAN

Usai makan malam dan melaksanakan ibadah sholat Isya secara berjamaan dengan keluarga, Rayyan masuk ke dalam kamarnya. Meskipun sehari ini dia tidak sedang piket, namun ini cukup melelahkan baginya. Meskipun ada terselib banyak rasa bahagia dalam hatinya di balik kelelahan yang ia alami saat ini.

"Hmmmmh… leganya, setelah bisa berbaring. Seharian diwawancarai umi dan dapat banyak wejangan dari abah, membuat punggung ini tak sempat merebah. Alhamdulillah, nikmatnya," gumamnya.

Hampir saja pria itu terlelap saat berbaring sambil memejamkan mata. Capek memang sudah biasa ia rasakan. Apalagi, Ketika dirinya tengah berlatih dan masuk di dalam hutan. Tapi, entah, kenapa kali ini terasa sangat berbeda saja dari biasanya. Padahal, kalau diingat-ingat, kegiatan hari ini tidak begitu menguras tenaga. Entah apa, mungkin saja pikirannya. Mengucspksn ijab di depan wali sang istri dan disaksikan oleh sedikit keluarga saja membuat dirinya bergetar hebat. Sepertinya, ini jauh lebih ngeri berhadapan dengan seorang komandan sekalipun.

Rayyan terjaga saat tiba-tiba teringat dengan istrinya. Dengan semangat, pria itu mengambil benda pipih di atas nakas dan mescroll kontak, kemudian mengirimkan sebuah pesan melalui aplikasi hijau. Sebenarnya pengennya dia langsung video call. Tapi, karena takut istrinya masih mengajar di pondok, ia memutuskan saja untuk mengirim pesan. Satu menit, dua menit sampai tigspuluh menit lsmsnys tidak ada jawaban dari Aryla. Rayyan memaklumi. Sebagai suami, dia tahu apa saja kesibukan istrinya. Karena, sebelumnya ia juga memang sudah mencari tahu tentang diri Arsyla. Kembang di pondok baitil jannati pada masanya.

"PINK!"

Mendengar ponselnya berdenting, dengan segera Rayyan meraih ponsel yang ia letakkan di atas dadanya yang bidang tersebut. Kemudian, ia membuka pesan itu. seketika, bibirnya melengkung ke atas membentuk sebuah senyuman. Karena pesan yang ia terima berasal dari wanita yang sudah lama ini diam-diam ia cintai.

"Waalaikumssalam, Ma Rayyan. Maaf, Syla baru saja mengajar." Balas Arsyla. Kala itu waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

"Lagi apa, Dek? Mas tiba-tiba saja kangen sama kamu," tulis Rayyan. Tanpa mengoreksinya sekali lagi langsung saja ia kirimkan pesan balasan tersebut.

Arsyla tersenyum sambil kedua pipinya bersemu merah. Hanya tulisan saja membuat ia menjadi tersipu begitu, bagaimana jika bertemu secara langsung? 'Bahkan, kami baru tadi ngobrol. Itu pun dalam waktu yang sangat singkat masa iya, bisa kangen, sih?' batin gadis itu sambil geleng-geleng kepala.

"Mas Rayyan kok belum tidur?" balasnya, malah bertanya tak mau menjawab apa yang baru saja suaminya katakana melalui chat barusan.

"Masih belum ngantuk. Sudah pulang, atau belum?"

"Belum, Mas. Ini masih berada di pondok. Menunggu abah."

"Besok kita jalan-jalan, yuk. Mas jemput kamu."

"Jam berapa, Mas?"

"Terserah dek Arsyla saja. bisanya jam berapa sampai jam berapa?

"Kalau missal pagi saja gimana? Soalnya jam dua Arsyla ada kuliah."

"Baik, Mas akan jemput kamu di rumah."

"Mas, cepat istirahat, ya? gak baik begadang malam. Ini abah sudah datang. Syla mau pulang dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumssalam."

Chat di antara keduanya pun berakhir. Rayyan yang memang sejak tadi sebenarnya sudah mengantuk, seketika langsunt tidur dengan pulas. Toh, istrinya juga sudah mengatakan kalau dia sudah akan pulang. Sampai rumah kalau gak mengerjakan tugas, ya pasti sudah akan segera beristirahat karena hari sudah kian larut. Ia tidak mau menganggunya.

Sementara Arsyla, sampai di rumah kembali membuka laptopnya. Banyak sesuatu yang masih harus ia ketik. tapi, baru saja setengah jam menulis naskah untuk skripsi, tiba-tiba muncul kembali dalam ingatannya tentang Jordhan.

"Astagfirrullah, ya Allah. Kenapa aku masih teringat tentang dia dan ingin tahu seperti apa kabarnya? Bukankah ini sama halnya dengan aku menghianati mas Rayyan suamiku? Sekalipun pernikahan kami belum diakui oleh negara karena belum adanya bukti. Tapi, ini sudah sangat sah dan sacral di dapanmu, kan? Maafkan aku ya Allah." Lirih Arsyla lirih. Saat ia tidak mampu untuk membuka media sosialnya dan mulai mengetik nama profil pria bule berdarah Jerman tersebut.

Sambil menitikkan air mata karena merasa sangat berdosa dan menghianati, Arsyla terus melihat profil Jorhan yang sudah sebulan lamanya tidak membuat postingan. Akun IG dan FBnya seolah-olah mati dan tak pernah lagi di jamah. Sementara untuk mengirimkan oesan chat padanya, atau pada sahabat dekatnya ia juga tidak berani saat ia mengethui sendiri, betapa setianya Rayyan yang tak pernah merespon wanita manapun yang sudah lama mengejar dan tergila-gila padanya hanya karena dirinya yang mungkin bahkan tidak pernah berjumpa sebelumnya.

'Mas Rayyan, maafkan aku. aku akan berusaha dengan keras dan bersungguh-sungguh melupakan nama pria yang pernah ada di masa laluku dan menggantikan dengan namamu saja untuk selama-lamanya,' batin Aryla. Kemudian, ia beranjak setelah mematikan laptopnya. Ia pergi ke kamar mandi untuk bersuci, mengambil wudu sebelum akhirnya tidur. Sebab, mengerjakan skirpsi juga rasanya sangat percuma. Karena, dia tidak bisa fokus hanya karena bayangan wajah Jordhan yang terus menerus menghantui dirinya.

avataravatar
Next chapter