18 Siapa Dia?

🍁🍁🍁

Apa yang dikhawatirkan Dikta memang tidak meleset sama sekali. Maghdalena tidak akan diam begitu saja tanpa melakukan tindakan apa pun. Cepat atau lambat dia akan bergerak untuk melemahkan posisi Aisha saat ini.

Setelah menyelundupkan dan memasang penyadap suara di kantor Aisha, Maghdalena juga menempatkan orang untuk memata-matai pergerakan Aisha di perusahaan. Lebih tepatnya membayar seseorang di lingkup dalam perusahaan inti untuk mengamati gerak-gerik keseharian Aisha dan melaporkan kepada Maghdalena.

Sampai sejauh ini belum ada informasi berarti yang mereka dapatkan dari hasil menyadap pembicaraan di ruang kerja Aisha. Aisha dan sekretarisnya hanya membicarakan masalah sepele yang tidak berkaitan dengan masalah penurunan profit di salah satu cabang potensial Pramana Corporation.

Apakah mereka menganggap remeh kasus ini?

Maghdalena mulai hilang kesabaran.

"Ferdy, kamu bilang selisih pada laporan profit akan mempengaruhi suasana perusahaan. Tetapi apa ini? Tak ada apa-apa yang terjadi," hardik Maghdalena kepada direktur keuangan yang kini duduk di depannya. Ferdy Wijaya memutuskan membelot dan berkomplot dengan Maghdalena karena iming-iming keuntungan yang akan dia dapatkan.

"Sabar, Nona. Sekarang divisi keuangan sedang sibuk menyusun rekap laporan yang akan dibahas pada akhir kuartal ini. Ketika laporan tersebut sampai pada dewan direksi maka Aisha tidak akan bisa mengelak lagi. Dia harus bersiap menghadapi tekanan dari dewan direksi yang tentu saja tidak akan terima dengan adanya penurunan kinerja perusahaan," cetus Ferdy dengan senyum lebar. Wajahnya menyiratkan keyakinan akan kemenangan yang akan mereka raih sudah di depan mata.

"Aku pegang kata-katamu. Rencana kita jangan sampai gagal karena aku tidak menolerir kegagalan. Ingat Ferdy kartumu ada padaku," ancam Maghdalena.

Ferdy tertawa lebar.

"Tidak perlu mengancamku Nona Maghdalena sayang. Saya tahu apa yang harus saya lakukan dan jangan ragukan itu. Nona Maghdalena cukup menyediakan sumber daya yang saya butuhkan," ucap Ferdy dengan seringai licik.

"Aku tahu apa yang kamu mau Ferdy. Setelah Aisha jatuh ke dasar dan aku puas menginjaknya, kamu boleh memilikinya."

Maghdalena berjalan perlahan mendekati Ferdy yang sedang duduk di sebuah sofa dalam hotel yang disewa olehnya. Dengan gerakan sensual nan provokatif dia duduk di pangkuan Ferdy yang sejak tadi menatap tubuhnya dengan tatapan lapar.

Perempuan seksi itu memutuskan untuk melakukan pertemuan rahasia dengan Ferdy Wijaya di hotel tersebut karena kamar VIP hotel sangat terjaga privasinya.

Ferdy Wijaya, pria berusia pertengahan empat puluhan itu merupakan salah satu direktur keuangan terbaik di Pramana Corp. Sepak terjangnya dalam menangani masalah keuangan perusahaan telah diakui oleh Alif Pramana semasa hidupnya.

Namun kecemerlangan Ferdy dalam pekerjaan tidak berbarengan dengan kehidupan pribadinya. Bukan rahasia umum lagi jika pria beristri dengan tiga orang anak itu memiliki banyak affair di luar. Tetapi Ferdy sangat pandai menyembunyikan semua skandal-skandalnya sehingga tidak tercium oleh istrinya. Bahkan orang-orang dalam lingkup perusahaan meyakini jika Ferdy memiliki seorang wanita simpanan dari kalangan selebriti. Dan pria itu sangat baik menutupi jejak kebobrokannya.

Kini, wanita seksi di depannya menawarkan keuntungan yang sangat menggiurkan jika dia bersedia memuluskan rencana sang wanita ambisius itu. Bahkan Maghdalena tak pelit menawarkan tubuhnya yang menggiurkan sebagai kompensasi untuk kesetiaan dan komitmen Ferdy agar mendukungnya.

Mana mungkin Ferdy menolak. Pria itu telah gelap mata dibuat Maghdalena.

***

Meskipun telah berpisah tempat tinggal namun Dikta masih bisa melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik. Seperti biasa, pukul tujuh pagi dia sudah siap mengantarkan Alfa ke sekolah sekaligus mendampingi nyonya majikannya ke kantor sebagai sekretaris pribadi atau boleh dikatakan sebagai asisten pribadi 24 jam.

Aisha melarang Dikta sarapan sendiri di rumahnya. Jadi setiap pagi dia masih harus sarapan bersama Aisha dan Alfa sebelum berangkat ke aktifitas mereka.

Setelah menyelesaikan sarapan, Aisha dan Alfa telah duduk tenang di dalam mobil yang disopiri oleh Dikta. Seperti biasa, Alfa akan berceloteh berbagai macam hal termasuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sering membuat ibunya pusing.

"Ma, teman Alfa lihat salju warnanya putih. Kenapa warnanya putih, Ma?" tanya Alfa di satu waktu. Aisha hanya mengerutkan kening. Segera dia membuka aplikasi gugel dan mengetik pertanyaan putranya.

Di lain waktu Alfa bertanya," Ma, kata bu guru kita tinggal di galaksi Bima Sakti. Mama tahu apa itu- ga- laksi?"

"Alam semesta sayang. Di alam semesta kita Bima Sakti ada matahari, planet, bulan, bintang, asteroid dan macam-macam," jawab Aisha. Hmmm ... untungnya semalam dia segera gugling pengertian galaksi waktu lihat Alfa memelototi buku bergambar tentang alam semesta. Aisha tersenyum lega.

"Jadi Ma ... boleh ... boleh tidak Alfa pelihara asteroid?" tanya Alfa kemudian. Aisha langsung membeku di tempat sedangkan Dikta tertawa lebar tanpa suara di belakang kemudi. Aisha hanya bisa melotot kesal ke arah Dikta.

"Boleh, Ma?" desak Alfa dari kursi belakang. Aisha berpikir sebentar. Dia harus memberikan jawaban menyenangkan untuk bocah itu.

"Boleh, sayang!" Akhirnya hanya jawaban itu yang terpilih oleh Aisha. Karena pilihan hanya ada dua, ya atau tidak. Kalau jawab tidak nanti sang bocah bakal merajuk setahun.

"Tapi Ma, kalau kita pelihara asteroid di bumi nanti- nanti buminya hancur kena as- teroid," sanggah Alfa sambil menggerakkan telunjuknya sebagai sikap mengajari.

Dikta langsung terbahak tanpa bisa menahan lagi. Sementara Aisha hanya bisa memijit pelipisnya yang seketika berdenyut.

"Tidak bakal pernah menang melawan nih bocah," gerutu Aisha

"Alfa bukan bocah, Ma. Alfa sudah besar seperti paman," protes Alfa.

"Terserah kamu, Nak." Aisha menyerah.

Pertanyaan-pertanyaan anak kecil memang selalu ajaib. Apalagi jika mereka memiliki tingkat inteligensi di atas rata-rata. Aisha harus banyak buka kamus atau bertanya pada aplikasi gugel untuk menangkis pertanyaan ajaib putranya.

Setelah mengantar Alfa ke sekolahnya, Aisha dan Dikta langsung menuju ke kantor. Ada agenda meeting yang harus mereka hadiri pagi ini.

Tia masuk ke ruangan Aisha saat atasannya tersebut baru saja duduk di kursi kerjanya. Tia meletakkan beberapa bundel berkas dalam map.

"Bu, ini berkas pengajuan kerja sama dengan CEO perusahaan Healthy Food hari ini," kata Tia mengangsurkan sebuah map berwarna biru tua.

"Jam berapa dan dimana?" tanya Aisha sembari memeriksa kembali berkas kerjasama tersebut.

"Jam 10.00 di restoran Japan Seafood," tukas Tia.

"Oke kabari pihak HF saya akan ke lokasi pertemuan setengah jam sebelum janji temu," titah Aisha.

"Baik, Bu!" Tia segera undur diri untuk menghubungi pihak calon klien.

Aisha kembali membaca lembar pengajuan kerja sama di tangannya. Dia harus memastikan tidak ada kesalahan dalam tiap poin yang akan diajukan. Perusahaan Healthy Food merupakan salah satu perusahaan bonafit yang bergerak di bidang pemasaran makanan dan minuman. Perusahaan ini adalah hasil ekspansi dari perusahaan terbesar di negara Jepang. Mereka akan mengajukan kerjasama untuk proyek iklan elektronik sebuah produk minuman baru mereka. Sebuah produk minuman isotonik.

Sejam kemudian Dikta muncul di pintu ruangan Aisha. Dia memberi kode dengan tangan kepada Aisha untuk ikut dengan pria itu ke ruangannya. Awalnya Aisha bingung namun dia segera teringat kalau ruangannya telah disadap.

Dengan gerakan perlahan Aisha bangkit dari kursinya dan mengikuti Dikta ke ruangannya. Aisha memberi instruksi kepada Tia untuk tidak menerima tamu dahulu karena ada hal penting yang akan dia diskusikan dengan Dikta.

Tia hanya mengangguk namun dia bingung karena Aisha malah masuk ke ruangan Dikta bukan diskusi di ruangannya.

"Apa yang ingin kamu sampaikan?" tanya Aisha saat dia telah duduk di salah satu sofa tunggal sederhana.

"Informan yang saya tugaskan memata-matai Maghdalena menyampaikan bahwa dia melihat Ferdy Wijaya dan Maghdalena masuk bersama di sebuah hotel mewah. Mereka stay di sana selama dua hari satu malam," ungkap Dikta.

"Ferdy Wijaya? Direktur keuangan?" tanya Aisha dengan nada kaget. Dikta mengangguk.

"Hmm ... iya. Dugaan saya tidak salah lagi. Ferdy memiliki akses ke data base laporan kas keuangan dan semua kas operasional perusahaan. Dia juga bukan orang yang bisa dipandang remeh. Dia dulu manajer keuangan senior di perusahaan. Itulah sebabnya dia menguasai banyak celah untuk memanipulasi laporan yang masuk dari perusahaan cabang. Dan Bambang sangat mengenal Ferdy," pungkas Dikta.

Aisha merenung mendengar penjelasan Dikta.

"Selain itu, Ferdy sebelas dua belas dengan Tuan Adam dalam hal skandal. Ferdy itu merupakan pria termesum. Selentingan berita mengatakan kalau dia banyak melakukan pelecehan terhadap karyawan dibawah naungan divisinya. Tapi mereka tidak berani melaporkan karena mungkin mendapat ancaman dari Ferdy. Itulah mengapa dia bebas melenggang kesana kemari hingga kini. Menebar jala di mana saja. Dan untuk kasus kali ini kita belum tahu apa yang mereka rencanakan," tutur Dikta dengan suara pelan. Meski dia tahu kalau ruangannya tidak disadap tetapi dia harus mengurangi resiko jika ada mata-mata yang ditempatkan Maghdalena di dalam kantor inti ini.

Aisha melirik jam tangannya. Sudah hampir waktunya mereka berangkat menemui klien.

"Dikta, kita bahas ini nanti. Sudah saatnya kita berangkat menemui klien dari perusahaan HF. Aku ambil tas dan dokumen kerjasama dulu." Aisha berdiri dan keluar dari ruangan Dikta. Sementara pria itu membereskan meja kerjanya kemudian menyusul Aisha keluar.

Saat Aisha akan masuk ke ruangannya, suasana sangat sepi. Tia tak tampak di belakang meja kerjanya.

Aisha terkejut saat seseorang dengan seragam cleaning service keluar dari ruangannya.

"Siapa kamu? Ngapain di ruangan saya?" tanya Aisha. Wanita petugas cleaning service tersebut sempat terkejut sejenak lalu menunduk dengan sopan.

"Maaf, Bu. Tadi ibu Tia menyuruh saya membersihkan ruangan Ibu karena katanya petugas sebelumnya tidak becus melakukan. Kata ibu Tia masih ada beberapa tempat berdebu di sudut ruangam," jawab wanita itu dengan raut takut-takut. Dia semakin menundukkan wajahnya.

"Ya sudah. Silahkan lanjutkan pekerjaanmu," pinta Aisha berlalu masuk ke dalam ruangannya. Petugas cleaning service segera berlalu masuk ke dalam lift.

Aisha memperhatikan posisi barang-barang di dalam ruangan. Tidak ada yang berpindah. Dan dokumen di atas meja juga tidak ada yang berpindah. Dia juga memeriksa isi tas tangannya. Masih lengkap.

Aisha beristigfar karena sempat menaruh curiga kepada petugas cleaning service tadi. Dia bergegas mengemas bawaannya dan keluar. Tia telah kembali ke meja kerjanya.

"Tia, sekarang saya akan jalan mau ketemu CEO perusahaan HF. Jadwal meeting penting di hari Sabtu, atur dan majukan ke hari Jumat karena Sabtu saya mau temani Alfa ke sekolahnya," ujar Aisha memberi instruksi kepada sekretaris perempuannya tersebut.

"Baik, Bu," jawab Tia mengangguk hormat.

***

Sekian menit kemudian Aisha dan Dikta sudah dalam perjalanan menuju lokasi pertemuan. Sepuluh menit sebelum pukul 10.00 Aisha dan Dikta telah memasuki restoran. Dikta bertanya kepada resepsionis kemudian mereka diantar ke sebuah ruang VIP. Pegawai restoran yang mengantar mereka membuka pintu ruang VIP dan mempersilahkan Aisha dan Dikta masuk.

Di dalam ruangan tampak seorang pria yang masih muda dengan penampilan rapi nan tampan. Setelan kerja formalnya yang berwarna hitam menambah aura tegas dan dominan dalam diri pria itu. Pria itu bersama seorang wanita dalam setelan formal juga berupa blazer hitam dengan dalaman kemeja berwarna biru muda serta celana panjang bahan yang membungkus kaki jenjangnya yang dibalut sepatu high heel hitam.

Sang CEO muda yang menjadi calon klien berdiri menyambut Aisha. Namun yang membuat Aisha terkejut adalah ketika wanita di belakang sang calon klien memekik histeris.

"Dikta ...!"

Lalu menghambur merangkul Dikta. Aisha melongo dengan raut bingung. Begitu juga sang calon klien.

'Siapa dia?' batin Aisha.

Bersambung ....

🍁🍁🍁

Jangan lupa dukungan batu kuasanya ya.

See you next chapter 😘

avataravatar
Next chapter