16 Salah Paham

🌸🌸🌸

Canggung.

Kembali Aisha alami setelah kejadian kecupan di keningnya oleh Dikta. Aisha sulit menatap wajah Dikta saat bertemu. Dia sering menghindar bertatapan dengan sekretarisnya saat berdua. Aisha heran dengan dirinya. Harusnya Dikta yang merasa canggung dalam situasi ini. Tetapi malah dirinya yang terbawa perasaan. Sedangkan Dikta?

Pria itu hanya bersikap biasa saja. Malah selama beberapa hari pria itu jarang bergentayangan di sekitar Aisha.

Di pagi hari mereka masih sarapan bersama, mengantar Alfa ke sekolah bersama. Namun di siang hingga sore hari sekretarisnya itu sering menghilang dengan alasan izin melakukan sesuatu. Dikta hanya akan menemani Aisha menjemput Alfa dan mengantar ke kantor, memesankan makanan pesan antar untuk duo ibu anak itu kemudian dia akan sibuk dengan urusannya yang entah apa.

Akhirnya Aisha uring-uringan sendiri dengan tingkah Dikta yang baginya sedikit mulai menjauh dirinya. Aisha merasa aneh dengan pikirannya yang selalu dan selalu merasa kalau Dikta mulai mengabaikannya.

Apakah benar pria itu menghindarinya? Atau menjauhinya?

Aisha menggeleng kuat dan menepuk pipinya sendiri untuk menghalau pikiran-pikiran negatif di otaknya

"Aduh Ais! Dikta itu sudah diset untuk menjadi sekretaris sekaligus pengawalmu. Mana mungkin dia akan menjauhimu karena itu pekerjaannya. Mungkin dia memang punya kesibukan lain. Dia kan lagi menyelidiki kasus penyelewengan arus kas. Tapi ... bagaimana jika suatu saat dia meminta resign dari pekerjaannya sebagai sekretaris dengan alasan bosan atau ingin mencoba pengalaman baru? Ah, tidak mungkin. Ini adalah pekerjaan dengan gaji besar baginya. Bukankah Dikta butuh pekerjaan ini untuk membiayai ibu dan adiknya yang masih kuliah. Hmm ... benar. Iya. Dia tidak akan berhenti. Aku harus bisa menahannya. Mungkin aku harus melipatgandakan bonusnya."

Aisha asyik bermonolog sendiri dengan segala pikirannya yang penuh spekulasi tentang Dikta. Dia hanya menatap nyalang berkas-berkas di atas meja kerjanya tanpa bisa fokus membukanya apalagi membacanya. Sesekali dia memijat dahinya yang pening.

Terdengar ketukan di pintu ruang kerjanya. Kemudian pintu terbuka dan masuklah seorang wanita bergaun merah seksi dengan gaya arogan.

"Maghdalena?" ucap Aisha saat menatap wajah tamu yang menyerobot masuk itu.

"Hai Bibi! Apa kabar? Sepertinya kamu makin menikmati posisimu sekarang ya meski hanya pengganti sementara," cetus Maghdalena seraya mengempaskan bokong seksinya di salah satu sofa tamu.

"Ngapain kamu di sini?" ketus Aisha. Dia menatap tajam wanita dengan bibir penuh dan merah menyala di depannya. Benar-benar tipikal rubah penggoda.

"Oh, Bibiku sayang. Tidak perlu galak seperti itu. Tentu saja aku pantas di sini. Ingat aku salah satu pemegang saham di perusahaan ini jadi hal wajar jika aku datang untuk memantau kinerjamu. Aku tidak mau perusahaan mengalami penurunan profit yang menyebabkan berkurangnya deviden yang harus aku terima. Aku datang untuk menyemangatimu bekerja," cetus Maghdalena panjang lebar. Ada seringai licik tergurat di wajah seksinya.

"Kalau kamu membicarakan masalah profit perusahaan maka jangan khawatir. Aku tidak akan mengecewakan kalian para pemegang saham," sahut Aisha tajam.

Maghdalena bangun dari duduknya dan menghampiri Aisha di meja kerjanya. Dengan pose menantang dia menumpu kedua tangannya pada meja dan mencondongkan tubuhnya ke arah Aisha. Dadanya membusung seolah menantang mata Aisha.

"Oh ya? Maka bekerja keraslah. Karena jika ada sesuatu yang salah maka bersiaplah untuk ditendang dari posisimu saat ini," ancam Maghdalena. Wanita muda itu kemudian kembali menyeringai licik saat menjauh dari meja dan melangkah keluar dari ruangan itu.

Di depan pintu Maghdalena berpapasan dengan Dikta yang hendak masuk ke ruangan Aisha.

"Hai, tampan! Apakah kamu merindukanku? Kapan kita bisa makan malam dan mengabiskan malam bersama, hmm?" goda Maghdalena pada Dikta sambil jemari lentiknya mengusap dada bidang Dikta. Pria itu menatap tajam wanita di depannya. Dengan kasar Dikta menepis tangan Maghdalena.

"Aww ... jangan kasar gitu dong sayang. Nanti aku jadi makin suka sama kamu kalau kamu galak gitu. Kamu seksi deh kalau jutek gitu." Maghdalena terkikik menggoda. Dia berlalu sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Dikta. Dikta tak memberikan reaksi apa pun selain tatapan datarnya. Pria itu segera menutup pintu di belakangnya.

Aisha melihat semua adegan di depan pintu dengan rasa kesal yang membumbung tinggi.

"Mengapa Maghdalena ada di sini?" tanya Dikta melangkah ke depan meja Aisha.

"Bukankah dia datang mencarimu untuk mengajak makan malam?" sindir Aisha. Dia memalingkan wajah menatap lemari arsip yang saat ini tampak lebih menawan dari pada pria di depannya. Aisha dalam mode gusar tingkah tinggi.

"Saya tidak pernah buat janji dengan dia," ujar Dikta bingung.

"Mana ku tahu," sergah Aisha makin sengit. Dikta langsung diam. Dia memilih duduk di sofa dan mengaktifkan macbooknya.

Saat benda pipih dan canggih itu diaktifkan, tiba-tiba sebuah alarm peringatan muncul di layar. Dikta terkesiap dan mengamati tanda alarm tersebut. Sebuah warning adanya alat penyadap di sekitar mereka. Lokasinya di dalam ruangan kerja itu.

'Ternyata tujuan wanita rubah itu datang ke sini untuk sebuah penyadap?' batin Dikta.

Aisha merasa tidak nyaman dengan keheningan dalam ruangan itu. Dia berusaha mengesampingkan rasa kesalnya agar tidak merasa semakin canggung pada sekretarisnya. Mereka sedang berada di lingkungan kerja sehingga dia harus tetap bersikap profesional.

"Dikta, bagaimana hasil penyelidikanmu tentang kejanggalan laporan sebelumnya?" tanya Aisha tiba-tiba. Dikta mengangkat wajahnya dan memastikan kalau Aisha tidak tahu jika pembicaraan mereka disadap.

"Belum ada kemajuan. Direktur keuangan juga belum bisa memberikan data riil. Sepertinya kita menemui jalan buntu," jawab Dikta dengan ekspresi tenang.

"Apa?? Lalu kenapa kamu hanya tenang-tenang saja. Ini masalah penting, Dikta," seru Aisha dengan nada kian meninggi.

"Saya harus gimana kalau memang buntu. Mungkin kita harus berhenti mempermasalahkan hal ini karena selisihnya juga tidak seberapa. Kita bisa menutupinya dari anggaran operasional lainnya," sanggah Dikta masih menatap layar macbooknya. Aisha mulai geram lagi karena sekretarisnya dengan santai memberikan ide yang tidak masuk akal seperti itu.

"Itu ide konyol Dikta. Bagaimana bisa ...,"

"Tidak bisakah Anda sekali saja bersikap santai dan tidak perlu berkerja keras seperti ini. Anda yang memegang kendali. Ini masalah kecil dan tidak perlu dibawa-besarkan," ujar Dikta dengan sedikit membentak.

Aisha terkejut dengan mata membola. Dia tak percaya kalau sekretarisnya baru saja membentaknya. Seumur-umur dia bekerja dengan pria itu baru kali ini dia melihat sisi lain Dikta. Hati Aisha sedih dan kecewa.

Tanpa banyak bicara Aisha langsung meraih tas di atas meja dan melaju keluar dengan langkah lebar dari ruangannya. Dikta mengikuti wanita itu di belakangnya.

"Tia, saya mau keluar dan tidak kembali lagi. Tolong bereskan ruangan saya lalu kunci dan kuncinya simpan di tempat biasa," titah Aisha saat melewati meja kerja sekretaris perempuannya.

"I- iya Bu," jawab Tia heran melihat atasannya keluar dengan wajah merah padam. Lebih heran lagi karena Dikta juga keluar megejar sang atasan yang sudah sampai masuk ke dalam lift yang terbuka. Pintu lift tertutup tepat ketika Dikta sudah di dalam kotak besi tersebut.

Apakah mereka berdua bertengkar? Apakah itu pertengkaran sepasang kekasih?

Tia bergosip sendiri dalam hati.

***

Sesampainya di basement yang merupakan pelataran parkir kantor Aisha langsung melangkah ke arah mobil.

"Tidak usah ikutin saya. Kasi kunci mobilnya saya bisa pergi sendiri," ucap Aisha pada Dikta dengan nada ketus. Dia menengadahkan tangan ke arah pria itu untuk meminta kunci mobil. Tetapi Dikta tak menggubris.

Dikta menekan tombol kunci otomatis pintu mobil kemudian membuka pintu pada kursi penumpang untuk Aisha. Wanita itu masih berkeras tidak mau masuk dan masih mematung di depan Dikta dengan tangan bersilang di depan dadanya. Dikta menatap intens pada Aisha yang juga menatapnya marah.

Akhirnya Aisha mengalah. Dengan mendecih sebal dia mengempaskan pantatnya di kursi penumpang depan. Dikta menutup pintu lalu berputar menuju kursi kemudi. Seulas senyum tipis terukir di bibirnya.

Dikta memacu mobil keluar area kantor menuju sekolah Alfa. Dalam perjalanan mereka lebih banyak diam hingga Dikta membuka percakapan.

"Maaf atas sikap saya tadi," tutur Dikta sambil memutar setir kemudi. Aisha diam dan memalingkan wajahnya keluar jendela. Dia benar-benar kesal pada pria itu. Pertama dia diam saja saat si rubah Maghdalena menggodanya. Lalu dia membentaknya meskipun tidak masuk kategori kasar.

"Saya sengaja membentak Ibu tadi karena situasinya tidak memungkinkan," sambung Dikta. Dia melirik wanita di sebelahnya yang masih setia menatap keluar jendela.

"Sebenarnya saya sudah mendapat sedikit petunjuk. Saya berhasil masuk ke data base divisi keuangan sesaat sebelum mereka kembali menutupnya. Sepertinya ada yang sedang mengaksesnya. Ada beberapa orang yang terlibat dan saya merasa Maghdalena dan Bambang terlibat. Saya masih memastikannya," ungkap Dikta karena Aisha tidak merespon ucapannya sebelumnya.

"Apa? Lalu mengapa tadi kamu bilang kalau kamu menemui jalan buntu?" sergah Aisha. Kini dia menatap garang ke Dikta.

"Itu tadi situasinya tidak memungkinkan. Ada yang menguping pembicaraan kita?" sahut Dikta.

"Maksudnya? Siapa yang menguping? Hanya ada kita berdua tadi," kilah Aisha bingung.

"Ruangan Ibu disadap," tukas Dikta.

"Hahhh?? Maksudnya ada yang pasang alat penyadap di ruang kerjaku? Siapa? Ah, jangan bilang ... Maghdalena?" pekik Aisha tidak percaya. Tapi Dikta menganggukkan kepala.

"Maghdalena dan Bambang berusaha mencari tahu sampai mana kinerja kita memecahkan masalah ini. Mereka ingin tahu apa saja rencana-rencana kita untuk mencari kelemahan kita. Untung saja tadi saya langsung sadar," tukas Dikta.

"Jadi tadi kamu ekting saja gitu?" tanya Aisha dengan wajah merah. Bukan karena marah tetapi malu sebab tadi dia mencak-mencak tak jelas pada pria itu.

Dikta hanya tersenyum geli. Aisha malah syok karena menyadari dia sudah salah paham. Rasanya dia ingin melompat saja keluar jendela.

"Makanya tadi saya sengaja membeberkan info yang keliru agar komplotan Bambang merasa sudah menang sehingga mereka lengah. Dengan begitu kita punya kesempatan mencari bukti secara diam-diam tanpa dicurigai oleh mereka," imbuh Dikta.

Aisha terpana mendengarkan penjelasan Dikta. Dia baru ingat kalau Dikta bukan hanya seorang sekretaris pribadi biasa tetapi juga seorang bodyguard profesional yang punya keahlian dalam pengawalan keamanan, menyelidiki suatu perkara dan menguasai IT.

Aisha menghela napas panjang.

"Maaf! Karena tadi ... saya marah-marah ke kamu," lirih Aisha dengan terbata.

"Dimaafkan toh juga hanya salah paham. Tapi ada syaratnya," sahut Dikta.

"Syarat? Apa?"

"Saya minta Ibu bisa bekerja sama dengan baik. Ibu cukup bersikap biasa saja di depan Maghdalena atau direktur keuangan. Jangan menampilkan wajah curiga kepada mereka."

"Oke. Akan saya lakukan," tukas Aisha.

"Masih ada syarat kedua?" imbuh Dikta. Dia menepikan mobil karena mereka telah sampai di depan sekolah Alfa.

"Apa itu?" tanya Aisha. Dia menatap pria di sampingnya penuh rasa ingin tahu.

Dikta belum beranjak turun. Pria itu malah menumpukan kedua tangannya di atas setir kemudian merebahkan wajahnya di atas kedua tangannya dengan posisi miring menghadap pada Aisha.

"Buatkan saya makan malam. Saya rindu masakan oseng tempe buatanmu yang enak," ujar Dikta dengan nada yang terdengar mesra diulas dengan senyum tampannya.

Aisha langsung meleleh di tempatnya. Melihat senyum sekretarisnya itu jantung Aisha seolah meloncat keluar dari rongga dadanya.

Aisha terpaku seperti hilang kesadaran. Bahkan dia masih belum bergerak dari tempatnya. Sementara Dikta dengan santai sudah keluar menjemput Alfa meninggalkan Aisha yang masih bengong di tempatnya.

Aisha baru tersadar saat seseorang mengetuk kaca jendela di sampingnya. Aisha menoleh dan mendapati Dikta dan Alfa berdiri di luar. Sang ibu segera membuka kaca jendela.

"Mama kenapa melamun?" teriak Alfa dengan wajah cemberut.

"Ehh??" Aisha langsung merona malu.

Bersambung ....

🍁🍁🍁

Dikta jago ya bikin nyonya majikannya baper dan salah paham. Bagaimana? Sesuai gak karakter Dikta di sini atau ada yang mau kasi saran tentang karakter para cast. Meskipun tidak semua saya akan ambil sih. Tapi lumayan untuk referensi hehehe

Ada yang tanya kenapa SekWal lambat banget up-nya. Maka saya cuma bisa mengucapkan mohon maaf kalau teman-teman harus menunggu lama 🙏🙇🏻🙇🏻

SekWal termasuk novel berat bagiku karena berhubungan dengan perusahaan dan segala tetek bengeknya. Juga menyerempet dunia per-bodyguard-an. Saya harus rajin cari referensi akurat di mbah gugel dulu biar gak salah dalam menulis deskripsi tertentu. Saya juga harus memperhatikan penempatan istilah-istilah yang sesuai dengan dunia bisnis. Jadi saya nulis novel gak asal nulis saja hanya demi cepat up, karena saya ingin novel saya jadi referensi pengetahuan yang bermanfaat.

Berbeda dengan BWW yang referensinya adalah dunia saya sendiri yaitu dunia pendidikan dan kepolisian karena profesi saya guru dan ada adik saya yang kerja di divisi Reskrim polres. Saya ambil referensi dari dia dan juga dari film action romantis yg menjadi favorite saya ✌🏻

Akhir kata mohon maaf lagi jika ada kata-kata yang salah dalam penulisan atau komen-komen balasan saya.

Terima kasih sudah dukung semua novel saya dan jangan lupa batu kuasa seikhlasnya.

See you next chapter 😘 Love you all.

avataravatar
Next chapter