1 Prolog

***

Perkenalkan namaku Aisha Listiawati. Keluargaku memanggilku dengan sebutan Ais. Aku anak sulung dari dua bersaudara. Aku mempunyai seorang adik laki-laki yang masih duduk di kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan aku baru menamatkan Sekolah Menengah Atas.

Aku hanyalah gadis biasa dengan postur tubuh sedang. Tinggiku hanya 155 centimeter. Tubuhku masuk dalam kategori ramping. Sebagai gadis masih berusia belasan tahun, tubuhku biasa-biasa saja tidak ada istimewanya. Begitu juga dengan wajahku. Aku merasa tidak ada yang istimewa meskipun tetanggaku bilang kalau rautku mirip ibu yang sewaktu muda termasuk salah satu kembang desa.

Prestasi sekolahku sedikit membanggakan. Aku unggul dalam pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Itu karena aku suka membaca novel, baik novel karya lokal maupun karya saduran. Sesekali aku membaca novel berbahasa Inggris di ponsel teman.

Keluargaku tergolong keluarga menengah ke bawah. Bersyukur bapak masih bisa menyekolahkan kami dari hasil kerjanya sebagai tukang bengkel kecil-kecilan yang terletak di samping rumah sederhana kami.

Sedangkan ibuku hanya seorang pembuat kue tradisional. Setiap hari menjual kue dagangannya di sebuah warung kecil di depan rumah kami. Terkadang ibu juga menerima pesanan untuk hajatan dari tetangga-tetangga kami. Jika pelanggan bengkel ramai biasanya kue-kue ibu cepat laris. Namun ada saatnya bengkel bapak sepi pelanggan dan kue ibu pun tidak terjual habis. Tetapi kami selalu bersyukur.

Bapak dan ibu tak pernah lepas mengingatkan kami untuk mengedepankan rasa syukur meskipun kehidupan kami sangat sederhana. Harus rajin menunaikan shalat dan ibadah-ibadah lainnya agar kami tidak pernah lupa dengan Kemurahan dan Kasih Sayang Sang Khalik.

Sebagai seorang gadis muda yang penuh semangat aku mempunyai cita-cita tersendiri. Menilik perekonomian keluargaku yang pas-pasan, maka sangat tidak mungkin aku bisa meneruskan kuliah saat ini. Biaya kuliah di kota sangat mahal, belum lagi biaya hidup. Sehingga aku berniat bekerja setelah menamatkan SMA-ku.

Cita-citaku sederhana, aku ingin menjadi seorang penulis buku best seller yang menelurkan banyak buku-buku bagus dan disukai pembacaku. Dengan menjadi penulis lepas aku bisa memiliki banyak waktu untuk melakukan kerja paruh waktu.

***

Namun enam bulan setelah aku menimang ijazah SMA, saat itu usiaku genap sembilan belas tahun, alur hidupku langsung berbalik arah. Aku dilamar oleh seorang duda kaya berumur empat puluh lima tahun.

Semua bermula ketika di suatu malam yang gelap disertai hujan deras. Suasana kampung sudah sangat lengang sejak habis Magrib. Penduduk kampung malas keluar rumah dalam cuaca dingin berhujan.

Saat kami telah lelap dalam mimpi, tiba-tiba sebuah ketukan terdengar di pintu rumah. Sebuah suara asing memberi salam.

Ibu khawatir seandainya itu orang yang berniat jahat, tetapi bapak yakin bahwa itu orang yang membutuhkan bantuan. Bapak dan ibu lalu membuka pintu. Seketika udara dingin dan kegelapan menyergap masuk.

Di depan pintu berdiri seorang pria paruh baya yang mungkin seusia ibu dengan setelan jas mahal yang telah basah kuyup. Seluruh tubuhnya basah dan mulai menggigil.

"Maaf, Pak. Saya mengganggu malam-malam begini," ucap pria itu.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya ayah tanpa rasa curiga sedikit pun.

"Ban mobil saya bocor. Saya sudah mendorong cukup jauh sampai di sini saya melihat papan nama bengkel Bapak. Saya minta tolong untuk memperbaikinya. Saya benar-benar minta tolong," pinta pria itu memelas.

"Bapak tinggal dimana?" tanya Bapak.

"Saya tinggal di kota Pak. Saya punya urusan di sekitar sini dan karena suatu hal mendadak saya pulang agak larut. Tidak disangka saja saya mengalami kendala ini," jawab pria itu lagi. Raut wajahnya meyakinkan.

Akhirnya bapak bersedia membantu pria itu. Di tengah suasana gelap gulita dan hanya diterangi lampu teplok kecil, bapak menambal ban mobil yabg bocor. Ibu pun mempersilahkan pria itu masuk beristirahat sejenak dan memberikan selembar handuk bersih dan kaos ganti. Aku menyediakan segelas teh hangat dan beberapa potong kue buatan ibu yang tidak habis terjual tadi sore.

Pria itu menikmati teh dan kue dengan hikmad. Sepertinya dia lapar. Mungkin lapar karena sudah mendorong mobil jauh dalam cuaca dingin. Aku melihat sesekali pria itu melirikku. Karena canggung akhirnya aku memilih masuk kembali ke kamarku.

Dari dalam kamar aku mendengar pria itu mengucapkan terima kasih berulang-ulang setelah bapak memperbaiki ban mobilnya. Bahkan dia memberikan sejumlah besar uang melebihi sewa perbaikan. Bapak berusaha menolak tapi pria itu memohon agar bapak menerimanya.

Sampai dua bulan kemudian, pria itu datang lagi dengan penampilan yang rapi seperti sebelumnya. Kedatangannya kali ini bukan untuk memperbaiki mobilnya di bengkel kami, tetapi dia berniat melamar aku.

Kami semua terkejut apalagi aku. Awalnya bapak keberatan dengan alasan aku masih sangat muda dan juga status ekonomi kami. Tapi pria itu yang memperkenalkan dirinya sebagai Alif Pramana mengatakan bahwa dia sudah jatuh cinta padaku sejak pandangan pertamaalam itu. Dia mengatakan bahwa dia sudah menduda selama lima tahun karena ditinggal wafat istrinya. Dia tidak memiliki anak karena istrinya dinyatakan infertile disebabkan oleh kanker rahim yang dideritanya.

Setelah pertimbangan yang panjang dan melihat betapa seriusnya Pak Alif meyakinkan bapak dan ibu, akhirnya mereka menerima lamaran itu. Sebagai anak yang berbakti aku tidak dapat menolak permintaan kedua orang tuaku.

Sebulan kemudian aku resmi menjadi istri dari Alif Pramana pemilik Pramana Corporation, sebuah perusahaan sangat mumpuni yang bergerak di bidang periklanan dan penerbitan.

Apakah aku bahagia? Ya, aku bahagia bersama keluarga kecilku kini.

Bersambung ...

avataravatar
Next chapter