2 Kepergiannya

Enam tahun kemudian ...

Cuaca kota M hari ini begitu cerah. Matahari baru sepenggalan naik. Bias cahayanya meluruhkan bening-bening embun di pucuk daun. Memanjakan mata untuk menikmati kilau pagi yang begitu mempesona.

Lalu lintas kota ramai seperti biasa meskipun belum sampai macet seperti di sore hari. Sebuah mobil sedan To**ta berwarna putih keluaran terbaru tiba di pelataran parkir kantor Pramana Corp. Seorang perempuan dalam balutan gaun panjang berwarna biru polos dengan model tertutup lengan panjang serta sebuah tas mahal senada dengan warna gaun dan flat shoes-nya keluar dari mobil. Rambutnya disimpul di belakang tengkuknya menambah cantik wajahnya yang mulus terawat. Tak lama seorang anak kecil dengan seragam salah satu PAUD favorit ikut turun dan langsung menautkan tangan mungilnya dengan jari-jari lembut perempuan tadi.

Perempuan itu adalah Aisha Listiawati istri dari Alif Pramana Direktur Utama perusahaan ini. Sedangkan anak lelaki yang digandengnya adalah buah cinta pernikahan mereka bernama Alfa Pramana Putra yang baru berusia empat tahun.

"Ayo, sayang. Papa sudah menunggu kita," ajak Aisha pada pria kecilnya. Alfa mendongak kemudian tersenyum menampilkan deretan gigi kecil berwarna putih bersih.

"Dikta, tolong bawa koper pakaian Bapak ke ruangannya ya?" pinta Aisha pada seorang pria yang baru saja turun dari kursi belakang kemudi.

"Baik, Bu!" sahut Dikta. Pria itu lalu meraih sebuah koper pakaian berukuran medium dari bagasi.

Dikta Erlangga adalah salah satu pegawai Alif Pramana yang dipekerjakan sebagai sekretaris Aisha. Pria itu berusia hampir 30 tahun, lima tahun lebih tua dari pada Aisha. Dikta memiliki postur tubuh yang proporsional dengan tinggi hingga 180 centimeter dan tubuh sempurna yang terbentuk oleh latihan rutin. Wajahnya pun termasuk tampan dengan fitur tegas pada alis dan hidungnya namun sedikit terlihat kalem saat senyum terulas di bibirnya yang bebas dari rokok.

Semua pegawai di kantor Pramana Corporation hanya mengetahui identitas Dikta sebagai sekretaris pribadi Aisha sang istri Direktur Utama. Sehari-hari Dikta menemani Aisha ke kantor suaminya yang juga menjadi kantornya atau saat Aisha mengantar dan menjemput Alfa di sekolahnya.

Kini Aisha bekerja sebagai penulis lepas di perusahaan penerbitan Pramana Publisher. Impian Aisha terwujud berkat suaminya.

Aisha dan Alfa tiba di depan ruang direktur. Sekretaris Alif menyapa Aisha dengan sopan dan memberitahu bahwa direkturnya sedang di ruang rapat.

Aisha menuntun Alfa masuk ke dalam ruang kantor suaminya. Tak lama Dikta pun ikut masuk sambil menenteng sebuah koper.

"Terima kasih Dikta," ucap Aisha ketika Dikta meletakkan koper di dekat sofa.

"Sama-sama, Bu," balas pria itu sopan lalu duduk di sebuah sofa tunggal tak jauh dari tempat duduk Aisha. Dia sejenak memperhatikan Alfa yang sibuk bermain dengan robot-robot rakitannya.

"Ma, bagaimana membuat ini?" tanya Alfa mengalihkan konsentrasi Aisha yang sedang mengetik di kibor leptopnya. Aisha menengok sejenak pada gambar ilustrasi robot yang disodorkan putranya.

"Wah, ini rumit sekali. Mama coba ya!" Aisha lalu mengambil alih perangkat robot di tangan putranya. Sekian menit dia mengutak-atik tapi tak berhasil. Akhirnya dia menyerah.

"Mama payah," gerutu Alfa. "Sini aku kasi Paman Dikta, dia pasti bisa membuatnya, iya kan Paman?" seru Alfa pada Dikta yang sedang memainkan ponselnya.

Dikta tersenyum kemudian menerima perangkat robot yang disodorkan Alfa. Hanya butuh tiga menit model robot yang diinginkan selesai dirakit.

"Horeee!!! Paman Dikta ter- baaiikk!" seru Alfa mengangkat jempol mungilnya. Aisha dan Dikta terkekeh melihat polah tingkah bocah kecil itu.

Pintu ruangan terbuka dan masuklah Alif dengan wajah semringah melihat istri dan anaknya sudah menunggunya.

"Hai sayang. Apakah kamu sudah lama menunggu," sapa Alif mendekati istrinya lalu mengecup kening Aisha.

"Belum lama. Aku sudah membawa keperluan yang Bapak minta," Aisha menunjuk koper di sisi sofa.

"Terima kasih sayang. Maaf sudah merepotkanmu," ucap Alif sembari mendekati putranya yang sedang asik bermain.

"Hallo jagoan Papa! Apakah hari ini anak Papa menurut sama Mama?" Alif menggendong putra kesayangannya dan mendaratkan sebuah kecupan di pipi gembulnya.

"Iya. Alfa habiskan sarapan, menggosok gigi. Teeryuuuss Alfa juga mandi sendiri terruyus pake baju sendiri," ujar Alfa.

"Pintar banget sih anak Papa." Sekali lagi Alif mendaratkan kecupan di kedua pipi Alfa. Kali ini lebih lama. Rasanya Alif tidak ingin berangkat ke luar kota. Kali ini dia merasa berat meninggalkan Aisha dan Alfa di rumah.

Alif begitu bahagia dengan keluarga kecilnya. Walaupun jarak usianya dengan Aisha terbilang cukup jauh, sekitar 26 tahun, akan tetapi hal itu tidak menjadi kendala dalam kehidupan rumah tangga mereka.

Di awal pernikahan, Aisha diboyong Alif ke rumahnya yang menjadi rumah kenangannya dengan Almarhumah istrinya. Selama beberapa bulan Aisha dan Alif menjalani kehidupan pernikahan dalam kecanggungan karena mereka belum saling mengenal satu sama lain.

Alif adalah pria yang sabar dan setia. Dia tidak pernah memaksakan kehendaknya pada Aisha sebab dia paham bila istrinya itu belum terbiasa dengan kehidupan barunya. Rentang umur mereka yang cukup jauh juga membuat Aisha lebih menganggap Alif sebagai orang tuanya ketimbang sebagai suaminya. Makanya Aisha terbiasa memanggilnya Bapak sebagai bentuk penghormatannya pada Alif.

Hingga setahun kemudian mereka mulai bisa berkomunikasi dengan baik perihal rumah tangga mereka. Rasa canggung juga mulai berkurang. Aisha pun sudah bisa menerima sikap mesra suaminya yang sangat mengharapkan hadirnya keturunan dari pernikahan mereka. Aisha maklum sebab suaminya tidak muda lagi.

Dua tahun pernikahan mereka, Aisha dan Alif dikaruniai seorang anak laki-laki yang kelak akan melanjutkan trah keluarga Pramana.

***

Alif telah bersiap-siap berangkat keluar kota. Dia sengaja meminta Aisha membawa perlengkapannya ke kantor karena dia tidak sempat lagi balik ke kediamannya.

Hari ini dia akan berangkat dengan sopir pribadinya ke kota S untuk menyelesaikan masalah anak perusahaannya di kota itu.

"Apakah masih ada yang terlupa?" tanya Aisha sambil bergelayut di lengan suaminya. Entah mengapa kali ini dia begitu berat melepas suaminya pergi.

"Sudah semua. Baik-baik tinggal di rumah ya. Jaga Alfa baik-baik. Bapak sangat mencintai kalian berdua," ujar Alif mengecup kening istrinya lebih dalam. Jantungnya berdebar kencang menatap istrinya yang cantik itu. Perasaan ini seperti pertama kali dia melihat istrinya enam tahun silam dan membuatnya langsung jatuh cinta.

"Aku akan selalu merindukanmu. Aku akan menjaga Alfa dengan baik," Aisha tersenyum kemudian mengelus wajah suaminya yang mulai menampakkan gurat usianya. Mereka saling menatap sejenak seakan menyampaikan perasaan mereka masing-masing.

'Pria ini yang telah memberikan semua cinta di dunia ini kepadaku. Cinta seorang ayah, seorang suami, seorang kekasih, dan cinta seorang sahabat. Aku tidak pernah menyesal bersamanya sampai kapan pun,' batin Aisha.

Alif lalu pamit pada istri dan anaknya. Aisha mencium tangan suaminya dengan hikmad dan Alif memeluknya mesra. Kemudian Alif berlutut dan memeluk putranya seraya mengecup kepala mungil dalam dekapannya.

Mobil yang membawa Alif melaju perlahan keluar area halaman depan gedung Pramana Corp. Aisha dan Alfa melambaikan tangan. Sementara Dikta hanya berdiri diam di belakang pasangan ibu dan anak itu ikut memandang kepergian atasannya.

Langit cerah merona biru. Tak ada awan yang menggantung. Jernih. Sejernih asa dalam lubuk hati Aisha agar suaminya kembali dalam keadaan selamat serta sehat walafiat.

***

Tiga hari tanpa suaminya di rumah membuat Aisha merasa gamang. Untuk mengusir rasa suntuk, Aisha menyibukkan diri dengan naskah novelnya. Dia menargetkan menulis beberapa bab sebelum diedit oleh Dikta yang menjadi sekretaris sekaligus editornya.

Selama tiga hari ini juga Alfa sering rewel dan memanggil-manggil ayahnya. Jika ada kesempatan Alif tidak sibuk maka Aisha akan melakukan panggilan video dengan suaminya agar Alfa bisa melepas rindunya.

"Papa, Papa kapan pulang?" tanya Alfa suatu malam saat mereka berkomunikasi via panggilan video.

"Besok Papa pulang, Nak. Alfa mau dibeliin apa?" jawab Alif dengan wajah bahagia meskipun ada gurat lelah di sana.

"Mobil-mobilan aja Pa. Alfa mau mobil pemadam kebakaran yang ada bunyinya seperti ... seperti ... wiu .. wiu ... gitu!" cerocos Alfa dengan mimik jenaka.

Aisha dan Alif tertawa bersamaan.

"Itu kan mobil polisi," ujar Alif.

"Bukan Pa. Itu bunyi mobil pemadam kebakaran. Rio bilang gitu," sanggah Alif menyebut nama teman sekolahnya di PAUD.

"Iya deh. Nanti Papa belikan ya. Asal Alfa nurut dan dengar apa kata Mama," sahut Alfa.

"Siiiyaaap!" seru Alfa dengan gaya hormat. Mereka kembali terbahak.

"I love you sayang," ujar Alif memandang wajah istrinya.

"I love you, too," balas Aisha dengan wajah merona.

***

Keesokan harinya Aisha bersiap menyambut suaminya. Pagi-pagi dia memasak masakan kesukaan Alif dan beberapa jenis kue hasil belajar dari ibunya di kampung. Aisha memiliki tiga asisten rumah tangga di rumahnya tetapi dia lebih senang memasak sendiri untuk suami dan putranya.

Saat jam pulang sekolah putranya Aisha menjemput Alfa ditemani oleh Dikta karena mereka akan langsung ke kantor setelahnya.

Baru saja Aisha tiba di gerbang sekolah saat ponselnya berdering. Sebuah nomor tak dikenal.

"Halo?" jawab Aisha saat menempelkan ponsel di telinga kanannya.

"Apakah benar ini Nyonya Pramana?" jawab orang di seberang sambungan telepon.

"Benar. Saya bicara dengan siapa?" jawab Aisha.

"Kami dari kepolisian Kota S. Kami mau menyampaikan kabar bahwa mobil Tuan Alif Pramana mengalami kecelakaan tunggal dan Tuan Alif menjadi korban," tutur si penelepon dari kepolisian.

"Apa? Mana mungkin." Wajah Aisha pias dengan tubuh gemetar. Sepersekian detik kemudian Aisha langsung limbung. Dikta yang berdiri tak jauh dari Aisha dan ikut mendengarkan percakapan itu sigap menangkap tubuh Aisha sebelum menyentuh tanah. Dikta meraih ponsel yang masih tersambung itu.

"Halo, maaf Pak saya Dikta sekretaris Nyonya Pramana. Majikan saya pingsan. Apa yang terjadi?" sergah Dikta sambil masih memegang tubuh Aisha yang lemas.

"Maaf Pak. Tuan Pramana menjadi korban kecelakaan dan meninggal di TKP," ungkap polisi itu.

"Innalillahi wainna ilaihi roji'un. Terima kasih informasinya Pak. Kami akan segera mengurus kepulangan jenazah Tuan Pramana," Dikta menutup sambungan telepon dan segera membopong tubuh Aisha masuk ke kursi belakang. Bergegas dia menjemput Alfa kemudian melajukan mobil ke rumah sakit terdekat.

Siang itu berita kematian Alif Pramana mengehebohkan seluruh Pramana Corporation. Sekaligus menjadi pukulan berat bagi Aisha atas kepergian suami tercinta.

Bersambung ...

🍁🍁🍁

Nb : Mohon dukung karya author dengan power stonenya. Terima kasih!

avataravatar
Next chapter