4 Canggung

Tok…tok…tok

"Assalamualaikum ayah, vira pulang." mengetuk pintu utama.

"Waalaikumsalam, iya nak." saut ayahku dari dalam kamarnya.

Hari ini aku memang sengaja pulang lebih awal. Mengingat nanti malam ada undangan makan malam bersama bosku. Jadi aku harus mempersiapkan diri untuk menghadiri makan malam nanti.

Aku masuk ke kamar untuk mencari baju yang pas dan tepat untuk aku pakai. Ku obrak-abrik isi lemari pakaianku, mencoba satu demi satu, memadu padankan antara atasan dan bawahan mana yang cocok di hadapan cermin besar dikamarku. "Ini bagus, ini juga bagus, ah jadi bingung aku." gumamku dalam hati sembari menempelkan baju ditubuhku

Ayahku yang hendak pergi ke dapur, ketika lewat di depan kamarkupun heran. "ya ampun vira, kenapa kamu berantakin isi lemari bajumu? cari apa sih nak ?" ayahku menggelengkan kepalanya

"Jadi gini yah, kemarin sewaktu vira berangkat ke kantor di pinggir jalan vira menemui ibu-ibu yang sedang mengaduh kesakitan akibat tabrak lari. Vira gak tega melihatnya, lalu vira tolong antar ke rumah sakit. Namanya ibu Sovia. eh ternyata, itu ibunya pak Frans bos ku dikantor. Jadi nanti malam ibu sovia ingin bertemu aku dan mengundang makan malam." Ceritaku kepada ayah, yang masih memilih dan memadu madankan pakaian.

Ayah mengusap usap kepalaku "Sungguh tinggi rasa kemanusiaanmu nak, sama persis dengan almarhumah ibumu. Tapi kalau saran dari ayah, berpakaianlah yang sopan. selayaknya wanita muslim yang baik tidak berlebihan."

Ayah tersenyum tipis kepadaku "Yaudah ayah mau ke dapur ambil makanan."

"Oh begitu ya, yah ? Baiklah !" Aku membalas senyum tipis kepada ayah dan memeluknya. Sejak aku kecil, ayah ibuku selalu mengajariku tentang kesederhanaan dan kepedulian sesama manusia.

"Terimakasih ayah." Batinku.

Ting… (Nada pesan handphoneku)

"Vira, nanti jam 19.00 malam biar saya saja yang menjemput kamu kerumah. Saya tidak mau kamu kebingungan mencari rumah saya. Tolong share location rumahmu ya !" isi pesan singkat pak Frans kepadaku.

Kubalas pesan itu dengan membagikan lokasi rumahku kepadanya dan memberi sedikit pesan penjelasan.

" Baik pak, rumah saya pagar hitam dengan cat abu-abu putih ya pak!"

Saking sibuknya aku memadu padankan baju, tidak terasa hari sudah mulai petang. Akhirnya aku memutuskan untuk memilih baju kemeja putih tulang dan celana kulot putih, ditambah dengan blazer hitam, dan tidak lupa jilbab hitam dengan sedikit motif. Aku melirik jam dindingku, segera ku rapikan kembali isi lemariku dan bergegas untuk mandi.

"Duh, kotak make up mana ya?'' Kebingungan mencari kotak make up yang entah aku taruh dimana, karena jarang sekali ku pakai. Aku adalah tipikal wanita yang tampil natural tampil apa adanya. Makeup hari-hariku ke kampus, hanya memakai bedak dan lipstik saja agar terlihat segar. Aku tidak bisa seperti teman-temanku kampus dandan dengan bedak tebal dan sangat detail.

Baru pertama kali aku diundang makan malam oleh keluarga pengusaha sukses. Hal ini membuatku sangat insecure. Aku jadi seribet ini mempersiapkan diriku karena di fikiranku hanya, aku ingin tampil cantik agar tidak memalukan diriku sendiri.

Aku mulai memoleskan make up ke wajahku didepan meja rias. Mulai dari memakai bedak foundation namun berulang kali aku menghapusnya karena merasa tidak nyaman dengan makeup yang terlalu tebal. Sehingga membuat diriku tidak percaya diri. Waktu habis untuk berdandan, tidak terasa jam dindingku menunjukan pukul 19.00. "wah udah jam segini, pak Frans pasti udah datang. Sedangkan aku belum siap sama sekali." Mengomel di depan cermin.

Tok tok tok…

"Masuk yah, gak di kunci." jawabku dari dalam kamar.

Ayah masuk kekamarku, memberitahu jika diluar sudah ada pak Frans yang menjemputku. "Loh vir, kok kamu belum siap? Bos kamu sudah menunggu di depan. Ayo jangan buat dia menunggu lama, kasihan !"

Sontak aku panik kalang kabut dan langsung mengganti pakaian yang sudah ku pilih tadi. Mengingat nasihat ayah yang tampil sederhana tidak berlebihan, Aku memutuskan untuk makeup seperti keseharianku saat ke kampus, karena hal ini lebih membuatku nyaman, percaya diri dan menjadi diriku sendiri.

Dengan perasaan malu-malu, aku keluar kamar untuk menemui pak Frans yang duduk di ruang tamu sedanh ngobrol dengan ayahku. "Selamat malam pak." sapaku. Pak Frans sempat terbengong melihatku keluar dari kamar. Aku merasa gerogi dihadapan pengusaha muda ini."emm ada yang salah dengan penampilan saya ya pak? Apakah jelek ?" Aku salah tingkah di depan ayah dan pak Frans.

"Kamu cantik sekali nak." puji ayahku.

"Tidak vir, yasudah ayo kita berangkat. Nanti kemalaman." Ajak pak Frans.

Aku tidak lupa berpamitan kepada ayah. "Ayah, aku berangkat dulu ya." memeluk dan mencium punggung tangan ayah.

"Iya, kalian hati-hati ya dijalan. Nak Frans kalau pulang jangan lewat jam 10 malam. Tidak enak dilihat tetangga. Pesan ayahku.

"Baik, om." Mencium punggung tangan ayahku.

"Assalamualaikum." (Aku dan pak Frans)

Seperempat perjalanan Di dalam Mobil terasa begitu hening. Diantara kami tidak ada yang berani untuk memulai obrolan. Padahal sudah sering kali kami berkomunikasi secara langsung saat dikantor maupun di telepon. Entah kenapa kali ini rasanya berbeda. Suasana terasa canggung saat di dalam mobil berdua dengan bos.

Karena perjalanan masih lumayan jauh, aku mencoba memberanikan diri menghidupkan suasana, Dengan memulai obrolan. "Terimakasih pak sudah menjemput saya, Oh ya pak, kalau tidak keberatan, di depan ada toko kue, nanti kita mampir sebentar ya, saya ingin membeli kue untuk ibu Sovia."

"Iya sama-sama, aku hanya tidak mau kamu pusing cari rumahku. sehingga mamah saya nunggu kamu lama." Senyum manisnya kepadaku.

Seketika Hening kembali...

Aku dikagetkan dengan pak Frans protes agar aku tidak memanggilnya Bapak. Karena panggilan tersebut terdengar formal dan hanya ketika di kantor saja. "Eh, btw, jangan panggil saya bapak dong ! Emangnya saya sudah kelihatan bapak-bapak hehe.." guraunya. Sekarang kita tidak sedang berada di lingkungan kantor, jadi panggil mas saja ya !.

"Ehhm iya pak.. eh mas hehe." Candaku kembali.

Setibanya di toko kue, "sebentar ya mas aku turun dulu untuk membeli kue." sambil ku membuka pintu mobil.

Aku ingin membelikan ibu sovia kue di salah satu toko kue langganan para dosen kampusku. Aku memesan kue brownies Strowbery ke pelayan toko tersebut. Kali ini aku belum beruntung. Ternyata kue yang aku pesan telah sold out.

"Bagaimana kak, apa kue nya diganti dengan puding saja ? Puding disini banyak pilihan rasa yang recomend." tawar pelayan itu sambil menyodorkan menu puding kepadaku.

Pikirku, daripada tidak ada buah tangan yang ku bawa, akhirnya aku memesan puding coklat strawberry, salah satu puding yang recomend juga di toko ini.

Setelah beberapa menit aku menunggu pesananku, akhirnya datang juga. Aku membayar nota yang disodorkan kepadaku dan segera kembali ke mobil.

"maaf ya mas menunggu lama, ini tadi kue nya kebetulan sold out, jadi aku beli puding untuk ibu sovia." jelasku.

Mas Frans Mulai menancap gas mobil dengan kecepatan standar 60km/jam.

"kamu ini kenapa membelikan mamah puding ?. Kamu sudah mau datang temui mama saya aja, saya sudah berterimakasih.'' Celetuknya.

" Ah cuman puding mas, gak banyak kok."

Kring…kring…kring

Kami Dikagetkan Telepon mas Frans yang berbunyi, saat dia ingin mengangkatnya, hpnya terjatuh. Dia kesulitan mengambilnya, Karena dia harus fokus nyetir mobil.

"Aduh, pake jatuh segala lagi." gumamnya, membagi pandangannya antara akan mengambil ponselnya yang jatuh dengan tetap fokus mengendalikan mobil

"Biar saya saja yang ambil. Mas fokus nyetir saja."

Ku ambil hp yang jatuh di bawah kakiku, dan sekilas aku membaca nama yang menelpon itu "Mama." lalu aku memberikannya ke pada pemiliknya. mas frans meminggirkan mobilnya sebentar untuk mengangkatnya.

"Halo, Iya mah, frans sama vira sebentar lagi sampai. Sabar ya." jawabnya dengan lembut kepada ibunya.

"Ada apa ya, kenapa ibu Sovia tidak sabar untuk bertemu denganku." kataku bingung dalam hati.

Mas Frans menutup teleponnya dan melanjutkan perjalanan.

avataravatar
Next chapter