9 HANTU KERAMAS

Rahel menghela berat karena kelelahan padahal dia hanya berjalan beberapa meter saja dari toilet. Namun, dia merasa kelelahan sampai-sampai kedua matanya terasa berat untuk terus berbuka, kakinya pun ikut melemas. Membuatnya harus duduk di depan bilik toilet yang sempat membuatnya bingung.

"Akh! Punggung gue kenapa jadi sakit juga sih?" Rahel mencoba untuk berdiri, tapi tenaganya terkuras habis secara tiba-tiba. "Gue kenapa?"

"Kenapa lo nyuruh orang lain dateng?!" Teriakan itu membuat Rahel terkejut, kedua matanya pun melebar sebelum dia mencium aroma darah bercampur wangi shampo. Punggung yang semakin berat membuat Rahel harus menahan tubuhnya dengan kedua tangannya agar tidak tersungkur.

Rahel semakin tertekan ketika merasakan seseorang menempelkan dagu pada pundak kanannya. Seragam bagian belakangnya terasa basah, rambutnya yang terurai pun ikut terasa basah sekarang. Rahel mencoba untuk menoleh, tapi bau darah itu membuatnya untuk mengurungkan niat.

Tetesan air satu per satu dia perhatikan secara sadar, bahkan ketika beberapa rambut turun menyentuh lantai basah. Rahel hanya bisa menelan salivah sambil menahan berat.

Arwah perempuan menyeringai sambil memperhatikan Rahel dari dekat. Pelukannya semakin di pererat sampai Rahel merasa sesak napas. Rahel bisa melihat tangan berwarna putih pucat kebiruan melingkar di lehernya. Bisa dia bayangkan wajah buruk sosok yang sedang memeluknya dari belakang.

"Lo mau apa sih?" tanya Rahel dengan suara parau, sejak tadi dia mencoba untuk batuk, tapi tidak bisa.

"Mau... Mau apa ya? Aaa... Mau... Mau tubuh lo ini aja gimana? Boleh gak?"

Rahel menggeleng lemah. "Lo itu udah jadi arwah, jangan minta yang... aneh... aneh!"

"Aneh?!" sahutnya tak terima, pelukannya pada bagian leher Rahel semakin erat. Membuat gadis cantik itu semakin kesakitan bahkan sampai terbatuk.

"Ja... ngan... jangan...!" Rahel mencoba untuk melepas pelukannya, tapi dia terus saja gagal karena tenaganya kalah. Arwah itu memiliki tenaga yang lebih besar, dan Rahel hanya bisa menahan tubuhnya agar tidak dikuasai. Dia terus mencari cara supaya bisa bebas. Namun, sayangnya tenaganya benar-benar habis, membuatnya harus mencium ubin lantai basah nan dingin.

Rahel tak bisa melakukan apa pun selain menahan arwah itu agar tidak memasuki tubuhnya, dan bernapas dengan perlahan. "To... long... tolong...!" ucapnya parau, begitu lirih sampai membuat arwah perempuan itu tertawa mengerikan.

"Lo tuh udah gak bisa ngomong, gak bisa berdiri gara-gara tenaga abis, terus sekarang malah nahan diri. Mendingan lo gak usah nahan diri deh supaya gue masuk, terus lo bisa aktivitas kaya biasanya!"

"Enggak, kita... kita udah beda... alam kita udah beda. Tempat lo... tempat gue... udah beda."

"Aduh, gak asik banget jadi manusia. Tapi gapapa, gue suka tantangan kok."

Rahel hanya bisa menggeleng lemah.

Arwah perempuan itu tersenyum puas ketika melihat celah, tapi seseorang yang baru saja datang membuatnya berdecih sebelum akhirnya menghilang.

Rahel merasa badannya kembali ringan, tapi dia hanya bisa mengubah posisi tubuhnya menjadi berbaring miring. Kedua matanya melihat sepasang sepatu berwarna hitam pekat berdiri tepat di depannya. Tentu Rahel menatap ke atas, wajah tampan dengan ekspresi datar itu membuat Rahel berkedip beberapa kali.

"Lo gapapa?" Gerakan bibir itu bisa Rahel baca, tapi suaranya tak bisa dia dengar dengan jelas. Ada suara bising di telinganya yang masih belum hilang.

"Makasih," ucap Rahel sebelum merasakan tubuhnya melayang. Dia merasa seperti setengah sadar dengan mata yang sangat berat untuk terus terbuka.

*****

Kedua kelopak mata itu terbuka secara perlahan. Langit-langit ruangan tak bisa dia lihat dengan jelas untuk beberapa detik, dan tenaganya pun belum sepenuhnya kembali. Rahel merasakan sakit di sekujur tubuhnya, tapi untungnya wangi darah bercampur shampo yang membuatnya ingin muntah tak lagi dia cium.

Ruangan berwarna putih dengan wangi jeruk membuatnya tersenyum tipis sebelum melihat sosok yang sedang duduk tepat di sebelah kanannya. Vito menatap Rahel penuh rasa khawatir, beberapa kali bibir cowok itu bergerak. Namun, sayangnya Rahel masih tidak bisa mendengar untuk beberapa saat.

"Rahel?" suara itu akhirnya bisa dia dengar kembali. "Rahel, lo kenapa? Gue khawatir banget dari jam sebelas siang loh, lo baru sadar di jam tiga sore."

"Tiga sore?" Rahel cukup terkejut mendengar Vito barusan, tapi dia tidak memiliki tenaga untuk membulatkan mata dan berubah posisi tidurnya. "Nyokap gue gimana?"

"Nyokap lo tadi udah ke sini, tapi pergi lagi pas dapet panggilan. Tapi yang harus lo tahu ini bukan sekolah."

"Bukan sekolah?" Rahel mengernyit, dia lihat lagi ruangannya yang memiliki alat kesehatan, beserta tangan kanannya mendapatkan selang infus. Sudah dia pastikan jika dia dehidrasi, dan kekurangan tenaga sampai harus seperti ini. "Kok bisa?"

"Malah nanya gue." Vito menggeleng tak percaya dengan temannya yang satu ini. "Yang gue tau nih ya, gue lagi nyariin lo pas jam istirahat. Tapi lo gak ada di mana-mana, jadi gue putusin ke UKS. Untungnya lo ada di sana sama perempuan yang gue pikir nyokap lo, dan ternyata emang nyokap lo. Nyokap lo langsung bawa ambulans padahal lo udah dapet penanganan dari dokter yang jaga UKS."

"Terus?"

"Gue gak tau lagi, cuman itu aja."

"Lo gak tau siapa yang bawa gue ke UKS?"

Vito menggeleng lesu, dia semakin khawatir. "Kenapa lo bisa kaya gini?"

"Tadi gue lagi di toilet posisinya karena panggilan alam. Pas udah selesai malah denger suara orang minta tolong, terus pas gue minta tolong ke Pak Eko tuh malah gak ada siapa-siapa di toilet," jelas Rahel ketika merasa lebih baik, meskipun dia masih merasa kesakitan untuk beberapa anggota tubuhnya. "Terus pas Pak Eko udah pergi tuh hantu perempuan yang tadi dateng. Dia nemplok di belakang, gue gak kuat jadinya jatoh. Dia kuat banget sampai gue kehabisan energi, tapi untungnya ada cowok yang bantuin gue. Sayangnya gue gak bisa liat dia soalnya gue udah lemes terus pingsan."

"Astaga, kok bisa sih? Lo tuh ya kalau udah tau gak bisa bedain mana manusia sama mana arwah tuh mendingan gak usah sok jadi pahlawan super deh!"

"Ya... gue gak tau kalau itu gangguan."

"Alah, emang lonya aja yang bego. Kudu dapet pelajaran sebelum terjun ke dunia hantu." Vito menatap Rahel kesal dengan kedua tangan yang dia lipat di depan dada. "Lo juga harus tau kalau gak semua hantu itu energinya positif kaya gue. Di sekolah kita ini banyak hantu yang punya energi negatif. Gimana kalau lo di bawa mereka, atau malah mereka ikut lo pulang? Gimana kalau mereka ngambil alih tubuh lo ini?"

Ucapan Vito ada benarnya untuk Rahel, tapi untuk saat ini dia tidak bisa berpikir dengan jernih dan matang. Rahel juga bingung harus bagaimana setelah kejadian ini, dia takut ibunya akan marah dan memindahkan dia lagi ke sekolah yang berbeda.

"Gak tau gue pusing, tapi sebenernya gue pengen ketemu cowok yang tadi," ucap Rahel.

"Cowok yang bantuin lo?"

"Iya."

"Kenapa?"

"Gue rasa kalau dia bisa bantuin gue."

Kening Vito bertaut curiga. "Lo mau ngapain?"

"Ngelakuin sesuatu yang gak boleh lo tau."

avataravatar
Next chapter