1 Chapter 1

Namaku Dino Rahman, karena nilai UN SMP ku yang rendah sehingga membuatku tidak lulus seleksi masuk SMA negeri, aku terpaksa harus mendaftar di SMA swasta yang namanya bahkan gak pernah kudengar sebelumnya, SMA Karya Luhur.

SMA Karya Luhur, sekolah swasta yang terletak di sebuah jalan sempit di pinggiran kota Balikpapan. Sekolah ini bukanlah sekolah swasta elit yang ditempati oleh kalangan anak golongan atas, sekolah ini ditempati oleh anak-anak yang tidak lulus seleksi masuk sekolah negeri. Bisa dibilang, sekolah ini adalah sekolah buangan.

Setelah tiga hari menjalani Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah yang tak begitu ku ingat, akhirnya hari ini adalah hari pertamaku belajar di sekolah ini, semalam aku begadang bermain game sehingga membuatku terlambat karena bangun kesiangan. Biasanya murid yang terlambat akan dihukum, tapi karena aku murid baru aku mendapatkan kelonggaran.

Aku berjalan ke arah area kelas yang ditujukan guru. Aku mencari-cari namaku di kertas pembagian kelas murid baru yang tertempel di pintu kelas X-A. menemukan namaku tertulis di kertas, aku memasuki kelas tersebut dengan perasaan gugup.

Aku melihat sekeliling kelas mencari bangku kosong, semua bangku di bagian depan telah terisi, aku melihat ke arah bangku deretan paling belakang barisan kedua dari pintu kelas yang sepertinya kosong. Aku berjalan ke arah kursi tersebut dan duduk di sebelah kanan, di sebelah kiri tampaknya sudah ada yang menempati karena terdapat tas di laci.

Aku menengok sekeliling kelas ke arah murid-murid yang akan menjadi teman sekelasku selama setahun, entah mengapa rasanya wajah-wajah mereka tampak galak dan menyeramkan.

"kamu duduk disini kah?" seorang cowok berponi yang disisir kesebelah kanan tiba-tiba datang dari sebelah kiri ku, sepertinya dia adalah pemilik tas yang ada di laci.

Aku menjawab iya dengan mengangguk dua kali.

"Oh, yaudah." ucap cowok itu sembari duduk di sebelahku.

"Namaku Ilham, namamu siapa?" cowok itu mengajakku kenalan.

"Dino." Jawabku singkat.

Bel berbunyi sekali yang menandakan satu jam pelajaran telah berlalu, seorang guru cowok memasuki kelas.

"Perkenalkan nama bapak Haryadi Susilo, kalian bisa memanggil bapak dengan pak Yadi. Bapak akan menjadi guru bahasa inggris sekaligus wali kelas kalian."

"Sekarang kalian maju dulu satu-satu ke depan memperkenalkan diri."

Mendengar hal itu, tiba-tiba perutku mules, keringat berkucur deras dari seluruh tubuhku, jantungku berdegup kencang, aku gugup setengah mati. Aku takut berbicara di depan orang banyak, apalagi di depan orang-orang yang belum ku kenal. Aku berdoa semoga terjadi sesuatu sehingga membuatku tidak harus maju memperkenalkan diri di depan kelas.

Satu-persatu murid maju ke depan, dari barisan bangku yang ada di depan meja guru. Giliranku hampir tiba, keringatku bercucuran semakin deras, perutku semakin mules, jantungku semakin berdegup kencang.

DUT…DUT…

Telpon pak Yadi berbunyi. Pak Yadi keluar kelas untuk menjawab telpon tersebut.

"Kalian lanjutkan perkenalan diri ya, bapak mau pergi sebentar, ada urusan." Ucap pak Yadi di pintu kelas kemudian pergi.

walaupun disuruh memperkenalkan diri masing-masing, setelah pak Yadi pergi tidak ada yang melanjutkan memperkenalkan diri ke depan. Syukurlah…

Jam berikutnya pelajaran kosong karena guru yang mengajar berhalangan hadir sehingga suasana kelas menjadi berisik karena banyaknya murid yang mengobrol. Karena bosan dan supaya gak canggung, aku menggambar di bagian belakang buku tulisku.

"Hey Din, menurutmu cewek yang paling cantik dikelas ini siapa?"

"Hm?" Mendengar pertanyaan itu, aku yang sedang asyik menggambar langsung berhenti menggambar dan memalingkan wajahku ke arah Ilham.

"Menurutmu cewek yang paling cantik dikelas ini siapa?" .

"Ummm...." aku menengok ke arah murid-murid cewek yang ada di kelas satu persatu.

"Gak tau." Jawabku kemudian melanjutkan menggambar.

"Menurutmu Rachma cantik gak? Itu loh yang duduk paling depan" ucap Ilham sambil menunjuk ke arah murid cewek yang duduk paling depan di barisan paling ujung.

"Kalau gak itu tuh, Fani." Ilham menunjuk ke arah murid cewek yang duduk di deretan keempat barisan paling ujung.

Aku hanya diam tidak menjawab pertanyaan Ilham, karena gak mengerti tujuannya menanyakan pertanyaan seperti itu.

"Kalau menurutku sih yang paling cantik itu, Hilda." Ilham menunjuk ke arah murid cewek yang duduk di deretan ketiga barisan paling ujung.

"Bantu aku mintain nomor wa-nya dong, Din." Ucap Ilham.

"Ha? Minta nomor wa cewek? Ngajak ngobrol orang lain duluan aja aku gak berani, apalagi minta nomor wa cewek!" ucap ku dalam hati.

"Aku gak berani mintain nomornya langsung." Ucap Ilham.

"Sama, aku juga gak berani." Ucapku sambil tertawa kecil.

"Gimana dong?" Tanya Ilham.

"Kalau gak berani minta langsung sama orangnya, coba minta tolong sama orang yang duduk di sampingnya." Saranku.

"Boleh juga." Ucap Ilham.

"Hey...Hey..." Ilham mencoba memanggil Naomi, cewek yang duduk di sebelah Hilda.

Namun yang menoleh malah dua orang yang duduk di sebelah deretan Hilda dan Naomi, Ibrahim dan Putra. Aku tau nama-nama mereka karena mereka tadi sempat memperkenalkan diri di depan kelas.

"Tolong panggilkan dia nah." Ucap Ilham kepada Ibrahim dan Putra sambil menunjuk Naomi.

Ibrahim yang posisi duduknya lebih dekat dengan Naomi memanggil Naomi, Naomi menoleh ke arah Ibrahim lalu Ibrahim memberitahu Naomi kalau ia dipanggil Ilham.

"Kesini dulu." Ilham melambaikan tangan memanggil Naomi.

Naomi pun datang menghapiri Ilham.

"Kenapa?" Tanya Naomi yang telah berada di depan bangku Ilham.

Aku melanjutkan menggambar sambil sedikit menguping pembicaraan mereka.

"Boleh minta tolong mintakan nomor wa cewek yang duduk di samping mu kah?" Tanya Ilham.

"Boleh, tapi ada syaratnya." Ucap Naomi.

Aku sedikit melirik ke arah Naomi.

"Apa?" Tanya Ilham.

"Aku minta tolong juga, mintakan nomor wa dia nah." Ucap Naomi sambil menunujuk cowok yang bernama Iwan yang duduk di barisan ujung paling belakang.

"Oke." Ilham beranjak dari bangku lalu pergi menghampiri Iwan, Naomi juga kembali ke bangkunya.

Aku tidak bisa mendengar apa yang Ilham dan Iwan bicarakn, tetapi setelah itu Iwan memberikan secarik kertas kepada Ilham, kertas itu lalu diberikan Ilham kepada Naomi, Naomi juga memberikan secarik kertas kepada Ilham.

Ilham lalu kembali ke bangkunya.

"Yes!" Ucapnya sambil melihat kertas yang berisi nomor telpon itu.

Ilham lalu mengeluarkan hp nya dan membuka wa, ia langsung memulai chat dengan Hilda.

Setelah beberapa hari pdkt, singkat cerita, Ilham dan Hilda pun jadian, begitu pun dengan Iwan dan Naomi.

Dua hari kemudian...

Di suatu pagi, aku datang ke sekolah lebih cepat daripada Ilham. Ilham datang dengan raut wajah yang tidak mengenakkan.

"Din." Celetuk Ilham

"Hm?" Jawabku yang sedang sibuk bermain hp.

"Tolong bantu aku putus sama Hilda nah." Ucap Ilham.

"Ha?" Aku kaget mendengar ucapan Ilham.

"Kalian kan baru jadian beberapa hari, kok udah mau putus?" Tanyaku.

"Kayaknya aku sama Hilda gak cocok." Jawab Ilham.

"Hmm..." gumamku berpikir.

"Aku gak berani ngomong langsung." Ucap Ilham.

"Sama, aku juga gak berani." Ucapku sambil tertawa kecil.

"Aku gak enak minta tolong Naomi buat ngomong ke Hilda. gimana dong?" Tanya Ilham.

"Kalau gak berani ngomong langsung sama orangnya, gimana kalau tulis lewat kertas." Saranku.

"Boleh juga." Ucap Ilham.

Ilham lalu mulai menulis sesuatu di kertas, lalu memberikan kertas itu padaku.

"Nih, tolong kasih ke Hilda."

Aku lalu beranjak dari bangku pergi menghampiri bangku Hilda mengantarkan titipan surat dari Ilham.

"Em... Hil, dari Ilham." Ucapku yang telah berada di depan bangku Hilda menyerahkan titipan surat dari Ilham.

Setelah menyerahkan surat itu, aku kembali ke bangku ku.

Dari kejauhan aku dan Ilham dapat melihat Hilda sedang membaca surat yang Ilham tulis, Naomi juga ikut membaca surat itu.

Tak lama kemudian, Setelah Hilda selesai membaca isi surat itu, Hilda berlari ke toilet, diikuti oleh Naomi.

"Hilda, tunggu..." Ucap Naomi mencoba menghentikan Hilda.

"Ilham, Dino!" Di depan pintu kelas Naomi memelototi kami berdua dengan nada marah, Kami tau maksud kode yang diberikan Naomi dan ikut mengejar Hilda.

Di depan pintu toilet Naomi menggedor-gedor pintu di mana Hilda berada.

DUK...DUK...DUK...

"Da... buka Da..."

Terdengar kecil suara isak tangis Hilda.

"Dino, Kamu sih..." Ucap Naomi menatapku.

"Kok salah aku sih? kan Ilham yang minta putus." Ucapku kepada Naomi.

"Udah, minta maaf aja." Ucap Naomi.

"Hilda, aku minta maaf... karena udah ngantarin.... surat... permintaan... putus...nya... Ilham." Ucapku sedikit bingung untuk memilih kata.

"Kamu juga minta maaf, Ilham" Perintah Naomi.

"Hilda, aku minta maaf, ya. Kayanya kita udah gak cocok. Soalnya..." Ucap Ilham menjelaskan panjang lebar.

Aku sesekali melihat ke lorong kelas, berjaga-jaga kedatangan guru. Hingga beberapa saat kemudian di ujung lorong aku melihat kedatangan seorang guru.

"Eh, ada guru." Ucapku memperingati Ilham dan Naomi.

"Em... udah ya... ayo cepetan kita balik ke kelas, ada guru." Ucap Ilham.

CEKLEK

Terdengar suara kunci toilet yang terbuka, Hilda keluar dari toilet dengan keadaan mata merah dan pipi yang basah. Naomi mencoba menenangkan dan menghibur Hilda.

Sepanjang perjalanan menuju kelas keadaan menjadi canggung. Aku jadi tidak enak untuk menegur Ilham.

Sejak itu Ilham berhenti bicara denganku.

Setelah libur lebaran dua minggu, aku dan Ilham belum juga saling teguran.

Entah mengapa sulit rasanya untuk menegur Ilham.

Aku kehilangan teman pertamaku dan sekarang aku tidak punya teman sama sekali, Sementara murid-murid yang lain mulai saling akrab.

Aku pikir sepertinya aku tidak akan mendapatkan teman kecuali seseorang menegurku duluan, karena aku tidak berani menegur orang duluan.

Hari pertama masuk sekolah setelah libur lebaran, Pak Yadi wali kelas kami mengatur posisi bangku kami dengan alasan supaya tidak ribut.

Aku dipindahkan ke bangku deretan paling belakang barisan kedua dari meja guru.

Disebelahku ada Ibrahim, cowok berkacamata yang sebelumnya membantu Ilham memanggilkan Naomi.

Sementara Ilham dipindahkan tepat di depanku, murid yang duduk di sebelahnya adalah Arjuna, sebelum libur lebaran ia tidak masuk sekolah karena mengalami patah tulang pada lengan kirinya.

Arjuna, penampilannya seperti berandalan, bajunya dikeluarkan dan ia juga gak memakai dasi. Lengannya patah masih dibaluti perban dan juga mengenakan penyangga lengan.

Setelah selesai mengatur posisi bangku para murid, Pak Yadi memberikan tugas lalu izin pergi meninggalkan kelas karena ada urusan.

Karena sudah menyelesaikan tugasku dan jam pelajaran berikutnya masih lama, aku jadi gak punya kerjaan. Karena bosan, aku menggambar di bagian belakang buku tulisku.

Supaya aku gak mencorat-coret di belakang buku tugas, aku punya satu buku khusus yang kugunakan untuk menggambar.

Aku sangat suka menggambar walaupun gambaranku gak bagus-bagus amat dan gak pernah berkembang.

Menjadi komikus professional adalah salah satu impianku.

Saat sedang asyik menggambar, tiba-tiba aku mendengar seseorang menceletuk.

"Wih, boleh liat gambaranmu kah?"

Orang itu adalah Arjuna, ia menengok ke belakang, ke arah ku yang sedang menggambar. Belum menjawab pertanyaannya ia langsung mengambil buku ku, membolak-balik halaman sambil melihat gambaran-gambaranku, sampai halaman terakhir ia kemudian mengembalikannya.

Ia lalu merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah buku.

"Aku juga suka menggambar" Ucap Arjuna sambil memberikan buku nya padaku.

Aku kemudian mengambil bukunya, membolak-balik halaman sambil melihat-melihat gambarannya, ia sambil menjelaskan siapa saja yang ia gambar yang merupakan para atlet sepak bola, sampai halaman terakhir aku kemudian mengembalikan buku nya. menurutku gambarannya lumayan bagus juga...

"Namaku Arjuna Saputra panggil aja Juna, namamu siapa?" Arjuna mengajakku bekenalan.

"Dino." Jawabku singkat.

Tugas yang diberikan Pak Yadi dikumpulkan di atas meja guru, lalu ketua kelas mengantarkannya ke ruang guru.

TEEET...

Bel berbunyi sekali yang menandakan satu jam pelajaran telah berlalu, seorang guru memasuki kelas dan pelajaran baru pun dimulai....

45 menit kemudian, jam 10:15

TEEET... TEEET...

Bel berbunyi dua kali yang menandakan jam istirahat.

BRAK!

Juna memukul meja ku.

"Ayo istirahat bareng"

Juna juga mengajak Ilham untuk istirahat bareng, Aku dan Ilham berjalan mengikuti Arjuna ke luar kelas.

Di SMA Karya Luhur ini tidak ada kantin, jadi kalau mau jajan harus pergi ke berbagai penjual jajanan yang berada di luar gerbang di sekitar lingkungan sekolah.

"Beli salome kah?" Tanya Juna.

"Ayo" Aku dan Ilham secara bersamaan menjawab Juna.

Salome adalah jajanan dari kota Balikpapan, bentuknya bulat yang terbuat dari kanji, terigu dan daging, disajikan dengan saus kacang, kecap manis, saus tomat atau saus sambal. Ada yang di kukus ada juga yang di goreng dengan telur. Salome dibungkus dengan plastik es.

Di pulau Jawa salome dikenal sebagai cilok.

Aku dan Ilham masih belum saling teguran, Juna sepertinya menyadari kalau aku dan Ilham seperti sedang berkelahi.

Setelah mengantri lama untuk membeli salome, kami kembali ke kelas dan memakan salome kami dengan cara melubangi ujung bawah plastik es.

"Kalian berdua kelahi kah?" Tanya Juna secara tiba-tiba.

"Enggak..." jawab Ilham.

"Terus kenapa kalian diam-diaman?"

"Gara-gara aku Ilham putus sama pacarnya, dan sejak itu Ilham gak pernah negur aku. Aku juga gak berani negur Ilham duluan." Jelasku.

"Haha... astaga Din... Aku gak nyalahin kamu. Kukira kamu gak negur aku karena marah sama aku, gara-gara aku kamu yang disalahin Naomi, Makanya aku gak berani negur kamu. Cuma salah paham rupanya." Ucap Ilham menepuk pundakku sambil tertawa.

"Oh... kukira kamu yang marah... Hahaha..." Aku ikut tertawa.

"Haha...udah kan nih ya, Cuma salah paham ternyata kan?" Juna ikut tertawa.

Berkat Juna, aku dan Ilham pun berbaikan. Kalau gak ada Juna mungkin aku dan Ilham gak akan kembali saling teguran selamanya.

Syukurlah, aku mulai mendapatkan teman.

Bersambung...

avataravatar
Next chapter