32 menghindari

tidur lebih awal akan membuatku lebih baik. lebih baik lagi jika aku menghindarinya untuk sementara ini. aku tidak tau orang seperti apa dia. tapi ini semua keputusan yang telah aku buat.

"kau tidak mengenalnya apa kau bisa bahagia dengannya? bisa saja dia meninggalkanmu disaat kau terpuruk, bajingan seperti itu masih saja kau bela". dengan nada bagaikan gelegar petir di siang bolong nasehat yang Ayahnya berikan mulai mengiyang-iyang di fikirannya. "kau benar Pa, aku sama sekali tak mengenalnya". tapi aku sudah mempersiapkan diriku bila hal buruk itu terjadi. gumamnya di balik selimut dan bantal yang empuk.

pria itu masuk ke kamar mendapati istrinya telah tertidur lelap diranjang yang empuk itu, terdapat raut wajah kekecewaan di wajahnya. ia mulai berbaring dan memainkan handponenya untuk beberapa lama hingga akhirnya tertidur.

gadis itu tidur dengan nyenyak dan bangun dengan bugar, meninggalkan tempat tidur dengan perlahan, berlari ke kamar mandi, berganti pakaian dan meninggalkan apartemen.

dengan menaiki beberapa angkutan umum sampailah dia di kampus B.

"aku pergi terlebih dahulu, ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan di kampus". sebuah pesan terkirim di handpone milik Fian yang masih bermalas-malasan di tempat tidur.

dengan rasa malas pria itu merayap ke kamar mandi dan menyiram tubuhnya yang putih itu dengan air, menggosok dan membersihkan bagian dari tubuhnya dan mengenakan pakaiannya. hem lengan pendek dipadukan dengan celana kain panjang serta sepatu warna hitam. siap untuk pergi ke kampus yang tak jauh dari apartemennya.

di meja makan di sebuah apartemen yang sempit itu tangannya menari-nari diatas layar handphone yang ada di tangannya.

"ok, aku tidak dapat menjemputmu. hubungi aku bila kau sudah selesai" pesan itu terkirim tanpa sebuah balasan.

di kampus B

semua mahasiswa mondar-mandir di koridor di depan ruang dosen menunggu giliran untuk mengkonsultasikan skripsinya. Zia duduk di sebuah kursi di depan koridor membawa setumpuk berkas yang akan ia sodorkan kepada dosen pembimbingnya. jam masih melaju dengan sangat malas. sesekali ia berpapasan dengan beberapa teman sekelasnya, saling menyapa dan pergi berlalu.

"syukurlah aku mendapatkan dosen yang baik jadi kemungkinan akan berjalan lancar". ia menghela nafas lega setelah beberapa kali mengajukan konsultasi berjalan dengan sangat baik.

disana ia berjumpa dengan sahabat-sahabatnya tak terkecuali Elis yang masih baik kepada Zia. awalnya Zia berfikir bahwa Elis lah yang melaporkan Zia kepada orangtuanya tapi sebuah kenyataan menunjukan kebenarannya.

"kau tau si Anika... "Anik yang di asrama kita yang ada di kamar nomor dua itu"... "iya, dia itu udah nikah lho sama pacarnya yang tentara itu,..." masa?"... "serius, dia itu hamil duluan tau. dan sekarang dia sudah punya anak lho".

"sebenarnya dia juga yang dulu ngelaporin Zia kepada orangtuanya".

"maafkan aku Zia awalnya aku nggak setuju sama ide nya si Anik tapi akhirnya dia yang turun tangan sendiri"...

"ya sudahlah" Zia menjawab dengan nada pasrah. dia bukanlah orang yang suka mendendam dan ia akan lebih cuek dengan semua masalah yang menyusahkan hidupnya. entah kenapa si Anika bisa sejahat itu padanya padahal dia merasa tidak pernah membuat masalah dengannya. oh iya aku ingat dulu aku pernah berselisih dengannya hanya karena masalah sepele. tapi Zia fikir itu masalah sepele tapi kenapa, kenapa dia bisa setega itu padanya. apa memang sifat asli Anika seperti itu.

"aku senang kau kembali kemari, jadi aku punya teman untuk tidur". celetuk Elis sambil memeluk temannya itu.

"maaf, aku harus pulang untuk saat ini mungkin besok aku akan menemanimu tidur di asrama" jelas Zia.

"apakah kau pulang kerumahmu lagi, bukankah itu terlalu jauh bila kau tak membawa kendaraan sendiri"..aku penasaran apakah kau masih berhubungan dengan si bajingan itu?". penuh rasa ingin tahu. tapi Zia hanya terdiam dalam pertanyaannya. "sudah kuduga. bagaimana bisa kau masih bersamanya? apa hubungan kalian? dan apa orangtuamu menerimanya?" ia memberondongi gadis yang malang itu dengan berbagai pertanyaan.

"aku kawin lari" ia berkata dengan melemaskan otot-otot tubuhnya dan terdengar sebagai suatu kepasrahan yang terpaksa.

"APA? bagaimana bisa? kau ini.... itsssz... Elis mendesis kesal. "oke-oke aku tidak tau bagaimana itu, semoga kau tak menyesalinya".

di apatemen malam mulai menggelap dengan bintang-bintang dan bulan yang masih malu-malu untuk menampakan diri.

"aku akan kembali ke asrama untuk sementara ini. aku harus menyelesaikan skripsiku lebih cepat". Zia berusaha meminta persetujuan, "hm" jawaban itu sudah cukup untuk mendorongnya melangkah. "kau masih ingat dengan temanku yang bernama Elis? ia berusaha membuka pembicaraan. "hm, si jelek itu" jawabnya acuh. "dia tidak sejelek itu". "tapi bagiku dia jelek dan tak ada bagus-bagusnya. "walaupun begitu kau tidak boleh membencinya, dia itu sahabatku" bujuk Zia. "aku tidak percaya sahabat bisa membuatmu susah. bahkan aku hampir dipenjara gara-gara dia". jawab suaminya itu. "bukan dia yang melaporkannya"... tapi Anika teman satu asramaku". "tetap saja aku tidak suka dengannya, sahabat macam apa itu".

avataravatar
Next chapter