webnovel

kehidupan yang baru

waktu berlalu terasa begitu lambat, karena masalah yang tak kunjung terselesaikan terasa sangat menyiksa.

perlahan demi perlahan dia mulai memaksakan diri untuk menerima semua kenyataan ini. semua kelemahan, rasa malu, rasa kecewa dan sebuah aib karena kehilangan sesuatu itu disimpan rapat dan sebuah senyuman palsu menjadi sebuah topengnya.

persepsi masyarakat seorang gadis yang kehilangan kesuciannya adalah sampah. dia tidak berhak memilih calon suaminya sendiri. bahkan seorang gadis yang kehilangan kesuciannya itu lebih buruk dari wanita janda yang sudah memiliki anak.

sebuah kesucian ibarat sebuah mahkota bagi seorang gadis maka ia ibarat ratu yang akan di perjuangkan oleh laki-laki, tatkala itu hilang sebelum waktunya maka ia bisa diibaratkan sebagai seorang pelayan yang tak berhak menentukan hidupnya.

Zia tidak ingin menunjukan kondisinya saat ini terutama kepada keluarganya. akan ada gunjangan dan ombak besar bila sampai keluarganya tau.

Zia berusaha membuka lembaran baru, membuka hidup yang baru. "aku masih bisa hidup normal". kenapa aku harus berlarut larut dalam kesedihan yang bodoh ini" batinnya.

masih ada teman-teman yang mau menerimanya dan mendukungnya. "ternyata aku tau rasanya kesedihan yang di rasakan oleh Shasa" seperti Shasa yang mengejar kekasihnya yang telah merampas kesuciannya dan juga menghamilinya" gumamnya.

"bukankah dulu aku pernah mengutuk orang yang melakukan hubungan itu sebelum sebuah pernikahan adalah sebuah tindakan hina dan tidak pantas hidup", tapi akhirnya aku tau "aku tidak berhak menentukan kehidupan mereka pantas atau tidak" nyatanya aku sangat berharap bisa hidup normal kembali dengan aib ini.

Zia mulai bisa menjalani hidupnya dengan normal kembali walaupun hati dan fikirannya telah berubah.

hubungan Zia dan Fandi pun mulai menghilang perlahan demi perlahan walaupun Fandi masih sama dengan usahanya.

"ah, kenapa aku lupa bukankah bulan ini aku belum datang bulan" batin Zia. Bulan ini Zia telat mentruasi fikirannya mulai bergejolak kemana-mana, fikirannya mulai menjalar menyebar kemanapun dan mulai teringat kejadian malam itu.

"apa mungkin aku hamil" batin Zia. "tidak..

itu tidak mungkin... tidak mungkin". Zia membohongi dirinya sendiri.

Zia lari ke apotik dan membeli alat pengecek dan hasilnya "negatif" yang berarti dia tidak hamil tapi bukan kah hasil yang akurat hanya dapat dilihat setelah bulan depan. fikiran Zia mulai kacau "bagaimana ini, aku tidak tau harus bagaimana" seketika handphone nya berdering dan sebuah nama tertera diatasnya nama yang tak asing lagi. fikirannya masih kacau tapi dia memantapkan hatinya,

"aku akan mengejarmu dan memperjuangkanmu karena kaulah yang telah merampasnya" kemantapan hati itu mulai mendorongnya untuk mengangkat telpon itu yang biasanya dia abaikan.

dengan acuh tak acuh Zia mendengarkan suara yang kekawatiran di ujung telponnya "akhirnya kamu mau menggangkat telponku"

"kamu tau aku sangat khawatir kepadamu tapi kamu tak mau menjawabku" apa kau baik-baik saja? aku sangat menyesal atas perbuatanku?" seperti biasa Veris memohon dan meminta maaf kepadanya. tapi Zia masih enggan untuk memaafkannya. Zia sudah terbiasa tersakiti dan tak mau tersakiti lagi.

tanpa menunggu jawaban Veris berkata "aku berjanji akan segera mengunjungimu bila ada waktu" tolong jangan lakukan hal-hal yang aneh demi kebaikanmu sendiri" tegas Veris.

-----------_---------_---------

sudah beberapa minggu Zia tidak pulang ke rumah hingga membuat keluarganya khawatir.

"kenapa adikmu tidak pulang Zeno?" tanya mama.

"oh iya ma, Zia bilang masih ada urusan kuliyah yang harus di selesaikan" jelas Zeno pada ibunya.

"apakah dia baik-baik saja, apakah dia makan dengan teratur, pasti dia sangat lelah." kau harus menjenguknya bila ada waktu. perintah mama.

_____-______-______

Veris selalu berusaha untuk membuat Zia menerimanya. sore itu langit masih terang benderang Zia dan temannya sedang berbincang-bincang di teras asrama dengan asyiknya.

"permisi, bolehkah saya berbicara dengan Zia sebentar?" dengan suara sopan dan senyum manis nya membuyarkan obrolan antara gadis-gadis itu dan membuyarkan fikirannya fikiran mereka.

"wah tampan sekali,"

"hidungnya itu bikin gemes"

"senyumannya manis sekali"

gumam beberapa gadis yang ada disana dan pergi meninggalkan mereka berdua.

"untuk apa kau kemari?" tanya Zia acuh.

Veris memohon-mohon untuk meminta maaf kepada Zia, tapi Zia masih sama tak bergeming dan pergi meninggalkan nya sendirian. pria itu masih menunggu hingga hujan mengusirnya pergi. ia pulang dengan kehampaan tapi dia tidak akan menyerah begitu saja walaupun panas dan kehujanan basah kuyup itu tak masalah baginya. Dengan usaha yang tanpa putus asa hingga hati Zia mulai tersentuh, rasa simpatinya memaksanya untuk mau menerima Veris.

Elis tidak pernah tau hubungan diantara mereka dan bertanya "Zia, itu pacarmu? "duh ganteng banget hidungnya mancung lagi" duh idaman banget". Puji Elis, tapi Zia masih tidak mengakuinya hanya tersenyum samar.

bererapa waktu berlalu, entah dari mana teman satu geng Zia mulai mengetahui hubungan mereka. hanya Lina yang tau tapi Lina bukan tipe orang yang suka menyebar gosip.

"aku tau..."

Next chapter