webnovel

Baron Tiada

["Jika kau ingin menyelamatkan rekanmu, temui aku di taman kota tanpa membawa siapa pun, kalau kau melanggar perintah maka aku tak segan-segan untuk melenyapkan gadis ini,"] ucap seseorang dari balik telpon.

Tutttt!!

"Sial!! Aku belum sempat bertanya, tetapi pria itu langsung menutup teleponnya saja." Daniel meminta anak buahnya tetap mencari, itulah alasannya agar mereka tak.curiga jikalau Baron sudah menelponnya dan memintanya datang ke taman kota.

Mengendarai mobil pribadinya dengan kecepatan tinggi membuatnya tiba di taman kota dengan waktu yang begitu singkat, 20 menit saja. Padahal harusnya jalur yang ditemput menuju taman kota adalah setegah jam. Berjalan tegap menelusuri sisi taman dan sampai di tengah-tengah taman, pria itu mengeluarkan ponselnya dan terus mengetuk layar pinsel jikalau saja Baron menelponnya.

Berjalan mondar-mandir dan terus mengedarkan sepasang bola matanya ke kiri dan ke kanan. Daniel menarik nafas panjangnya karena hampir setengah jam berdiri tanpa kejelasan. "Apakah Baron mempermainkanku," umpatnya kesal langsung memutar tubuhnya berniat ingin pergi dari tempat itu segera.

Namun, dari kejauhan terdengar seseorang memanggil namanya. "Daniel," panggil seseorang itu yang tak lain adalah Gladis.

"Bagus! Kau mengikuti perintahku Daniel," jawabnya tersenyum tipis.

"Bawa perempuan itu dulu ke dalam mobil karena aku ingin berbicara hal yang penting padanya," perintah Baron kepada dua anak buahnya.

"Apa yang inginkau katakan padaku, Baron! Please, jangan kau apa-apa ka dia," pinta Daniel penuh harap.

Baron berjalan lebih dekat ke arahnya dan mengatakan bahwa dia tak akan bersikap bodoh untuk melukai siapa pun. Ada sesuatu hal yang Baron berikan pada Daniel, selembar kertas dengan merk peti yang bertuliskan RJ. Pria berumur 40 tahunan itu memberitahu tempat produksi RJ yang ternyata adalah sebuah perusahaan ternama.

"Tetapi tidak mudah untuk menyelidiki ini! Sejak kemayian istriku dan saat ini aku baru saja menemukannya," ucap Baron meliriknya.

"Apa maksudmu?" tanya Daniel mengernyitkan keningnya bingung.

Brukkk!!

Tiba-tiba saja tubuh pria itu ambruk Daniel bingung bagaimana bisa tiba-tiba saja barang di depannya padahal dia tidak memukul sama sekali kemudian dan memeriksa dan ternyata seseorang orang menembak punggung Baron.

"Tidakk! Ayo, Baron kau pasti tahu siapa RJ ini kan??" teriak Danile histeris.

Dua anak buah Baron langsung mendekati Daniel dan menyangka bahwa Daniel lah pelakunya, tetapi memeriksa Daniel tak membawa pistol dan tak ada anggota polisi yang ikut dengannya membuat mereka bingung.

"Jadi siapa yang telah menembak Bos?" tanya salah satu anak buahnya.

Melihat sebuah mobil berwarna hitam yang baru saja melintasi mereka, hal itu membuat mereka yakin bahwa orang di dalam mobil tersebut yang menembak Baron. Daniel langsung membawa Baron ke rumah sakit sedangkan dua anak buahnya mengejar mobil tersebut.

Gladis pun dibawa ke rumah sakit karena ia pingsan dan belum sadarkan diri sejak dibawa tadi dan begitu bingung Siapa yang harus dia jaga dia antar orang Haruskah barang tetap kah saat ini inti dari permasalahan yang menimpa banyak orang adalah Baron dia adalah saksi kunci.

Daniel mencoba menelpon Reno karena hanya pria itu yang begitu dipercayainya. Menyuruh Reno untuk datang ke rumah sakit untuk menjaga Baron dan dia menjaga Gladia yang masih terbaring lemah di tempat tidur. Tak disangka di saat bersamaan dua orang itu siuman.

"Biar aku yang menemui Baron saja, Pak! Anda jagalah Gladis karena saat ini ia membutuhkan anda," bujuk Reno melirik pria yang dianggap kakak sendiri.

Daniel mengangguk dan langsung pergi ke ruangan Gladis. Kaki dan tangannya sedikit gemetar mendapati gadis itu begitu lemah di pembaringan. Ia mencoba bangkit dari tidurnya ingin menyambut kedatangan ketua timnya. Namun, Daniel menyuruhnya tetap tidur saja.

"Sebaiknya kau tetap istirahat saja, Dis! Maaf, aku sudah membuatmu menjadi seperti ini," tandas Daniel merasa bersalah.

Gladis tersenyum dan langsung mengatakan, "Tidak, Pak! Ini sudah menjadi tugasku sebagai polisi kok."

"Tetapi sudah dua kali, nyawamu terancam," balas Daniel mengingatkan.

Di situ Gladis meminta pria bertubuh atletis itu tak perlu khawatir dengan nyawanya karena sebagai manusia ia tidka bisa mengalahkan takdir yang Maha Kuasa. Namun, ada yang membuatnya sedikit gembira adalah karena dia sudah mendapat sedikit informasi tentang merk di peti hudang waktu itu.

"RJ, iya kan? Aku tahu perusahaan ini, tetapi aku tidak mengetahui bila mereka memproduksi sebuah peti karena perusahaan RJ adalah sebuah perusahaan yang memproduksi tas dan sepatu saja." Gladis juga memberitahu bahwa dia memiliki seorang teman SMA yang bekerja di sana.

"Bagus, itu merupakan jalan kita untuk menguak misteri si RJ ini, siapa sebenarnya mereka," sambung Daniel menarik nafas pendeknya.

Mendengar suara kegaduhan diluar ruangan membuat mereka berhenti membahas masalah tadi karena Daniel langsung keluar melihat apa yang sedang terjadi. Pria bertubuh putih dengan wajah oriental menghampiri Daniel dengan langkah seribu.

"Pak, Baro--" Sejenak pria itu menarik nafasnya terlebih dahulu baru kemudian melanjutkan kata-katanya. "Baron sekarat, Pak."

Alangkah terkejutnya Daniel mendengar hal itu. Dia langsung berlari menuju ruangan Baron dan semua alat medis yng tadinya terpasang kini telah dilepas oleh perawat. "Apa yang terjadi dengannya, Dok?" tanya Daniel ketika menghampiri pria berjas putih itu.

"Maaf, pasien telah meninggal, " jawab Dokter menatap serius ke arah Daniel.

"Apa?? Itu tidak mungkin, Dok! Anda pasti salah bukan?" tanya Daniel dengan tatapan yang tajam sambil terus memegang bahu sang dokter untuk menyakinkan bahwa apa yang didengarnya tidaklah benar.

Reno menyentuh pundak Daniel seraya berkata, "Pak, apa yang Dokter katakan adalah benar, Baron sudah tiada." Dia membuat Daniel mengerti bahwa itu adalah benar.

"Tidak mungkin! Baron belum menyelesaikan kata-katanya, banyak yang ingin dibahasnya tadi," ucap Daniel, seolah tak terima.

Melihat perawat menutup seluruh tubuh Baron dengan kain putih membuat Daniel sadar bahwa itu adalah nyata Baron benar-benar telah tiada. Daniel mengepalkan jemarinya kuat hingga otot-otot di lengannya begitu terlihat. Pikirannya begitu kacau, baru saja menemukan sedikit informasi Baron telah pergi.

Gladis yang mendengar kabar itu langsung melangkah ke arah ruangan Baron. Entah kenapa Gladis merasa ada yang tidak beres dengan kematian pria berumur 40 tahunan itu. Bagaimana bisa Baron lansung tewas hanya dengan satu tembakan yang mengenai punggung saja. Bukankah Baron adalah seorang mafia sudah pasti begitu kuat dan tahan banting dengan luka tembak.

"Kenapa aku merasa ada yang janggal dengan kematian Baron? Sebelumnya Baron terlihat sehat-sehat saja tadi," ucap Gladis dalam hati.

Gadis itu berjalan pelan memeriksa mayat Baron, entah mengapa ia ingin sekali melihat Baron untuk yang terakhir kalinya.

Next chapter