2 Penolakan Tegas Dari Raven

Camelia terus menekukkan wajah ketika sudah berhadapan dengan laki-laki sial yang sama sekali tak ingin dilihatnya, bahkan posisi dari Raven yang terus menyilangkan kedua tangan di dada. Itulah yang membuatnya begitu muak karena laki-laki itu terlihat tampan dan rasanya ingin digoda. Jika bukan Raven tentu saja sudah digoda oleh perempuan itu yang memang bisa dikatakan tidak tahan jika melihat laki-laki tampan dan macho.

"Ada apa lo panggil ke sini? Eh tapi … tunggu dulu, tadi ekspresi lo ogah banget nikah sama gue. Lo pikir gue mau nikah sama lo, hah. Ogah banget gue juga!" sarkas Camelia dengan mengungkapkan ketidakinginannya menikah dengan Raven. Namun, anehnya laki-laki itu malah menanggapinya dengan senyuman tipis, seolah jika ketidakinginannya ini hanya dianggap bercandaan semata.

Raven mengubah posisinya sekarang dengan ujung bibir yang masih melengkung, ekspresi wajah yang sama sekali tidak disukai oleh Camelia. Namun, perempuan itu tak menampik jika wajah Raven begitu tampan dan maskulin dengan mengenakan kemeja putih yang sedikit ketat, sehingga tubuh bidangnya begitu menyiplak tepat di depan mata, sampai tak sadar menelan saliva karena melihat ketampanan wajah Raven yang tidak pernah pudar dari dulu sampai sekarang, membuatnya cukup tertarik juga. Perempuan itu mencoba mengalihkan wajahnya ke arah lain agar tidak terlalu memuji wajah dan tubuh Raven yang memang sempurna seperti pahatan patung dewa-dewa Yunani.

"Kamu pikir saya mau nikah sama kamu, perempuan kek kamu nggak pantes menjadi istri saya!" Raven mempertegas ucapannya. Seolah jika laki-laki itu jijik terhadapnya, sampai harus menekan kalimat yang begitu membuatnya kesal, karena baru pertama kali ini dirinya ditolak oleh seorang laki-laki. Bahkan Raven terus mencoba memalingkan wajah seperti menghindar dari posisinya sekarang yang saling berhadapan dan tentunya bertatapan wajah pula.

"Saya juga nggak mau kalau nenek nggak memaksa! Di luar sana banyak perempuan yang lebih pantas untuk menjadi pendamping hidup saya, lebih kalem nggak bar-bar.Tentunya lebih pantas untuk menjadi ibu dari anak-anak saya nanti," ujar Raven telak.

Camelia cukup tergelak dengan ucapan Raven tadi, ia tidak mengerti apa yang membuat laki-laki itu ogah menikah dengannya, sampai mengatakan kalimat tersebut yang jujur saja membuat hatinya sedikit meretak. Camelia mengutuk ucapan Raven, berarti dirinya tidak pantas untuk menjadi ibu dari anak-anaknya, walaupun ia tidak mengharapkan juga. Namun, cukup tidak suka mendengarnya.

Dengan berani Camelia mendekatkan jarak tubuh dengan Raven yang tengah menyandar di dinding, sampai membuat keduanya harus saling pandang kembali dengan jarak yang begitu dekat. Hembusan napas yang saling bersahutan, dengan kedua ujung hidung mancungnya yang hampir menempel. Raven yang mendapati wajah Camelia hanya dapat menahan napas yang sejak tadi dikeluarkan sebelum posisinya seperti ini. Entah mengapa perempuan itu cukup berani mengikis jarak di antara keduanya.

Hampir saja Raven mengangkat kedua telapak tangan untuk menyingkirkan Camelia dari hadapannya. Namun, tubuh depan perempuan itu yang amat dekat, membuatnya mengurungkan keinginan untuk menyingkirkan tubuh Camelia. Nanti ia salah menyentuh lagi dan urusannya berabe jika asal sentuh tubuh perempuan yang hampir semuanya berada dalam area sensitif.

"Kamu bisa mengalihkan wajahmu dari hadapan saya!" sentak Raven yang menatap wajah Camelia penuh interogasi, ia tidak suka jika perempuan itu terlalu berani menunjukkan wajah terlalu dekat dengannya.

Melihat Raven berekspresi seperti itu jujur membuatnya takut, perempuan itu segera menjauhkan wajah dari hadapannya, padahal ia belum berbicara hal yang ingin ditanyakannya tadi karena keburu ditatap tajam oleh Raven yang memang terkenal memiliki pandangan mata yang tajam, namun memabukkan bagi siapapun yang melihatnya.

"Lo kenapa sih kayanya ogah banget nikah sama gue. Lo jijik lihat muka gue yang cantiknya nggak ada tandingannya ini. Di saat banyak laki-laki yang pengen banget jadi suami gue dan entengnya lo tolak gitu aja, seharusnya gue dong yang tolak lo lebih dulu!" cetus Camelia yang terus menyerocos sampai membuat Raven begitu mual dengan sikap perempuan itu yang tidak pernah berubah. Sikap dan sifatnya dari SMA dulu masih tetap sama, padahal perempuan itu baru saja menyelesaikan pendidikan magister-nya di luar negeri. Namun, tidak bisa mengubah sikapnya yang pecicilan dan kepedeannya setinggi langit.

Kini, Raven pun kembali menyilangkan kedua tangan di dada, posisi yang cukup dibenci oleh Camelia, karena jika Raven melakukan gerakan seperti itu, entah mengapa ia terlihat begitu sangat tampan dan seksi, dengan kedua tangan kekar yang tertutup oleh lengan kemeja yang tergulung sampai siku. Makanya ia tidak suka.

"Lo tahu Yoona Girls Generation, mukanya kaya gue tahu gak!"

Raven tersenyum tipis dan tentunya miris di depan wajah Camelia, perempuan itu terlalu pede dengan wajahnya yang memang cantik, dirinya mengakui. Namun, tidak ingin mengutarakannya secara langsung yang akan membuatnya tambah sombong dengan rupa wajah yang dimilikinya itu.

"Saya nggak jijik kok melihat wajah kamu, kalau saya berkata seperti itu tandanya saya menghina ciptaan Tuhan. Mungkin banyak laki-laki yang suka kamu. Tapi, hal itu tentunya nggak berlaku bagi seorang Ravendra. Saya sendiri mencari istri yang belum pernah tersentuh oleh laki-laki manapun, pergaulannya sehat dan tentunya masih perawan," tutur Raven dengan penuh kejujuran, tanpa berpikir kembali dengan kalimat terakhir yang dilontarkannya itu apa mungkin memunculkan polemik atau tidak.

Camelia hanya dibuat membelalakkan mata dan keadaan mulut menganga dengan ucapan Raven yang membuat dadanya mendadak sesak, mulutnya benar-benar loncer tak dipikir kembali jika akan berucap. Apa pria itu tak memikirkan perasaannya yang mungkin sakit hati. Walau begitu, Camelia masih betah menatap Raven dengan raut wajah yang sama sekali tak bersalah.

"Saya harap kamu nggak sakit hati dengan ucapan saya tadi, bukan berarti saya mencemarkan nama baik kamu atau melecehkan. Tapi, itulah yang saya lihat sebagai seorang laki-laki terhadap perempuan yang sering sekali pergi clubbing, berteman dengan banyak laki-laki tanpa ada batasan. Pagut bibir sana-sini. Jadi, ya, saya kira udah nggak perawan. Wajar dong jika saya berbicara seperti itu, dan enggan untuk nikah dengan kamu."

Raven terus melontarkan kalimat-kalimat yang membuat dadanya sesak. Baru kali ini Camelia merasa sakit hati atas lontaran seseorang. Namun, sampai detik ini saja dirinya belum pernah melakukan hubungan, meski ia pernah terbangun di atas ranjang yang sama dengan mantan kekasihnya. Tapi, ia benar-benar tidak melakukan hubungan badan. Entah mengapa terasa berbeda saat laki-laki itu yang mengatakan mengenai keperawanan, padahal saat ia tinggal di Australia beberapa temannya memang sering mengutarakan kata-kata tersebut dan tidak dianggap tabu. Apalagi merasa sakit hati.

Raven sendiri terlihat seperti tahu dengan seluk beluk kehidupan Camelia saat berada di Australia, padahal laki-laki itu tidak ada di sana. Bahkan tanpa ada keraguan ravenlangsung menguatarakan apa yang memang ingin disampaikan kepada Camelia.

Camelia berusaha untuk bersikap biasa tidak tersontak dengan ucapan Raven.

"Lo jangan sok tahu deh, emangnya Lo ngintilin kehidupan gue di sana kek gimana. Apa jangan-jangan Lo cenayang, ya." Camelia mengarahkan jari telunjuk ke arah wajah pria itu dengan raut kecurigaan. "Atau Lo sewa orang untuk memata-matai gue dengan apa pun yang gue lakuin di Ausi?"

Raven langsung mengempaskan tangan perempuan itu. "Nggak penting banget bagi saya memata-matai kamu. Emang kamu pikir saya nggak ada kerjaan apa. Saya udah bilang dari awal kalau saya laki-laki bisa melihat perempuan yang emang masih perawan atau nggak. Apalagi kamu tinggal di luar negeri, kehidupan bebas nggak ada kekangan. Jadi, wajar dong jika saya mengatakan hal seperti itu," pungkas Raven telak sembari melengos pergi melewati keberadaan Camelia, bahkan antar bahu saling bertubrukkan sampai membuat tubuh perempuan itu sedikit bergerak.

Perasaan gelisah mulai mendera diri Camelia, ia tidak paham mengapa kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh Raven tadi begitu dalam, sampai membuatnya teringat dengan kejadian kala itu dengan mantan kekasihnya. Namun, ia bisa memastikan jika dirinya tidak melakukan hubungan meskipun ia bangun dalam keadaan saling bersebelahan dengannya. Camelia sangat yakin tidak terjadi apa pun di antara dirinya dengan pria itu.

Perempuan itu mengacak rambutnya sembari mengingat perkataan dan raut wajah Raven. Indera penglihatannya begitu tajam sampai bisa berpikir jika dirinya sudah tak perawan lagi hanya karena melihat wajahnya saja.

avataravatar
Next chapter