webnovel

A Glamour Letter

Pagi hari yang hangat menyambut musim dingin yang telah berlalu. Keluarga itu telah berkumpul di ruang makan dan menyantap makanan yang tersedia di atas meja dengan lahap.

"Sudah kamu putuskan untuk belajar di akademi mulai tahun ini, Rein? " tanya sang Kepala keluarga dari keluarga Duke Enreell, Severus Enreell. Reinel, sang anak tertua yang baru saja menginjak umur 16 tahun itu menghentikan makannya sejenak dan menatap ke arah Ayahnya.

"Iya, Ayah... " ucapnya yakin. Duke Severus menghela nafas sejenak.

"Baiklah kalau begitu..." ucapnya dengan raut wajah yang terlihat sedih. Melepas anaknya untuk pergi bersekolah di akademi adalah hal yang berat baginya. Apalagi jika membayangkan saat-saat anaknya masih kecil.

"Kau sudah besar ternyata... " gumam sang Ayah. Reinel hanya tersenyum tipis.

"Jangan khawatir Ayah... aku akan melakukan yang terbaik... percaya padaku! " ujarnya penuh semangat. Sang Ayah hanya tersenyum lembut dan melanjutkan makannya.

"Terserah padamu... aku tidak berhak untuk mencegahmu.... " setelah kalimat itu, semuanya kembali diam. Hingga seorang pelayan datang dengan membawa sebuah surat.

"Tuan, ada surat yang sepertinya sangat penting... " ucapnya sambil menyodorkan surat tersebut. Seketika mata Duke Severus membelalak saking terkejutnya. Tangannya gemetar menerima surat itu.

"I-ini...astaga?! tidak mungkin!" ucapnya. Melihat Duke Severus yang terkenal pemberani itu gemetaran hanya karena sebuah surat, semua orang yang ada di ruangan itu bertanya-tanya. Apa yang terjadi sebenarnya?

"Ada apa, Sayang? " tanya istrinya, Duchess Evelyn. Ia khawatir melihat suaminya yang tampak terguncang. Duke Severus membuka surat tersebut. Reinel tampak takjub dengan surat tersebut. Ia terkejut akan betapa cantiknya surat itu. Kualitas kertas yang terbaik, desain yang elegan dan mewah, serta tulisan yang tampak indah. Entah siapa yang mengirimnya, surat itu memiliki standar yang setara dengan kertas surat kekaisaran.

"Sa-sayang.... Rein kita..... " Duke Severus tampak gemetaran untuk melanjutkan ucapannya. Namun semua orang dengan sabar menunggu kata-kata selanjutnya dari mulutnya.

"Dia... mendapat re-rekomendasi dari Asterisk Academia.... " akhirnya ia menyelesaikan kata-kata yang sempat tergantung itu. Namun akibat dari itu sangatlah besar. Duchess Evelyn tampak tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh suaminya. Terlebih Reinel yang menjadi topik saat ini.

Siapa yang tidak tahu nama itu. Asterisk Academia. Sekolah misterius yang hanya mengirim surat rekomendasi dan tidak menerima pendaftaran. Sudah pasti anak-anak yang masuk sekolah itu adalah anak-anak pilihan. Dan satu hal yang pasti, anak yang dipanggil adalah anak yang belum melaksanakan upacara kedewasaan sehingga tak ada yang saling mengenal. Apalagi mereka juga tidak hanya mengirim surat rekomendasi kepada para bangsawan atau orang-orang yang cukup memiliki harta. Mereka tak memandang kasta dan memanggil siapapun. Mau ia keluarga kerajaan, bangsawan, atau hanya rakyat biasa. Mereka bisa memanggil siapapun. Tidak ada cara untuk membedakan siapa yang bangsawan siapa yang rakyat biasa. Karena semua kebutuhan sudah disediakan untuk mereka. Dan mereka tidak perlu membawa apapun saat berangkat. Hidup mereka akan berubah begitu mereka menginjakkan kaki disana. Sayangnya, tidak ada cara untuk menolak rekomendasi dari sekolah itu. Karena, akan ada konsekuensi yang berat saat mereka berusaha untuk menolaknya.

"Kapan aku harus berangkat, Ayah?" tanya Reinel tenang. Duke Severus yang melihat betapa anaknya itu sangat tenang pun menjadi lebih tenang.

"Disini tertulis kalau ada yang akan menjemputmu besok... Kau siap nak? " Duke Severus menatap lurus ke arah mata Reinel. Reinel tersenyum lebar yang artinya anak itu benar-benar sangat siap.

"Bukankah ini sangat menantang Ayah? Aku benar-benar tak sabar! " ucap Reinel dengan semangat membara. Duke Severus dan Duchess Evelyn tampak lega melihat anak mereka yang penuh semangat itu.

"Hah... tak ada gunanya kau mengkhawatirkan anakmu! " ledek Duchess Evelyn pada suaminya. Duke Severus tertawa hambar karena merasa tertusuk oleh kata-kata istrinya.

"Apa kau tidak bisa melihat dirimu sendiri di kaca? " bakas Duke Severus. Semua yang ada di meja itu tertawa melihat kedua orang yang saling mencintai itu.

"Kakak! Apa kau akan pergi ke tempat yang menakutkan? " tanya seorang gadis kecil yang duduk di samping Reinel. Reinel menatapnya penuh kasih sayang. Senyuman terpasang dengan lebar di bibirnya.

"Tidak Lily... Kakak hanya akan bersekolah di tempat yang mengagumkan! " jelas Reinel pada Lilian, adiknya yang masih berumur 5 tahun itu. Lilian mengangguk-angguk paham.

"Tuan..." panggil pelayan tadi.

"Ya? ada apa lagi? " tanya Duke Severus sambil mengelap bibirnya setelah selesai makan.

"Mereka juga mengirimkan seragam untuk digunakan tuan muda saat keberangkatan besok... " ucapnya. Duke Severus mengangguk paham.

"Siapkan baju itu untuk dikenakan besok... pastikan baju itu rapi karena besok adalah momen yang berharga! " perintahnya. Pelayan itu mengangguk paham dan segera undur diri.

"Mereka benar-benar tergesa-gesa sampai mengirimnya sehari sebelum keberangkatan ya?" gumam Duchess Evelyn yang tampak kesal.

"Huhh... aku tak bisa menghabiskan waktu yang banyak dengan anakku ini... " keluhnya. Mendengar istrinya yang tampak sedih akan ditinggal oleh anak sulung mereka, Duke Severus terpikirkan sesuatu.

"Bagaimana kalau kita menghabiskan waktu sehari ini untuk bersama Rein? Kita harus bersenang-senang sebelum dia pergi... " usulnya. Seketika Duchess Evelyn kembali bersemangat.

"Ide bagus sayangku! " pujinya sangat senang.

Mereka pun menghabiskan hari itu untuk melewatkan hari dengan bersenang-senang.

"Ibu! aku ingin itu! " Lilian tampak begitu senang dan bersemangat. Sejak tadi ia terus-terusan meminta untuk membeli barang-barang yang menarik baginya. Tiba-tiba...

BRUKK.. Seseorang menabrak bahu Reinel. Namun karena tubuh Reinel yang kuat akibat latihan yang dijadwalkan wajib oleh ayahnya, ia tak terjatuh. Malah orang yang menabraknyalah yang terjatuh. Ia menatap orang yang menabraknya itu. Orang itu tampak seumuran dengannya. Dengan rambut merah yang akan menarik perhatian dan mudah diingat. Orang itu tampak kesakitan.

"Awhh... "Lirihnya. Reinel mendekat dan mengulurkan tangannya.

"Hei... kau tidak apa-apa?" tanya Reinel. Anak itu menengadah untuk melihat siapa yang berbicara.

"Ah! maaf... aku tidak apa-apa... " ia menyambut uran tangan itu dan berdiri dengan bantuan dari Reinel.

"Maaf aku tidak sengaja menabrakmu... " ucap anak itu penuh penyesalan. Reinel tersenyum.

"Tidak apa-apa... aku juga salah karena tidak memperhatikan... " ucapnya tenang. Anak itu tampak takjub dengan apa yang dikatakan Reinel. Ia menepuk pundak Reinel dan tersenyum senang.

"Hei! kau sangat baik... aku ingin bertemu denganmu lagi, tapi sekarang aku harus pergi... maaf ya kawan...sampai jumpa lagi! jika itu terjadi, aku akan mentraktirmu makanan enak! " Serunya sebelum pergi dibalik kerumunan orang. Reinel tersenyum melihat anak itu menghilang.

"Ahaha... dia sangat menyenangkan..." ucapnya.

"Yahh... kuharap kita bertemu lagi..." lanjutnya sembari berjalan kembali menuju keluarganya.

Next chapter