1 Kekasih yang Berkhianat

Kaluna melangkah memasuki ruangan dan terpaku sejenak saat mendapati seorang pria muda dengan rambut hitam pendek dan kacamata berbingkai persegi sudah duduk menunggunya dengan pandangan seakan menghakimi.

“Kaluna Demetria?” tanya si pria dengan nada dingin seperti es. Punggung pria muda yang lebar itu sedikit melengkung ketika dia duduk di kursinya dan kedua mata tajamnya seakan menghakimi Kaluna untuk sebuah kesalahan yang tidak pernah bisa dimaafkan.

Kaluna sendiri kaget dengan atmosfer di ruangan yang terasa begitu berbeda, ditambah keberadaan pria muda yang dia kenali sebagai Estefan, seorang guru matematika sekaligus wali kelasnya di SMA Oasis.

“Bapak ... memanggil saya?” lirih Kaluna, dengan tidak yakin kedua matanya menatap mata Estefan yang tersembunyi di balik lensa kacamatanya. “Ada apa ya, Pak?”

“Duduk,” tunjuk Estefan dengan mata mengarah ke kursi yang ada di depannya.

Tanpa perlu diperintah dua kali, Kaluna menurutinya dan segera duduk di kursi kosong itu.

“Kamu siswi tingkat akhir, dan sudah beberapa kali pindah sekolah berdasarkan catatan tambahan yang ditulis oleh guru kamu di sekolah yang lama.” Estefan membuka-buka buku yang terbentang di atas meja. “Alasan kamu keluar hampir selalu sama: membolos, ribut dengan teman laki-laki, tidak mengerjakan tugas, dan menjawab soal ulangan dengan asal-asalan.”

Kaluna diam saja dan tidak membantah.

“Kamu lantas mengulang kesalahan yang sama di sekolah ini,” sambung Estefan sambil menutup buku itu kemudian memandang Kaluna lurus-lurus. “Apa kamu berniat pindah sekolah lagi untuk memecahkan rekor nasional?”

Kaluna diam membisu, tetapi pikirannya melayang ke momen terakhir yang membuatnya memilih untuk meninggalkan sekolahnya yang lama dan terdampar di sekolah baru tempat Estefan mengajar.

***

Pagi itu seharusnya Kaluna tiba di sekolah lebih awal karena kekasih hatinya yang bernama Dewa ingin merayakan hari jadi mereka yang pertama, jika saja Tante Ola tidak menyuruhnya untuk sarapan dulu di rumah.

Sebagai permintaan maaf, Kaluna mampir membeli sekotak kue untuk dimakan berdua di atap sekolah.

Begitu tiba, Kaluna dengan penuh semangat menaiki anak tangga yang akan membawanya ke atap sambil menenteng sekotak kue yang sudah dia beli tadi.

“Dewa!” panggil Kaluna dengan wajah ceria. “Maaf, aku terlam – bat ....”

Keceriaan yang terpancar di wajah cantik Kaluna seketika meredup hanya dalam sepersekian detik saja ketika menyaksikan Dewa sedang memeluk erat cewek lain yang ternyata adalah teman dekatnya sendiri: Rara.

“Dewa?!” ulang Kaluna dengan suara melengking tinggi dan sukses memisahkan kedua manusia berlainan jenis itu.

“Eh, kamu ... kamu sudah datang Lun?” Dewa merapikan rambut dan seragamnya dengan segera. Rara ikut menjauh dengan tampang sedikit salah tingkah.

“Apa yang kalian berdua lakukan?” tanya Kaluna dengan nada menghakimi, pandangannya menatap nanar Dewa dan Rara bergantian.

“Lun, aku jelaskan dulu ...” bujuk Dewa sambil mendekati Kaluna. “Tadi itu aku nunggu kamu dan kamu belum datang.”

“Aku nggak nanya soal tadi!” sergah Kaluna sambil memandang Dewa tajam-tajam. “Aku nanya tentang kamu sama dia!”

Jari telunjuk Kaluna mengarah jelas kepada Rara yang berdiri tidak jauh darinya dan Dewa.

“Jawab!” bentak Kaluna ketika Dewa hanya diam mematung. “Hari ini seharusnya kita merayakan satu tahun hubungan kita, tapi kamu malah ... merayakannya dengan berselingkuh sama teman aku sendiri?”

Betapa herannya Kaluna, baik Dewa maupun Rara tidak ada yang menyangkal tuduhannya sama sekali. Apa itu berarti mereka berdua benar-benar telah menjalin hubungan diam-diam di belakangnya?

“Mendingan kamu jujur deh, Ngga.” Rara memberanikan diri bersuara.

“Siapa yang suruh kamu bicara?” tanya Kaluna sengit sembari memandang Rara dengan mata menyipit penuh kemarahan.

“Bukannya kamu sendiri yang minta penjelasan?” Rara masih berani menjawab. “Ini aku sama Angga mau menjelaskannya sama kamu, Lun.”

Kaluna mendengus.

“Kalian berdua pintar sekali bersandiwara,” komentar Kaluna pura-pura memuji. “Sebelum masuk kelas memang enaknya santai di sini sambil makan kue ... kebetulan juga hari ini adalah tepat satu tahun aku pacaran sama Dewa.”

“Lun, aku bisa jelaskan ...” Dewa alias Dewangga menyela. “Tadi aku nggak sengaja ketemu Rara di ....”

“Aku ingat, aku kan habis beli kue!” cetus Kaluna sambil membuka kotak kuenya dan berjalan mendekati Rara yang menatapnya dengan sedikit curiga.

“Lun, aku tahu kamu marah sama kita,” kata Rara logis, sementara Dewa hanya diam dan membiarkan Kaluna berbuat sesuka hati.

“Kamu harus makan ini, Ra.” Kaluna membuka kotak kuenya dan mengulurkannya kepada Rara sambil tersenyum manis. “Biar kamu bisa ikut merasakan perayaan hari jadi aku sama Dewa.”

Rara menatap Kaluna dengan ragu-ragu. Saat dia akan mengambil kotak itu, Kaluna sudah lebih dulu menjatuhkan kuenya ke atas kepala Rara hingga membuat rambutnya belepotan.

“Arghh ....”

“Luna!” tegur Dewa berang seraya berlari dan menyambar pergelangan tangan Kaluna untuk menghentikannya. “Apa-apaan kamu?”

“Lepas!” sentak Kaluna dengan mata yang terfokus pada Rara yang berusaha menyingkirkan kue yang mengotori rambut dan seragamnya. “Enak nggak rasa kue itu, seenak kamu yang main tikung pacar teman kamu sendiri?”

Rara menggeleng buru-buru.

“Aku cuma kasihan sama Angga, Lun ...” katanya beralasan. “Kamu kurang peka sama Angga yang kepingin kamu perhatikan dan kamu sayang.”

“Jadi karena aku kurang perhatian sama Dewa, kamu merasa perlu untuk menggantikan tempat aku?” tanya Kaluna dengan nada tinggi. “Jangan seenaknya membenarkan alasan kamu karena sebenarnya apa yang kamu lakukan itu salah besar!”

Kaluna mendorong Rara tanpa bisa menahan diri lagi, hingga Dewa harus menahan kedua tangan Kaluna untuk mencegahnya menyerang Rara.

“Ra, mendingan kamu pergi!” suruh Dewangga yang masih berusaha menahan Kaluna yang berontak. Tanpa perlu disuruh dua kali, Rara langsung menyingkir pergi meninggalkan atap sekolah.

“Rara, aku belum selesai sama kamu ... lepas, Dewa!” Kaluna menyentakkan tangan Dewa dengan sekuat tenaga sampai lepas. Setelah itu dia berlari untuk mengejar Rara yang belum terlalu jauh, tapi Dewa dengan gesit melingkarkan kedua lengannya kuat-kuat ke pinggang Kaluna dan menariknya mundur.

“Aku bilang lepas, Dewa!” seru Kaluna sambil memukul-mukul lengan Dewa yang melingkar erat di pinggangnya. “Aku mau bikin perhitungan sama pengkhianat itu!”

“Diamlah Luna, atau kamu akan lebih malu lagi dari ini.” Dewa mengancam sambil mengangkat tubuh Kaluna dengan mudah.

Kaluna meronta dengan sekuat tenaga tapi Dewangga terus membawanya menjauh agar tidak mengejar Rara. Cowok itu membelenggu Kaluna sampai dia berhenti meronta karena lelah.

“Duduk sini, kita bicara baik-baik.” Dewa baru melepas Kaluna setelah memastikan gadis itu tidak akan berontak lagi.

“Apa pun yang mau kamu katakan, aku nggak akan percaya lagi sama kamu.” Kaluna menyahut ketus tanpa memedulikan perintah Dewa.

“Aku mau menjelaskan semuanya baik-baik Lun,” kata Dewa tajam. “Bukannya itu yang mau kamu dengar?”

“Aku udah cukup mendengar semuanya,” sahut Kaluna sambil menggeleng. “Aku nggak butuh penjelasan apa-apa lagi dari kamu atau Rara. Kalian berdua sama-sama nggak bisa dipercaya.”

Kaluna berbalik, tapi tidak segera pergi.

"Mulai detik ini kita putus," katanya tanpa menoleh. "aku mau pindah sekolah yang jauh sekalian biar nggak perlu ketemu sama kamu lagi."

Tanpa menunggu jawaban, Kaluna segera pergi meninggalkan kekasih yang baru saja mengkhianatinya.

Bersambung –

avataravatar
Next chapter