1 TERSADAR

William ditembak bius oleh lelaki yang tak dikenalnya. Jack datang ke mansion Julius mencari William. William tak menjawab telepon chief Rika, Jack pun melacak sinyalnya dan mendatangi olah TKP (Tempat Kejadian Perkara). Jack naik ke lantai 2 mencari keberadaan William atas petunjuk dari para petugas yang sedang bekerja di lantai bawah.

Jack kaget bukan kepalang menemukan William pingsan tengkurap di lantai kamar Sia. Jack bergegas mendatanginya dengan panik, ia pikir William tewas karena hembusan nafasnya hampir tak terasa. Jack turun kebawah dan meminta kepada petugas medis untuk menyadarkan William. Para petugas medis itupun langsung bergegas mendatangi William, mereka berusaha membangunkannya.

Mereka berbicara bahasa Inggris.

"William, wake up.. William, hey hey.." Ucap Jack sembari menggoyangkan lengan William mencoba membangunkannya.

William membuka matanya perlahan. Ia mulai sadar dan melirik ke arah Jack yang duduk disebelahnya. William melihat petugas medis sedang mengecek tekanan darahnya. Matanya masih sayup-sayup dan pandangannya kabur, William lemas.

"Where is Sia?" tanya William menatap Jack dengan sendu.

Jack bingung.

"Sia? I don't know. Kau sendirian saat kutemukan disini. Apakah seseorang membiusmu?" tanya Jack memastikan.

William tetegun. Ia berusaha membuka matanya perlahan. William berusaha bangun, para petugas medis pun membantunya. William mengusap wajahnya cepat. Ia menatap Jack tajam.

"Sia tadi bersamaku. Lalu tiba-tiba.." William diam seketika, "oh shit!" pekik William panik.

"Ada apa, William? Apa terjadi sesuatu?" tanya Jack bingung.

William langsung berdiri sempoyongan memegangi kepalanya. Jack pun ikut berdiri memeganginya karena William seperti mau roboh. William berjalan tergesa menuruni tangga, tapi.. DUG.. BUKK.. BRUKK! "Agh.. auch.." William malah jatuh menggelinding ditangga sampai ke lantai bawah.

"William!" pekik Jack panik.

Ia pun bergegas menuruni tangga mendatangi William yang merintih kesakitan memegangi tangannya. Semua orang ikut menghampiri William yang terkapar di lantai.

"Kau tak apa? Kau ini kenapa? Kenapa terburu-buru begitu, kau belum sadar betul." Ucap Jack sembari membantu William duduk.

Kembali petugas medis memeriksa William. William memejamkan mata menahan sakit di tangannya.

"Pergelangan tanganmu patah, kau harus dirawat." Ucap salah seorang petugas medis itu.

William hanya mengerutkan kening menahan sakit di pergelangan tangannya. William melirik ke para petugas penyidik.

"Apa kalian melihat seorang gadis yang datang bersamaku tadi? Berambut cokelat panjang, bermata bulat?" tanya William serius.

"Kami belum melihatnya turun. Memang ada apa?" tanya salah seorang penyidik itu.

"Cari diseluruh tempat ini, ia harus ditemukan!" pekik William lantang.

Segera seluruh petugas disana berpencar ke segala sudut mansion milik Julius mencari keberadaan Sia. Petugas medis dengan segera melakukan pengobatan sementara pada William dengan membalut lukanya yang mulai membengkak. Ia tetap harus ke rumah sakit untuk rontgen dan menemui dokter specialist ortopedi, tapi William menundanya. Ia fokus ikut mencari keberadaan Sia. Jack masih bingung dengan kondisi ini. Ia mengikuti William dibelakangnya.

"William, tunggu sebentar. Tadi aku menemukan ini disampingmu. Apa ini milikmu?" ucap Jack sembari menyerahkan sebuah cincin pada William.

Pandangan William tak menentu, ia mengambil cincin dari tangan Jack dengan gemetaran dan terlihat sangat sedih. Keningnya berkerut dan William hampir menangis, ia membungkam mulutnya rapat. Jack menatapnya seksama.

Dengan sigap William mengambil ponsel dari saku jas dalamnya dan menghubungi nomor Sia tapi usahanya gagal. Nomor Sia tak aktif, William terlihat kesal. Ia menatap Jack tajam.

"Cari Sia sampai dapat, lacak sinyal telepon yang pernah kau simpan sebelumnya. Dia harus ditemukan bagaimanapun caranya." Ucap William menunjuk dada Jack penuh penekanan.

"Memang kenapa William? Apa Sia diculik? Dan cincin itu, apakah kau bermaksud melamarnya dan menikahinya?" tanya Jack penasaran.

William hanya mengangguk pelan. Jack tertegun.

"Benarkah? Kau akan menikahi gadis mafia itu? Kau tak bercanda kan?!" pekik Jack lantang hingga semua petugas disana menoleh ke arah William tajam.

William mendekati Jack dan membungkam mulutnya rapat dengan tangan kanannya.

"Diam. Kau ini berisik sekali. Sudah, kembali ke kantor dan cari keberadaan Sia lalu hubungi aku secepatnya." Bisik William pelan dengan sorot mata tajam.

"Oke. Oia sebaiknya kau menghubungi Rika, dia kesal kau tak mengangkat teleponnya." Ucap Jack mengabarkan.

"Oke, thanks Jack."

"Your welcome." Jawab Jack sembari pergi meninggalkan mansion Julius kembali ke kantor CIA.

Pikiran William berkecamuk. Ia naik ke lantai dua kembali ke kamar Sia dan mencari petunjuk disana. William menggeledah semua barang-barang Sia. Bahkan kopernya pun tak ia bawa, William berspekulasi bahwa ia pergi tergesa. William berfikir jika Sia diculik, ia sangat cemas memikirkan keadaan Sia. William pun kembali ke bawah mencari petugas yang bisa melakukan sketsa wajah seseorang hanya dengan memberikan ciri-cirinya.

William pun duduk berdua bersamanya. Ia menjelaskan ciri-ciri lelaki itu secara mendetail. William memiliki ingatan yang kuat dan penglihatan tajam. Ia disebut Eagle Eyes di markas CIA. Lelaki yang membuat sketsa wajah itu tampak serius menggambar. Tak lama gambar itupun selesai, ia menunjukkan pada William untuk memastikan hasilnya. William kagum karena hasilnya sama persis dengan penglihatannya. Ia meminta agar gambar itu dibuat dalam bentuk tampilan seperti foto asli dan disebarkan kebeberapa kepolisian. Petugas itupun segera melaksanakan tugasnya.

William kembali duduk sendirian di ruang tengah mansion Julius. Ia tak menelepon Rika seperti permintaan Jack. Ia kembali memikirkan nasib Sia yang entah dimana keberadaannya sekarang. William terlihat sangat sedih, ia hampir menikahi Sia dan hidup bahagia bersamanya tapi takdir masih belum menghendakinya (takdir author maksudnya, kwkw). William menatap cincin pemberian ibunya yang seharusnya sudah melingkar di jari manis Sia. Ia ingat sudah memakaikannya saat itu dan Sia mengatakan sangat mencintainya. William memejamkan matanya rapat, kembali ia menguatkan hatinya dan bergegas pergi kembali ke kantor CIA untuk melihat perkembangan pencarian lelaki yang membiusnya dan keberadaan Sia.

avataravatar
Next chapter