18 Siapa dia?

Pagi-pagi sekali Ramel sudah rapih dengan pakaian santai, ia membeli sebuket bunga dan menjalankan mobilnya ke arah makam kota. Hari Rabu ini, adalah hari meninggal mantan istri tercintanya.

Ia tak pernah lupa di setiap tahun, tahun ini memasuki tahun ke-enam istrinya telah tiada. Memakirkan mobil di tempatnya dan keluar dengan terburu-buru. Bunga digenggamanya ia pegang seerat mungkin. Sampailah ini di satu batu nisa bertulis nama seorang wanita yang sangat dia cintai.

"Hei kamu apa kabar? Apakah kamu bahagia disana sekarang? Aku sudah menuruti keinginanmu dengan menikahi seorang wanita yang baik untuk menggantikanmu sebagai ibu dari anak kita, apakah kau senang sekarang? Aku harap seperti itu..aku mencintaimu dan aku tau kau juga masih mencintaiku bukan? Tentu itu pasti kan". Ramel terkikik geli. Ia membersihkan sedikit debu yang ada di atas batu nisan istrinya itu.

"Wanita yang menjadi ibu baru untuk anak kita, dia cantik, baik, dan menyayangi anak kita dengan tulus. Aku bisa melihat dari perilaku dan ketulusan yang terpancar dari matanya, ya walaupun aku tidak pernah menanggapinya dengan baik. Tapi ketahuilah tetap kamu yang paling cantik dan baik hati, berdoalah selalu untuk kebaikanku dan kebaikan anak kita. Dan ini kubawakan Bunga mawar putih kesukaanmu, dengan 17 tangkai sesuai dengan angka yang selalu kau sukai.

Semoga kamu senang menerimanya? Oh iya dihari ulang tahun anak kita yang ke 6, menurutmu aku harus memberi apa?.

Ya aku tau apapun hadiahnya, jika diberikan dengan tulus itu pasti akan menjadi kado terindah.

Kamu selalu mengucapkan itu bukan?, aku selalu ingat dengan setiap kata dan nasihatmu.

Aku rindu belaian tanganmu saat aku tak sengaja tertidur dipangkuanmu, anakmu sangat tampan dan pintar, ia selalu menghormatimu walaupun kau sudah tidak ada sayang.

Yasudah, beristirahatlah dengan tenang tunggu aku disana ya, suatu hari nanti saat tuhan ijinkan aku menemuimu pasti aku akan datang".

Ramel mencium batu nisan istrinya itu, mungkin sekarang mantan istri. Ia tak pernah bisa melupakan kenangan indah yang sudah diberikan perempuan cantik bernama andine.

Ramel bangkit dan berlalu pergi untuk pulang kerumahnya, ia akan menemani anaknya merayakan ulang tahun yang ke-enam. Ia tak ingin anaknya kesepian terlalu lama. Cukup ia saja yang merasa sepi tapi ia tidak ingin anaknya merasakan hal yang sama.

*******

Hari ini hari ulang tahun Renandra, dia sudah berusia 6 tahun, acara ulang tahun hari ini hanya dihadiri kerabat dekat dan teman teman dekatnya.

Dia sangat tampan dengan dasi kupu kupu yang ia pakai.

Saat yang lain sibuk berbincang, aku sibuk menata hidangan yang akan di santap bersama para pelayan.

Tapi sedari tadi Reista belum melihat keberadaan suaminya, entahlah dia dimana ini sudah menunjukan pukul 7 malam.

Acara sebentar lagi dimulai tapi dia belum terlihat sama sekali, apa dia lupa hari ulang tahun anaknya? Tapi tidak mungkin.

"Mom? Dimana Daddy?", Anakku menghampiriku dengan sedikit resah.

"Daddy mu sepertinya sedang sibuk, mungkin sebentar lagi dia akan datang. Tunggulah dulu", aku mengelus puncak kepalanya dan tersenyum lembut.

"Tapi semua sudah pada datang mom, mereka akan menunggu lama", di mengerucutkan bibirnya malas.

"Apa kau ingin memulai acaranya tanpa daddymu?", Tanyaku padanya.

"Kita mulai saja mom, sepertinya Daddy lupa tentang hari ini. Tapi tak apa, disini ada mommy yang menemaniku", dia tersenyum sumringah menatapku.

Aku hanya mengangguk dan mengajaknya ke depan meja yang sudah terisi kue ulang tahun yang sangat mengaggumkan.

Entahlah dimana Ramelson, dia benar benar tak memberi kabar sama sekali.

Acara berjalan semana mestinya, peniupan lilin dan pemotongan kue sudah dilakukan. Renandra terlihat bahagia walaupun aku tau sejak tadi matanya sedang menanti sosok yang sangat berharga dalam hidupnya .

Semua orang sedang menyantap hidangan sampai ibu mertuaku menegurku.

"Nak dimana Ramelson, aku tak melihatnya sedari tadi?", Tanyanya heran padaku, ada raut khawatir dari wajahnya.

"Sepertinya dia sedang sibuk mom, mungkin dia akan datang nanti", aku tak tau harus menjawab apa, bahkan aku saja tak tau dia ada dimana sekarang.

"Yasudah mommy menyapa kerabat yang lain dulu ya", dia berlalu meninggalkanku.

Aku hanya berdiri memandang semua orang yang sedang asik dengan kesibukannya.

Sampai aku menangkap sosok yang sedari tadi dipertanyakan, dia datang namun dia tidak sendiri. Dia bersama dengan seorang wanita cantik, sangat cantik tubuhnya proposional hidungnya bangir matanya coklat sangat indah untuk dipandang.

Sepertinya mereka sangat dekat, siapa wanita itu? Aku bertanya tanya dalam hati.

Aku istrinya, tapi mengapa ada wanita lain yang berani menggandeng suamiku itu dan ya lihat penampilan suamiku sekarang, dia sudah kembali menjadi laki laki tampan.

Aku menghampirinya, mereka menghampiri kedua Mertuaku, aku mencoba tersenyum seramah mungkin padanya.

"Oh Caca apa kabarmu sayang, lama kita tak berjumpa", sapa ibu mertuaku itu kepada perempuan cantik yang bernama Caca.

Ternyata mereka saling mengenal, pantas saja Ramelson sangat dekat.

Entah berapa banyak wanita yang sering ia bawa bertemu dengan orang tuannya, aku mendengus kesal melihat pemandangan di depanku ini, bahkan aku yang disini saja tidak dipedulikan.

Tapi tunggu, kenapa aku harus kesal berlebihan seperti ini? Apa aku cemburu? Tapi tidak, mana mungkin aku cemburu. Aku hanya heran saja, ya.. Hanya heran siapa wanita ini.

"Caca kenalkan ini Reista menantu baruku", ibu mertuaku memperkenalkanku kepada perempuan tadi.

Dia menatapku datar, lalu berusaha tersenyum semanis mungkin . Akhirnya kehadiranku terlihat juga.

"Reista", kenalku padanya.

"Caca", jawabnya.

"Reista dia adik dari almarhum istri Ramelson ", ibu mertuaku menjawab pertanyaan yang sedari tadi bertumpu di otakku ini.

Aku hanya mengangguk dan tersenyum.

Jika adiknya saja sangat cantik dan sexy bagaimana kakaknya? Tiba tiba saja harga diriku jadi minder dan menciut.

Aku penasaran bagaimana bentuk rupa istri Ramelson itu? aku jadi ingin jahat, dia sudah meninggal saja masih banyak orang yang mengenangnya terutama suamiku ini.

Ramelson menatapku sekilas, lalu membuang mukanya acuh.

Hah! Dadaku tiba-tiba sesak dengan perilakunya itu.

Sudahlah lagipula apa perduliku dengan tingkahnya.

Acara ulang tahun anakku sudah selesai, para kerabat dan teman-temannya sudah pulang.

Aku menghampiri anakku yang sudah terlihat sangat lelah itu.

"Kau lelah sayang? Ayo kita istirahat, ini sudah malam dan besok kamu harus sekolah", aku mengajaknya menaiki anak tangga sampai dikamarnya, aku membantunya membuka pakaian dan dia langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Setelah selesai membersihkan tubuhnya di berbaring di tempat tidur, aku menyusulnya sambil mengelus puncak kepalanya dan bersenandung kecil untuk menuntunya agar tertidur.

"Mom? Kau tau tadi Tante Caca?",

"Ya tadi mommy sempat berkenalan dengannya sebentar, kenapa?",

"Aku tidak terlalu suka dengannya Mom, kata Daddy dia adik dari mommyku tapi dia terlihat sangat jahat seperti penyihir",

"Hei kau tidak boleh berkata seperti itu sayang, dia kan Tantemu adik dari mommymu. Mengapa kau tak suka dengannya?",

"Dia selalu manis denganku jika di depan Daddy Oma atau opa saja, tapi saat aku sendiri dia seperti tidak perduli",

"Mungkin itu perasaanmu saja, yasudah tidurlah mommy akan menemanimu sampai kau tertidur. Besok kita akan membuka hadiah-hadiah yang telah kau terima malam ini".

Dia mengangguk dan mulai terpejam.

Aku tidak terlalu mengobrol banyak dengan adik dari almarhum istri Ramelson itu, entah bagaimana sifatnya aku tidak terlalu memikirkannya.

Mungkin nanti aku akan berkenalan lebih lanjut dengannya.

avataravatar
Next chapter