12 Rumah Ramel

Alarm handphoneku berbunyi, suaranya seperti burung dan gemericik air. Mengerjapkan mata beberapa kali, sepertinya tidurku malam tadi sangat nyenyak.

Kulihat kesamping, dua orang lelaki tampan itu masih tertidur dengan nyaman. Wajahnya polos dengan bulu mata yang lentik, aku sedikit tersenyum mendengar dengkuran lembut dari Ramel, ternyata mempunyai sebuah keluarga sehangat ini, bahkan mentari yang terik diluar sana tak bisa menggantikan hangatnya satu selimut dengan mereka.

Aku bangkit dari tidurku dan berjalan kearah kamar mandi, aku mencuci muka dan menggosok gigi, setelah selesai aku menyisir rambutku dengan rapih dan menguncir satu.

Masih kulihat mereka yang tertidur pulas, aku keluar dari kamar dan berjalan kearah dapur, sepertinya aku ingin membuatkan sarapan pagi yang manis untuk dua laki-lakiku.

Beberapa pelayan menyapaku ramah, aku tidak begitu tau ada berapa banyak pelayan dirumah sebesar ini. Ini adalah rumah seorang Ramelson Ettrama, ia tinggal sendiri namun pelayan ada di setiap sudut rumah. Sepertinya mereka sudah mempunyai pekerjaannya masing-masing.

"selamat pagi Nyonya Etrrama". Seorang maid yang sudah terlihat lebih berumur dari maid yang lain menyapaku dengan hangat.

"selamat pagi". Aku tersenyum saat kulihat dia membungkukan badanya, sangat ramah dan anggun.

"Saya Iren nyonya, Pelayan utama Tuan Ramelson. Jika anda membutuhkan sesuatu anda bisa memanggil saya".

"Senang berkenalan dengamu Iren, boleh kau antarkan aku ke dapur?, Ruangan mansion ini terlalu besar untuk orang baru sepertiku". Dia tersenyum hangat dan mengangguk mengerti.

"Tentu Nyonya, mari dapur ada di belakang". Ia berjalan mendahuluiku, lagi-lagi kulihat maid dan sekarang beberapa penjaga dengan pakaian hitam yang mencolok karena badan mereka yang sangat besar kurasa.

"Iren, bolehkah aku bertanya". Kami berjalan sedikit jauh menurutku, aku baru tau Ramel mempunyai Mansion yang dapurnya saja bisa sejauh ini.

"Tentu nyonya". Ia membuka pintu besar berdinding Silver, saat kulihat dalamnya. Aku akan katakan Wow, dapurnya saja semewah ini.

"Berapa pelayan dan penjaga di Mansion ini?". Kami masuk kedalam dapur dan kulihat beberapa chef? Kurasa menyebutnya seperti itu, 5 orang chef dirumah ini?, mataku menelisik satu persatu wajah mereka yang sepertinya beberapa pernah kulihat di Tv.

"Pelayan dirumah ini ada 30 orang nyonya, sedangkan untuk penjaga 50". Ia tersenyum kepadaku, aku menggaruk rambutku yang tak gatal itu, aku tak pernah tau Ramelson sekaya ini.

"dan ini?". Tunjukku kearah 5 orang chef, yang sedari tadi tersenyum seperti menunggu perintah dariku.

"Mereka chef khusus yang dipekerjakan Tuan Ramelson di Mansion ini nyonya, memasak makanan yang diinginkan Tuan Ramel sebelum berangkat kerja dan sepulang kerja. Mereka berasal dari 5 negara berbeda". Lagi-lagi aku dibuat takjub dengan kekayaan suamiku itu.

"bolehkah aku memasak sesuatu untuk suami dan anakku?". Tanyaku pada mereka, ya walaupun aku memang tak sepandai mereka memasak, tapi aku ingin membuat sesuatu yang bisa dinikmati oleh dua orang laki-laki yang sedang tertidur pulas dikamarnya.

"Tentu Nyonya". Mereka tersenyum dan mengarahkanku, ke depan kompor yang saat kulihat merk nya membuatku takut untuk menyentuhnya.

"kalian sedang membuat apa?". Aku melihat beberapa masakan yang terlihat menarik karena penyajiannya seperti hotel berbintang.

"Makanan kesukaan Tuan Ramelson dan Tuan Renandra Nyonya, Mereka berdua menyukai makanan manis di pagi hari, seperti Roti, Butter, dan beberapa Kue kering. Sedangkan untuk minuman Tuan Ramelson menyukai coffee Ekspresso dan Tuan Renandra menyukai Susu coklat dan Yoghurt Strawberry".

"Kau chef dari Negara mana?". Kataku polos.

"Perancis Nona, karena Pagi ini Tuan Ramelson menginginkan makanan Perancis ". Ucapnya sopan dan tetap mengerjakan pekerjaanya dengan lihai.

"lalu yang lainya". Tanyaku lagi.

"Mereka ada yang berasal dari Jerman, Italia, Jepang,dan juga Indonesia".

"kenapa mereka ada disini semua?, bukankah suamiku hanya ingin makanan Perancis hari ini?".

"karena hari ini khusus hari special Tuan Ramel dan nyonya menjadi suami istri, kami chef utama dirumah ini disuruh Tuan Gornio untuk melayani Tuan dan Nyonya dengan baik, selain itu kami juga tidak tau apa makanan yang Nyonya inginkan dipagi hari ini". Ia tetap tersenyum, aku duduk di salah satu bangku yang memang sudah ada disana sejak aku masuk kedapur ini.

"aku makan apapun yang disediakan, tenang saja". Reista jadi tak berminat lagi untuk membuat sarapan, mana bisa ia membuat sarapan Perancis dipagi hari begini.

Kulihat beberapa chef yang lainya sibuk membantu membuat Roti dan kue kering, aku hanya melihatnya saja, dan Iren pelayan utama itu setia sekali disampingku.

"jika tiba-tiba Ramel menginginkan makanan Korea, apa chef Korea akan dibawannya kesini? Kataku pada Iren.

"tidak juga nyonya, 5 chef disini banyak menguasai makanan dari Negara lain. Dan Tuan Ramelson tidak sembarangan mempekerjakan Chef, 5 orang ini sangat dipercaya dan rasa masakan mereka sangat disukai oleh lidah Tuan Ramelson Tuan Renandra".

"seperti itu, yasudah kalau begitu aku tak jadi membuat sarapan". Iren hanya tersenyum maklum dan ikut berjalan saat aku keluar dari dapur super mewah itu.

Reista tak akan bisa memasak jika seperti ini, padahal ia membayangkan membuat sarapan dipagi hari sebelum mereka berangkat kerja dan sebelum Renand berangkat kesekolah. Tapi saat masuk kedapur tadi dan mendengarkan penuturan mereka. Rasanya nyali Reista untuk memasak menciut dan merasa rendah diri.

Bagaimana tidak, ia tak akan sebanding dengan masakan para chef didapur, apalagi lidah dua orang laki-laki itu terbiasa makan masakan yang enak.

"Nyonya ingin kutemani jalan-jalan di mansion ini?".

"Tidak usah, aku akan kembali kekamarku saja, pukul berapa biasanya Ramelson dan Renandra sarapan pagi". Tanyaku.

"Pukul Sembilan pagi nyonya".

"yasudah kalau begitu, aku keatas ya, terimakasih sudah mengantarku". Iren hanya mengangguk mengerti, Reista berjalan pelan naik keatas dan kembali kekamar mereka.

Dibukannya pintu kamar dan hanya dan Renand yang masih tertidur, suara gemericik air dikamar mandi menandakan Ramelson sedang mandi.

Reista berjalan kearah pintu almari dan membukanya, mencari-cari baju santai berupa kaus polos berwarna abu-abu dan celana pendek dengan warna yang sama.

Dan juga celana dalam seorang Ramelson kurasa, menaruhnya di atas tempat tidur.

Sambil menunggu Ramel mandi aku mencoba untuk membangunkan anak laki-laki ku itu.

"sayang Renand, ayo bangun nak". Kutepuk pipi gembilnya dengan pelan, ia memberenggut dan mengerjapkan matanya pelan.

"Morning Mom". Ia mengucap dengan suara serak dan bangun lalu mencium pipiku.

"Morning anak Mommy". Kami tertawa dan aku mencium pipinya balik.

"Tidurmu nyenyak Nak?". Tanyaku.

"Tentu Mom, tidur disamping kalian berdua membuatku sangat nyaman dan aku tertidur dengan pulas". Katanya, Ia bangun tidur saja sudah sangat tampan seperti ini.

Kudengar suara pintu kamar mandi terbuka dan untuk kedua kali kulihat Ramel keluar dengan handuk yang hanya melilit pinggangnya. Rambut basahnya membuatku menelan ludah dengan kasar

"aku sudah siapkan bajumu, kau tak kerja kan hari ini?, jadi aku hanya siapkan pakaian santai". Ia mengangguk dan mengambil bajunya berlalu ke pintu samping, aku bau tau ada pintu lain dikamar ini. Maklum saja aku baru semalam masuk kekamar ini.

"kau mandi dulu nak, setelah itu kita sarapan bersama".

"siap Mom, aku akan kekamarku dan mandi dengan cepat". aku mengangguk mengiyakan, Renand turun dari kasur dan berlari keluar kamarku.

aku menggelengkan kepalaku heran, dia sangat bersemangat sekali. ia pasti sangat senang karena ia sudah resmi memiliki keluarga yang utuh.

aku membereskan tempat tidur dan merapihkan bantal guling ketempatnya. tak berapa lama Ramel keluar dengan wajah yang sudah sangat segar.

"tidak usah dibereskan, nanti Iren dan pelayan lainya yang akan membereskan dan mengganti sprei nya". Ramel berucap saat sudah berada di sampingku, ia mengambil handphonenya dan duduk di sofa.

"kemarin kan baru di ganti sprei nya, lagi pula jika hanya membereskan tempat tidur aku juga sudah biasa". jawabku dengan senyuman, yang aku yakin Ramel tak melihatnya.

"aku terbiasa mengganti Sprei setiap hari". aku tertegun dan mengangguk mengerti, sepertinya aku harus terbiasa dengan kehidupan Ramelson yang serba ada dan bersih ini.

aku menggerutu dalam hati, bagaimana joroknya aku sebagai perempuan yang hanya mengganti Sprei setiap bulan sekali. jika Ramel tau kebiasaanku itu apa dia akan merasa jijik dan tidak ingin dekat-dekat dengaku ya? semoga saja ia tidak akan pernah tau.

avataravatar
Next chapter