1 Perkenalan Pertama

Hari yang indah menyusurui jalan panjang yang kulalui sedari tadi, menatap mentari yang masih menjulang tinggi dilangit. Itu tak mengendurkan semangatku untuk terus menyusuri tempat ini, tempat yang selalu jadi impianku sejak kecil.

Mataku menatap langit sore namun sangat terik sekali. Tapi aku sangat menyukainya, seperti waktu yang terus berjalan detik pun ikut berlari, matahari mulai pulang dengan mengendap ngendap, jalan yang semakin ramai menandakan hari mulai sore.

Banyaknya masyarakat dengan pakaian kantor keluar dari gedung-gedung yang menjulang tinggi disana-sini. mereka beberapa kali tersenyum kearahku, aku tersenyum balik. muka mereka yang terlihat cukup lelah. ku tepikan kaki di bangku taman yang menghadap keberbagai tempat penjual makanan. aku melihat mereka yang mampir ke beberapa penjual makanan untuk mengisi perutnya yang kosong. Aku baru sadar sedari tadi belum memakan apapun, kulangkahkan kakiku kepenjual makanan yang tak jauh dari tempat duduk.

banyak sekali menu yang kulihat, rata-rata berupa makanan utaman masyarakat sini yaitu nasi, sebenarnya aku juga suka makan nasi. tapi aku tak ingin makanan yang terlalu berat. maka dari itu aku memutuskan membeli burger saja. cukup mengenyangkan, pikirku..

"Permisi tuan, saya mau Burger nya 2." ucapku. Sepertinya tempat penjual makanan ini ramai sekali, terbukti saat aku membalikkan badan banyak antrian yang sudah menunggu.

"Ini Burgernya." tegur seorang bapak yang menurut ku sudah lumayan berumur, dia adalah penjual burger di tempat ini

"Berapa? Pak." ucapku sedikit terbata, karena belum lancar dalam berbahasa Indonesia

"25.000, Nona." ucap bapak penjual.

Kukeluarkan uang di saku celanaku, memilih uang yang disebutkan bapak penjual itu. aku sedikit banyak tau mengenai mata uang Rupiah, setelah aku mendapatkan uang yang sesuai nominal aku memberikan kepadanya.

ku balikkan tubuhku dan pergi dari tempat itu, beberapa langkah ku berjalan tubuhku sedikit terhuyung kebelakang. ku lihat kebawah, ternyata ada seorang anak kecil yg terduduk didepanku dengan memegangi kakinya yg sedikit lecet.

"Hei nak, apa kau baik baik saja? Maaf jika aku sudah membuatmu terjatuh." ucapku kepada anak kecil yang berada didepan ku, dia mendongakkan kepalanya dan menatapku. Dia terlihat sangat manis dengan mata coklat yang meneduhkan.

"Aku tak apa Aunty, ini tidak sakit sungguh" ucapnya sambil menunjuk kakinya yg terluka dengan senyum yang sangat manis.

"Benarkah? Kau kuat sekali sayang, siapa namamu?" Tanyaku, sambil membantunya berdiri dan mengajaknya duduk di bangku taman yang kududuki tadi.

"Namaku Renandra Etrrama Aunty" ia tersenyum manis."lalu siapa nama Aunty?" matanya menatap dengan lembut padaku.

"Aku? Namaku Reista Anyelir Wiltson, kau boleh memanggilku Aunty Reista".

Sedikit bangga mengucap namaku, yg menurutku adalah nama yang indah karena diberikan oleh ibuku, ibuku memberikan nama anyelir terinspirasi dari bunga anyelir berwarna merah muda. Dia selalu bercerita tentang arti dari bunga tersebut, bunga yang selalu dihubungkan dengan cinta yang tak pernah mati dari seorang wanita. Jika ibu bercerita dia ingin aku mencintai orang- orang yang mencintaiku tanpa pamrih, dan selalu tetap mencintai mereka agar jiwa dan hatiku tetap damai saat mampu mencintai banyak orang.

"Ahhh aku jadi merindukan ibuku jika membahas tentang nama" gumamku dalam hati.

"Itu nama yang indah Aunty, seperti wajah Aunty yang sangat indah." Ia tertawa sembari menatap ujung kakinya. Mungkin ia sedikit malu dengan ucapannya sendiri.

"Oh benarkah?" Jawabku sambil tersenyum kearahnya, ia membalikan wajahnya kehadapanku dan tersenyum mengangguk. Aku mengelus sedikit kepalanya lembut.

"oh iya berapa umurmu? Dan dimana orang tua mu?" Tanyaku penasaran.

"Emmm... Umurku 5 tahun Aunty, dan orangtua ku? Aku tinggal dengan Oma dan Opa ku saja, dan hanya mempunyai ayah." matanya mulai berkaca-kaca, aku tersenyum dan mengelus kembali rambutnya.

"Hei,maafkan aku." Aku sedikit menghapus air matanya, dadaku seakan-akan terasa sesak melihatnya menangis, mata coklat yang sendu terlihat gelap akan kesedihan.

"Tak apa, Aunty tidak salah aku saja yang cengeng." Belanya sambil pura pura tersenyum. "padahal Oma selalu bilang bahwa laki-laki tidak boleh menangis tapi aku tetap saja menangis."

Anak kecil itu berkata dengan sesekali mengusap air mata yang tersisa diujung matanya.

"Renand!!!!."

Teriak seorang wanita yang kudengar dari arah belakang ku. kubalikkan badan dan mencari sumber suara itu, dia berjalan cepat mengarah ke tempat yang kami duduki.

"Renand, sudah berapa kali Oma bilang jangan bermain terlalu jauh, Oma mencarimu keman-mana ayo kita pulang sayang". Perempuan yang menyebut dirinya Oma itu menarik pelan tangan anak ini.

" Ya baik lah Oma, Hei Aunty aku pulang dulu ya nanti kita bertemu lagi" pamitnya sambil tersenyum padaku.

Aku hanya membalas dengan sebuah anggukan kecil disertai senyuman, perempuan yang dipanggil Oma itu tak menoleh sedikitpun padaku. Sepertinya dia tidak menyadari ada perempuan di sebelah cucunya, atau memang aku yang terlalu kecil tapi menurutku aku tidak sekecil itu, tinggi ku lumayan 157 cm beratku juga sekitar 49 kg atau mungkin memang dia hanya fokus melihat cucunya saja, pikirku.

Dua orang itu berjalan semakin jauh menghampiri sebuah mobil hitam, yang entahlah aku tak tau merknya, tapi sepertinya mobil mahal. Angin semakin dingin menerpa tubuhku, karena awan telah berganti gelap pertanda malam telah tiba aku bangkit dan berjalan pergi meninggalkan taman itu sambil memakan burgerku.

"Burgernya sudah dingin, tapi tak apalah yang penting perut ku terisi."

kulangkahkan kakiku dan merapatkan jaket menuju apartment, liburan hari ini sudah cukup. Esok aku harus pulang dan melakukan rutinitas kembali.

sudah seminggu aku berlibur di negara indonesia, cuaca yang panas membuatku betah berlama-lama di negara ini. bahkan aku tak memperdulikan saat kulitku memerah karena cukup tebakar sedari siang. berkeliling di pusat kota untuk kembali besok pagi.

aku sudah beberapa tempat wisata seperti bali dan lombok, pantainya sangat bagus dan aku menyukai tempat itu. masyarakatnya sangat ramah, mengajakku mengobrol tanpa canggung. aku sedikit bisa menggunakan b.indonesia, ya walaupun tak terlalu lancar.

makanan yang membuatku tak berkedip, masakan nusantara yang cukup memanjakan lidahku. aku suka nasi goreng dan soto ayam. itu benar-benar makanan terlezat yang pernah aku santap.

aku masuk kedalam apartemen dan membukanya, ini adalah apartemen sahabatku yang memang tinggal di indonesia. ia sedang pergi ke kota surabaya katanya, entahlah aku tak tau dimana letak kota itu. ia sudah lama bekerja di negara ini, aku punya impian untuk bisa tinggal di sini dan mendapatkan laki-laki yang mencintaiku, kulit mereka membuatku tak mau berpaling, sangat eksotis dan memanjakan mataku ini.

*******

Ini buku pertama, untuk buku kedua berjudul (Secret In Love: Ahli Waris)

Bercerita tentang Nafisah dan Renandra...

*********

avataravatar
Next chapter