19 Perdebatan Kecil

"Reista, kemari nak". Nyonya gornio memanggil menantunya yang sedang sibuk menyiapkan bekal anaknya Renandra. setelah ulang tahunya kemarin, ia harus sudah kesekolah hari ini, belum sempat membuka kado-kadonya.

"Ada apa Mom". jawabku pelan, aku menghampirinya yang sedang duduk di ruang keluarga, mertuaku belum pulang kerumahnya, mereka bilang ingin menemani kami beberapa waktu disini. aku tak pernah merasa keberatan sama sekali, aku menyukai kasih sayang mereka.

"hari ini kamu tidak usah bekerja ya nak, temani Mommy ke butik yang Mommy bilang, kita akan pergi bertiga sama Caca".

"Ya Mom, Reista akan kekamar meminta ijin kepada Ramel".

"yasudah pergilah". Aku mengangguk mengerti, membereskan bekal renandra dan memasukan kedalam tas sekolahnya. ia masih mandi dan memakai pakaian sekolah dikamarnya.

aku naik kelantai atas dimana kamar aku dan Ramelson berada, semoga saja Ramel sudah bersiap.

"Ramel sini aku pakaikan dasimu". langkahku terhenti saat aku melihat dari balik pintu caca sedang mendekati suamiku. aku sedikit menahan nafas, Ramel membiarkan saja Caca menyentuh dadanya dengan sensual. mereka berdua berhadap-hadapan, aku tetap diam ditempat melihat sedikit kemesraan mereka.

Mungkin memang Ramel hanya diam saja, saat caca memakaikan dasinya. tapi tidakkah dia bisa memakai sendiri? atau menyuruhku saja memakaikan dasi untuknya.

aku mengurut keningku perlahan, ini kamarku tapi aku seperti wanita penguntit yang melihat dua orang pasangan sedang bermesraan.

"Ramel". panggilanku membuat Ramel menengok kearahku cepat, tanganya menghentikan gerakan Caca mamakaikan dia dasi.

"ada apa". tanya Ramel singkat.

"aku tidak ke kantor, Mommy mengajakku ke butiknya hari ini, apa boleh?".

"Yasudah pergilah, biar nanti pekerjaanmu kuberikan pada susliana".

"ya, jika sudah selesai turunlah kebawah, kita akan sarapan bersama". Ramel hanya mengangguk, aku melihat lirikan tak suka dari mata Caca.

ada apa denganya? bukankah harusnya aku yang marah pada perempuan itu? mengapa dia yang menatap sinis. dasar perempuan tak jelas.

Aku berlalu meninggalkan mereka berdua, kupikir biarkanlah mereka mau melakukan apa. toh aku juga tak dihargai selama disini oleh Ramel, untuk apa juga aku repot-repot bertengkar denganya hanya karena adegan memakai dasi.

Aku melihat Renandra sudah duduk dengan manis di kursi makan, ada kedua mertuaku yang dengan senang hati mendengar celoteh anakku itu. aku tersenyum menghampiri mereka.

"dimana Ramel nak?". nyonya Gornio bertanya denganku dengan senyum tulusnya,

"Dia sedang memakai dasi Mom". kataku pelan, aku duduk disamping Renandra. merapihkan sedikit rambutnya yang berantakan dengan tanganku.

"Dia tak meminta bantuanmu memakai dasi nak?". kini Tuan Gornio yang bertanya dengan lembut, aku tersenyum tipis.

"dia sudah meminta bantuan Caca Dad". aku menjawab seadanya, ada keheningan beberapa saat dari kedua mertuaku. aku juga tak bercerita lebih lanjut, biarkan saja mereka ingin berpikir aku tak mengurus Ramel. toh Ramel yang memang tak pernah ingin aku urus.

"Ramel memang sudah lama dekat dengan Caca nak, mungkin mereka hanya bercerita saat sudah lama tak bertemu". ucapan Nyonya Gornio membuatku sedikit berdehem pelan.

"ya Mom, aku mengerti".

"Kau tak marah nak?".

"tentu tidak Mom, Caca adiknya andine kan. mereka pasti berpikir seperti kakak dan adik yang sudah lama tak bertemu".

"syukurlah kau mempunyai pikiran yang positif Nak, Mommy sarankan kau harus cukup bersabar dengan sikap cuek seorang Ramelson, dia laki-laki penyayang sebenarnya, tapi mungkin butuh waktu untuknya bisa mencintaimu seperti dia mencintai andine".

"ya Mom, Reista mengerti". aku hanya tersenyum untuk menenangkan kedua mertuaku yang sudah menatapku dengan cemas.

Aku juga ingin selalu berpikir seperti itu, tapi entah berapa lama aku akan bersabar. mungkin untuk saat ini aku bisa tak peduli dengan kelakuan Ramel, tapi jika terus terusan menghabiskan sisa hidupku dengan seperti ini apa aku akan sanggup?

Mengapdikan semuanya untuk seorang Ramelson, bersikap tidak terjadi apa-apa didepan mertuaku, dan selalu baik-baik saja didepan orangtuaku.

Entahlah, bermimpi mengalami hal seperti ini saja aku tak pernah, tapi ini aku harus menjalaninya setiap hari.

"Mom Dad". suara seorang perempuan yang aku tau itu Caca menggema diruang makan, ia menghampiri kedua mertuaku dengan langkah riang, senyum cantiknya tak luntur saat mendekati mereka. ia mencium pipi kedua mertuaku dengan sayang.

Ramel berjalan dengan santai dan duduk disampingku, didepan Ramel sudah ada Caca yang duduk dengan tenang.

Aku mencium wangi yang memabukan ini, sialnya adalah aku terpesona hanya dengan harum tubuh seorang Ramelson.

Terkutuklah dewa dewi yang menciptakan Ramel sesempurna ini, wajahnya yang dibingkai dengan sangat pas, aku menahan nafas saat aku bisa mendengar suara hembusan melalui hidungnya yang mancung, pasti sangat hangat saat hembusan itu menyentuh setiap inci kulitku.

"Kau ingin apa Ramel? Pasta atau Roti manis saja?". pertanyaan Caca membuatku melihatnya tak suka, apa-apaan perempuan ini, menawarkan makanan pada Ramel? ingin merangkap sebagai istri kedua heh.

"aku ingin pasta saja". aku menengok kearah Ramel singkat, denganku saja dia tak pernah ingin makan pasta.

"kau mempunyai pilihan yang bagus Ramel, ini pasta khusus buatanku untukmu". hancur sudah senyumku pagi ini, wanita ini berani sekali membuatkan sarapan untuk suamiku. yang aku saja tak pernah membuatkan sarapan untuknya.

aku memberikan beberapa potong buah di piring Renandra dan roti bakar disampingnya, Renandra sedari tadi hanya diam tak bersuara, entahlah mengapa ia tak seperti pagi biasanya.

kedua mertuaku juga sudah mengambil makananya masing-masing, sedangkan aku hanya meminum jus jeruk, aku jadi tak berselera makan. Ramel benar-benar menyebalkan dengan sikap cueknya saat ini.

"Bagaimana, enak kan". Caca bertanya ke arah Ramel seakan-akan kami yang lainya tak ada, matanya hanya menatap Ramel saja.

"Enak seperti biasa". ucap Ramel singkat.

apa katanya tadi? seperti biasa?, berarti Ramel memang sering mencoba masakan Caca? terkutuklah sang waktu mempertemukan aku dan perempuan ini dirumah Ramel, jika diluar pasti sudah kujambak rambutnya dan kurobek bibirnya yang sok manis itu, pantas saja anakku Renandra tak menyukainya. ternyata dia memang medusa.

"kau tau Reista, Ramel sangat menyukai pasta dipagi hari". sapaan Caca padaku membuatku mengangkat sebelas alis bingung.

"Kukira dia hanya menyukai Roti manis dan buah dipagi hari, Chef rumah ini berkata seperti itu padaku". aku memutar mutar gelas yang berisi jus jeruk ditanganku, rasanya jus ini ingin kusiram saja kemuka perempuan itu. menyebalkan sekali..

"berarti kau tak tau banyak tentang Ramel". ucapnya sarkas.

"aku akan tau banyak nanti, kau tau aku istrinya dan sudah pasti aku akan menghabiskan sisa hidupku bersamanya. lambat laut aku pasti mengetahui tentangnya luar dan dalam". ucapku telak, kulihat kedua mertuaku tersenyum penuh arti. sedangkan Caca hanya mendengus tak suka. memang siapa kau Caca? kau hanya adik dari mantan istri Ramel yang sudah meninggal. tak lebih dari itu heh. batinku..

"sudahlah tak usah banyak bicara, lanjutkan makanan kalian, dan Reista makanlah sedikit beberapa Roti. perutmu akan sakit jika hanya meminum jus". aku melirik Ramel dan tersenyum singkat, secara tidak langsung Ramel memperhatikanku sedari tadi.

Aku bisa melihat muka ketus dari Caca, ia pasti sudah sangat marah saat ini. apalagi dapat kulihat cupingnya memerah. aku hanya meliriknya sinis, kau lihat Caca? Ramel tau aku istri sah nya, dan kau harus tau posisimu.

Aku mengunyah beberapa potong Roti dengan bahagia, sepertinya aku harus memberikan beberapa patah kata nanti untuk perempuan seperti Caca.

avataravatar
Next chapter