2 BAB 2: Job Gameku.... (1/2)

Tanpa mengganti pakaian, menghapus riasan muka, dan tatanan rambut, aku langsung masuk ke dalam game Laonnda. Karakterku kuberi nama Dina Rahmawati. Penampilanku di dalam game sama seperti aku di dunia nyata sekarang. Itu adalah pengetahuan dasar yang sebelumnya menuai kontroversi. Banyak pemain yang menggunakan baju santai sekadarnya saat memulai game pertama kali dan mereka merasa kesal melihat penampilan karakter game-nya. Tapi masalah itu mereda dengan cepat karena mereka dapat langsung membeli pakaian baru dan merias muka mereka.

Setelah selesai dengan karakter, muncul video permulaan. Video tersebut menampilkan berbagai jenis pekerjaan dan kemampuan yang dapat diasah melalui game tersebut. Terdapat beberapa jenis pekerjaan yang masih tersembunyi di dalam game dan memerlukan kemampuan khusus untuk memunculkannya.

Setelahnya, aku berada di padang rumput Tamara. Hal pertama yang kulihat adalah hamparan padang rumput yang terbentang luas tanpa ada satu pun rumah dan pohon. Terdapat beberapa monster dengan level rendah di tempat ini.

Aku memilih tempat ini sebagai tempat pertamaku di game, karena selain level monsternya yang rendah, tempat yang indah, dan yang paling penting adalah tempat ini sepi. Seperti yang aku baca dari web, umumnya, para pemula memulai di sebuah pemukiman penduduk di desa Niasta agar mudah memperoleh misi sekaligus teman. Sedang aku, aku memang ingin naik level dengan evektif, tapi aku juga ingin mematangkan kemampuanku. Ketika level masih rendah, karakter game dapat membentuk kekuatan dan mendapatkan jenis kemampuan secara lebih optimal, meskipun konsekuensinya kenaikan level akan lebih lama, tetapi itu setara dengan matangnya kemampuan. Jadi, aku merasa datang ke padang rumput Tamara merupakan pilihan yang tepat bagiku.

Aku duduk di atas rerumputan yang entah bagaimana dapat kurasakan hawa segarnya dalam diriku. Hembusan anginnya pun juga kurasakan seolah-olah aku benar-benar berada di padang rumput yang berangin sepoi-sepoi. Aku tidak kaget lagi, semenjak virus yang pernah menyerang dan menghapuskan banyak orang, dunia seolah-olah memulai hari yang baru dengan dipenuhi oleh orang-orang yang hebat yang dapat membuat dunia secanggih saat ini.

Ingatan ini tak begitu menyenangkan bagiku. Aku segera mengingat hal yang kualami tadi. Lagu yang sudah kunyanyikan menggema dalam pikiranku. Kutengok kiri kanan dan seperti dugaanku memang tempat ini sepi.

Aku mulai bernyanyi. Aku membayangkan saat ketika aku tampil. Setengah berteriak, aku ingin suaraku lebih kencang agar seperti sedang memakai mikrofon. Aku harus menguatkan diri sendiri agar penontonku yang kali ini berwujud monster berbulu lembut kecil dapat mendengarnya. Aku menghayati setiap bait dan memperbaiki apa yang kurasa kurang dari penampilanku tadi. Aku mengulang bait awal beberapa kali sampai kurasa itu sempurna -tidak seperti saat tampil tadi.

Pemberitahuan dalam jendela status muncul di depan mataku. Aku berhasil membunuh Tyulu katanya. Membingungkan sekali pemberitahuan ini karena aku tidak pernah sekalipun menyerangnya. Sepertinya itu kesalahan dari game. jadi, kubuang kebingunganku dengan kembali bernyanyi. Seperti tadi, satu Tyulu mendekatiku. Ketika dia semakin mendekat, monster itu mati -lagi. Pemberitahuan membunuh Tyulu kembali muncul.

Mengherankan sekali karena aku kali ini yakin kalau Tyulu itu benar-benar kubunuh. Padahal yang kulakukan hanya bernyanyi. Jadi, kucoba kembali melanjutkan nyanyianku dan Tyulu ketiga yang mendekatiku mati perlahan. Kini aku yakin bahwa Tyulu terbunuh oleh nyanyianku. Tanpa pikir panjang, aku ingin menjadikan bernyanyi sebagai pekerjaanku di Laonnda. Aku terus membunuh Tyulu.

[ Pemberitahuan ]

[ Anda telah membunuh 50 Tyulu. Anda memperoleh pekerjaan sebagai seorang penyanyi. ]

[ Apakah Anda menerima pekerjaan ini? ]

[ Iya/Tidak ]

Ketika mencapai 50, aku berhasil memperoleh kelas sebagai penyanyi. Saking senangnya, aku tidak memedulikan seberapa seringnya aku keluar dari Laonnda hanya untuk minum karena tenggorokanku mulai sakit efek dari memforsir diri. Nyanyianku tidak membuat monster langsung mati, melainkan nyawanya terus berkurang. Pengurangan nyawa Tyulu ini berkaitan dengan nyanyianku. Hal yang berhasil kuketahui adalah bernyanyi dengan suara kencang dan bernada tinggi memberikan pengurangan nyawa pada monster lebih cepat.

Tenggorokanku semakin menyiksa. Aku tidak mungkin lagi bisa membunuh Tyulu dengan suaraku atau aku akan kehilangan itu selamanya. Kuputuskan untuk pergi ke Niasta ketika aku sudah membunuh 75 Tyulu. Aku harus membeli pedang atau alat apapun yang bisa kugunakan untuk menyerang.

Setibanya di Niasta, kulihat jumlah uangku terlebih dahulu. 100 keping koin perak, uang yang diberikan kepada seluruh pemula. Pertama, kujual semua Tyulu yang tadi kubunuh. Namun yang kudapatkan hanya 85 keping koin perak. Itu pun 10 koinnya merupakan bonus yang diberikan oleh penjual karena Tyulu yang kujual tidak memiliki bekas luka tebasan pedang. Sekarang uangku adalah 185 koin perak. Aku tidak yakin akan mendapatkan pedang yang bagus dengan uangku saat ini.

Seperti dugaanku, setiap pengrajin pedang yang kutemui, tidak satupun yang menjual pedang seharga seluruh uangku. Lain halnya ketika aku tiba di tempat pengrajin pedang Raka Edruw. Dia menjual pedang kayu dengan harga 150 keping perak. Rasanya sedih sekali karena hampir seluruh uangku habis hanya untuk sebuah pedang kayu. Namun aku diyakinkan Raka bahwa Cankapana, nama pedang kayu ini, memiliki kemampuan yang cukup untuk sekadar membunuh Tyulu.

Aku tidak punya pilihan. Meski tidak sesuai dengan pedang yang kuharapkan yang setidaknya berbahan besi, aku tetap membelinya. Saat aku membelinya, entah kenapa aku merasa bahwa senyuman penjual itu terasa aneh dan misterius. Kemungkinan ada sesuatu yang ia sembunyikan.

"Pedang kayu yang Dina beli itu adalah pedang buatanku yang kemudian dikembalikan oleh Dara Kurwa, pembeli Cankapana. Setelahnya, setiap pembeli yang mencari pedang terbaik selalu kutawarkan Cankapana. Pada mulanya para pembeli itu merasa sangat tertarik. Namun, ketika mereka memegang pedang dan melihat statusnya, mereka tidak jadi membeli dan meninggalkan toko ini." Aku dapat memahaminya. Tentu saja karena daya serang Cankapana rendah. Bahkan tidak ada yang menarik dalam status.

[ Status Pedang Cankapana ]

[ Pedang Cankapana dibuat oleh Raka Edruw dari bahan kayu pohon dalseneng yang terletak di dalam gua tempat pemimpin monster Dal berada. ]

[ Daya serang: 20% ]

[ Ketahanan: 30% ]

[ Kualitas: Cukup ]

Raka masih berharap agar pedang Cankapana menemukan pemilik. Dia berusaha menjual Cankapana dengan harga rendah agar pedang tersebut segera memiliki tuan. Namun lagi-lagi setiap orang yang diberikan penawaran tersebut langsung tertawa dan mengatakan kalau mereka menginginkan pedang dari bijih besi meskipun kualitasnya rendah dan bukannya kayu.

Karenanya, Cankapana sudah lama berada di toko tanpa ada seorangpun yang tertarik. Tidak seorangpun termasuk aku yang membelinya hanya karena terpaksa. Aku akan bersyukur kalau pedang ini dapat bertahan setidaknya sampai suaraku pulih kembali.

Raka memberikan misi kepadaku tepat ketika aku ingin pergi. Muncul dalam jendela pemberitahuan berisi misi untuk membunuh seluruh Tyulu di padang rumput Tamara. Aku menelan ludahku dengan kesulitan. Jumlah Tyulu yang harus kubunuh membuatku berpikir beberapa kali untuk menolak misi.

[ Misi Kisah Pedang Cankapana ]

[ Kalahkan seluruh Tyulu yang berada di padang rumput Tamara dengan menggunakan pedang Cankapana untuk mengetahui kebenaran dibalik kisah Pedang Cankapana. ]

[ Batas waktu: Tidak ada ]

[ Tyulu yang terbunuh: (0/3500) ]

[ Hadiah : 1. Mendapatkan gelar penakhluk Tyulu. ]

[ 2. Membuka opsi pertama pedang Cankapana. ]

[ 3. ? ]

[ Hukuman jika menolak misi: pedang Cankapana kembali pada Raka Edruw. ]

[ Hukuman jika gagal melakukan misi: Pedang Cankapana dihancurkan Raka Edruw. ]

Misi itu terlalu berat bagiku. Tapi pada akhirnya aku menerima misi yang tidak memiliki batas waktu tersebut. Bukan karena aku menyukai tantangan atau semacamnya. Aku hanya menghindari hukuman yang kudapat jika aku menolak misi itu. "Sudahlah. Setidaknya misi gila ini tidak memiliki batas waktu," gumamku berusaha menenangkan diri.

Selepas dari rumah Raka, aku berkeliling desa untuk menyiapkan segalanya dengan lebih baik. Saat ini, uang yang kumiliki hanya 35 koin perak. Akan lebih aman jika aku memiliki uang yang lebih banyak, berjaga-jaga jika aku harus membeli item. Aku menawarkan jasa ke beberapa pedagang. Seperti yang kuduga dari NPC, aku mendapatkan beberapa misi ringan untuk membantu pekerjaan mereka dan mendapatkan imbalan koin, pengalaman, beserta kemampuan dasar dari pedagang yang kubantu. Aku mendapatkan kemampuan dasar menguliti hewan, memotong kayu, membuat api, memasak, mencuci perkakas, membuat perkakas, menempa bijih besi, dan bernegosiasi dengan pembeli.

Setelah melakukan semua itu, aku baru merasa sangat kecapaian. Aku terlalu menggebu-gebu melakukan pekerjaan sampingan itu sehingga tidak peduli dengan capai yang kurasa. Apalagi beberapa pekerjaan cukup berat bagiku, seperti membuat perkakas, menguliti hewan, dan menempa bijih besi. Ketiganya membutuhkan usaha, tenaga, dan bahkan keterampilan yang sangat tinggi. Tentu saja aku yang sama sekali belum pernah melakukannya agak terhambat dengan tiga pekerjaan itu. Tanganku luka-luka karenanya. Tapi, sejalan dengan rumitnya pekerjaan tersebut, aku mendapatkan hadiah misi berupa pisau khusus untuk menguliti hewan dan satu wajan. Saat itu, aku memperoleh 2 kenaikan level 1 koin emas dan 50 koin perak.

avataravatar
Next chapter