5 Leo

"Bagaimana keadaannya dok ? Apakah sudah lebih baik ?" tanya seorang pria paruh baya dengan manik yang sendu, serta tangannya yang tak henti hentinya saling berkaitan satu sama lain membentuk sebuah genggaman saat sebelumnya ia dipanggil karena sang dokter membutuhkan memberikan informasi kepada anggota keluarga.

Dokter tersebut tersenyum tipis, dan menatap ke arah Reynand lekat, sebelum membuka mulut nya memberitahukan kondisi yang berkaitan dengan putranya saat ini.

Dengan cermat Reynand mempelajari setiap kata perkata yang di jelas kan mengenai keseluruhan kondisi Carl.

Kondisi nya bisa dibilang jauh lebih baik dari sebelumnya, hanya saja jika di katakan pesat akan perbaikan nya belum terlalu, untuk saat ini Carl sudah kembali merespon akan obat obatan yang di berikan pada nya, ataupun hal lainnya, namun Carl belum sepenuhnya sadar, ia masih belum mau membuka maniknya hingga saat ini.

Hanya pergerakan kecil, atau pun sebagian respon rasa nyeri atau pun kerja otak nya berjalan dengan baik, di bandingkan sebelumnya yang dapat di katakan statis.

"Kita tunggu Carl lebih stabil, baru kita dapat berani memindahkannya kesana, sebab membutuhkam waktu perjalanan yang panjang ke negara yang saya rujukan pada anda sebelumnya," ujar dokter tersebut mengakhiri penjelasannya yang panjang.

Manik Reynand kini telah basah sempurna. Ia tak sanggup untuk membendung haru mengenai putranya yang demikian sangat berjuang bertahan hidup untuk dirinya sendiri, jika putra semata wayang nya itu tak ingin berjuang untuk kelangsungan hidup nya, bukankah bisa saja ia menyerah saat masa kritis sebelumnya yang dimana Carl masuk dalam kondisi statis (koma) dan tak memberi respon apapun.

'Terimakasih kau mau berjuang Carl, dan telah memberi kesempatan pada Dad untuk terus memperjuangkanmu sebisa mungkin,' benak pria paruh baya tersebut.

Sebuah tepukan pelan, dan usapan lembut yang di berikan dokter tersebut pada Reynand.

"Putra anda adalah orang yang kuat sejauh yang saya tahu mengenai putra anda," ujar dokter tersebut menenangkan Reynand yang tampak emosional.

Reynand menganggukan kepalanya, membenarkan perkataan dokter tersebut.

Setelah nya Reynand melangkah kan kaki nya pelan, menuju ruang tunggu pasien, yang dimana memang disanalah ia dapat menunggu Carl.

'Percayakan pada Dad,' Monolog Reynand meyakinkan dirinya sendiri dalam hati.

***

"Kau yakin ingin ke pulau itu Kyra ?" tanya Sharon menatap manik sahabat nya yang tampak sangat berbinar binar dengan pikirannya yang masih memburu mengkhayal akan liburannya yang sebentar lagi akan ia rasakan.

Keduanya telah menyepakati bahwa mereka akan berangkat dua hari lagi, untuk itu Kyra tampak excited, dan membayangkan akan tinggal di pulau tersebut beberapa hari lamanya.

Sebuah anggukan kepala yang di dapati oleh Sharon dari Kyra.

"Baiklah kalau begitu, berarti liburan kali ini kita akan ke pantai sesuai dengan keinginanmu," ujar Sharon pada akhirnya.

Dengan cepat kedua tangan Kyra terbuka lebar dan menghamburkan pelukan pada Sharon.

Sungguh ia sangat senang bahwa sahabat nya itu mengikuti kemauannya.

Setelah ini tinggal tugas Kyra yang nantinya akan membantu Sharon agar sementara waktu tidak memikirkan Carl yang tak tahu berada di mana, terlebih tak memberi kabar atau pun jejak nya yang tak dapat di temukan pikir Kyra meyakinkan dirinya.

Sharon yang melihat tingkah Kyra hanya dapat menggelengkan kepalanya pelan, dan dalam hati kecil nya ia berharap selama liburannya nanti ia dapat mendengar kabar baik mengenai Carl, dan hati nya menjadi lebih tenang dari sebelumnya.

'Semoga saja,' lirih Sharon dalam benak dengan pikiran sesaat nya yang bertengger di kepalanya.

***

Seorang pemuda yang bekerja dalam sebuah penerbit tak henti henti nya menyunggingkan senyumannya di kala salah satu buku contoh untuk penulis kesayangannya itu telah selesai di cetak, hanya tinggal di perbanyak dan di distribusikan ke beberapa toko buku mayor.

"Ah ... aku harus menelfonnya untuk memberitahukan bahwa bukunya sudah berhasil di cetak, dan buku ini adalah buku cetakan pertama untuknya," ujar pemuda itu.

Sejenak tangannya merogoh sakunya dan mengambil handphonenya yang berada di sana.

Jari jemarinya sibuk mengetik nama yang dia tuju, setelah ia menemukan nama yang ia cari, barulah ia mencoba menghubungi nya.

Pemuda itu tampak mengerutkan dahinya, setelah bebearapa kali telefonnya tidak diangkat oleh sang sahabat.

"Aneh ... tumben sekali Carl tak mengangkat telefonku," ujar pemuda itu.

Berhubung pemuda itu merasa penasaran menghubungi Carl yang biasanya selama ini selalu mengangkat telefonnya pada panggilan pertama, untuk itu ia mencoba kembali menghubungi Carl untuk terakhir kali percobaannya, jika Carl tak juga mengangkat, mungkin memang ia menghubungi nya di jam yang tak tepat.

Suara sambungan telefon pada handphone Carl tampak tersambung.

"Hallo Carl ... akhirnya kau bisa kuhubungi, lama sekali kau mengangkat telefon abang mu ini, aku ingin memberikan kabar baik untukmu, kau tahu buku cetakan pertama novel mu sudah jadi, kapan aku bisa menemui mu untuk memberikan buku ini padamu," ujar pemuda itu panjang lebar saat telefonnya diangkat, tanpa tahu menahu apakah yang mengangkat telefonnya itu Carl atau bukan.

Pemuda yang awalnya tampak menggebu gebu kini tampak mengeryitkan dahinya. Pasalnya tak ada jawaban ataupun sepatah kata pun dari mulut Carl.

"Hallo ... kau masih disana kan Carl,"

"Ah ... maaf ... ini bukan Carl ... tapi ayah dari Carl, Carl sedang keluar dan tak membawa handphonenya, terimakasih kau telah menerbitkan novel yang ditulis oleh putraku, dan untuk cetakan novel yang seharusnya di berikan pada putraku, bisakah kau menyimpannya lebih dulu ?"

Pemuda itu terdiam sesaat, dan mencerna kalimat yang panjang dari Reynand tersebut.

Setelah nya pemuda yang merupakan sahabat putranya itu langsung mengatakan pada Reynand hal yang dia lakukan bukanlah apa apa, toh ia sangat senang karena pada akhirnya Carl mengizinkan dirinya mencetak tulisan dari sahabatnya itu.

"Maaf, kalau boleh tau, mengapa aku yang harus menyimpannya, tak bisakah aku menemui Carl ?"

Dengan menahan rasa sesak di dadanya yang mengingat keadaan Carl yang sebenarnya, Reynand mengatakan pada sahabat putranya itu bahwa Carl dan juga dirinya sebentar lagi akan pergi dari negara nya saat ini karena beberapa keperluan, dan bisa jadi memakan waktu yang lama, dan untuk sementara mengenai novel ataupun nantinya royalti yang akan di dapatkan oleh Carl, Reynand serahkan dan diatur oleh pemuda itu ia percayakan semua nya padanya.

"Oh baiklah paman, sampaikan salam ku untuknya ... ah iya ... namaku Leo paman"

Sebuah dengungan dan ucapan terimakasih Reynand utarakan pada Leo sahabat putranya itu.

Setelah nya telefon pun terputus, dan menyisakan Leo yang entah mengapa tiba tiba merasakan sedikit kegelisahan dan kekhawatiran terhadap Carl.

"Semoga saja kau baik baik saja Carl," cicit Leo pada dirinya sendiri.

———-

Leave Comment and Vote

avataravatar