2 Kemana Dia ?

Sudah berhari hari, bahkan berminggu minggu Sharon menunggu kedatangan pemuda yang biasanya selalu ada saat ia berada di taman , atau pun perpustakaan kampusnya.

Namun kali ini justru penantian Sharon seolah sia - sia, ia tak pernah menemukan keberadaan pemuda itu sama sekali.

"Kemana dia ? apakah dia tak ingin melihatku lagi ?" lirih Sharon sambil menghela nafasnya.

Apakah kali ini Sharon sudah mengetahui nama pemuda itu ?

Jawabannya ...

..... Sudah

Sharon sudah mengetahui nama panjang pemuda yang ia cari. Nama pemuda itu adalah Carl Loranson.

Bagaimana cara Sharon mendapatkannya ?

Tentu saja Kyra lah yang membantu untuk mengetahui nama pemuda itu dengan bujukan Sharon tentunya.

Kyra berhasil mendapatkannya, karena tanpa sengaja berkeluh kesah pada sang kekasih mengenai permintaan tolong Sharon padanya, dan setelah di selidiki lebih jauh justru kekasih nya malah mengenal Carl yang merupakan teman sekolah Carl sebelumnya.

Tuk

Seorang tampak memukul kepala Sharon pelan yang sedang tertunduk lesu.

"Yakk !!!" pekik Sharon sambil mengusap kepala nya dan menatap seseorang yang sedang berdiri di hadapannya.

"Ada apa, kau mau marah denganku ?" ucap Kyra enteng.

"Ish .. kau," dengus Sharon kesal.

"Shar ... boleh aku beri saran untukmu ?" tanya Kyra saat menatap raut wajah Sharon.

"Apa ? ... tunggu dulu ... jika kau ingin memberikan saran untuk melupakan Carl ... aku akan membantahnya langsung," sergah Sharon langsung, saat mulai menyadari bahwa temannya itu lagi lagi akan mengulang saran yang sama.

Ya Kyra pernah mengatakan pada Sharon untuk melupakan Carl, dan menyuruhnya untuk membuka hati pada orang lain, yang berakhir Sharon memberikan tatapan Death Glarenya pada Kyra.

"Ck dasar sok tahu, aku hanya ingin menyarankan mu belajar untuk ujian sidang besok, dibandingkan kau diam disini dengan wajah mu yang selalu kau tertekuk," ucap Kyra.

Sharon menghela nafasnya panjang, sambil mendongakkan kepala nya keatas.

"Kukira ...—"

Sharon menjeda kalimatnya sejenak.

"Yasudah .. ayo kita belajar," lanjut ucap Sharon.

'Memang awalnya aku ingin menyarankan itu ..... tapi aku sudah tahu jawabanmu Shar' lirih Kyra dalam benak.

***

Seorang pemuda tampak asik menelfon dengan seseorang yang ada di telfonnya, bahkan sesekali ia tersenyum mendengarkan penjelasan dari seseorang yang berada di seberang telefon.

"Bang ... jadi bagaimana dengan novelku ? apakah akan banyak orang yang menyukainya ?"

"Tenang saja kau percayakan saja padaku .... kupastikan bahwa buku mu yang kucetak 4000 eksemplar akan terjual habis."

"Eeiiy kau tak usah mengada ada Bang"

"Hyaa !! kau tak percaya pada Abang mu ini yang mempunyai tatapan jeli pada setiap buku yang ia pilih untuk di cetak ?"

"Bukan begitu bang .. kau kan tau itu buku pertamaku yang aku buat dengan tampilan cetak bukan online."

"Iya ... iya aku tahu ... kan kau sendiri yang dulu tak mau mencetak buku yang sudah kau publish secara online ... walaupun sudah kusarankan."

Carl tak menjawab perkataan sahabatnya itu, melainkan hanya tersenyum mendengarnya.

Uhuk ...

Sebuah cairan kental berwarna merah pekat tampak keluar dari mulut, dan juga hidungnya.

"Ekhem bang ... aku tutup dulu ya ... ada hal yang lupa kukerjakan dan aku baru mengingat nya."

Pip

Carl memutuskan telefonnya secara sepihak, yang bahkan sahabatnya itu belom membalas perkataan dirinya.

'Aish .. kenapa harus sekarang'

Kepala Carl tiba tiba berdenyut nyeri dan darah terus saja mengalir dari hidung nya.

Dengan susah payah Carl menekan tombol bantuan yang ada di ujung kasur, sebelum akhirnya pandangan Carl mulai mengabur.

Brakk !!

Ruang pintu rawat inap Carl tampak dibuka keras oleh seseorang yang langsung berlari ke arah Carl.

"Carl !!"

Teriak pria paruh baya saat mendapati putra nya yang sudah pingsan dengan darah yang masih sedikit mengalir dari hidung nya.

Dokter yang datang pun langsung dengan cepat mengatasi Carl, dan tentu saja ayah Carl terpaksa di suruh keluar terlebih dahulu oleh sang dokter.

'Carl bertahanlah ... tunggu sebentar lagi sayang,' lirih pria paruh baya itu dalam benak.

...

...

Pria paruh baya yang tak lain ayah dari Carl terus mondar mandir di depan pintu ruang rawat inap Carl.

Ceklek

Suara pintu rawat inap Carl tampak terbuka, dan seorang pemuda mengenakan jas putih tampak keluar dari ruang rawat inap Carl.

"Jadi ba..-bagaimana keadaan anak saya ?"

Dokter tersebut tampak menatap ayah Carl dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Anak anda masih dalam fase kritis Tuan Reynand," ucap dokter tersebut.

Seketika tubuh Reynand lemah, dan tampak rapuh di hadapan sang dokter.

Pandangan Reynand kini tampak kosong.

Ingin rasa nya Reynand mengubah posisi dirinya dan anaknya.

"Tak bisakah kau merubah posisiku dengan anakku," ucap Reynand yang tampak frustasi.

Brugh

Reynand yang dalam keadaan lemah, tak mampu menahan tubuhnya, yang berakhir terjatuh ke lantai.

"Tuan Reynand ... tenang lah atur emosi mu ... kita doakan saja yang terbaik untuk putramu," ucap sang dokter sambil membantu Reynand untuk kembali berdiri, dan memapahnya ke arah bangku yang berada di dekat sana.

"Putraku belom merasakan kebahagiaan sepenuhnya ... dan aku tak ingin merasakan kembali ditinggalkan oleh orang yang kucintai," ucap Reynand sambil menunduk, dan meremat dada nya yang terasa sesak.

Sang dokter tak dapat berkata kata, melainkan hanya mendengarkan apa yang ingin di katakan oleh Reynand.

"Code Blue .. Code Blue ruangan VIP 210"

Suara panggilan tanda darurat terdengar dari pengeras suara.

Reynand membulatkan manik nya saat mendengar kan tanda peringatan yang ada di pengeras suara, yang tak lain dari ruang rawat Carl.

"Permisi Tuan Reynand ... saya harus kembali," ucap dokter tersebut, sambil meninggalkan Reynand yang masih membeku ditempatnya.

"Carl... "  lirih Reynand lesu.

...

Leave comment and vote.....

avataravatar
Next chapter