15 Bab Lima Belas

Dua minggu kemudian...

Amy berdiri mematung di depan cermin, memandangi punggungnya yang tak terbalut kain lalu kembali menghadap ke cermin. Ia menggigit bibir melihat bayangan dirinya sendiri di sana.

Tubuh mungil Amy kini berbalut sebuah gaun pendek berwarna putih dengan pita sutra berwarna merah muda yang menghiasi pinggangnya. Seutas tali tebal tembus pandang menggantung di bahunya, menunjukkan sebagian punggung Amy yang telanjang. Amy mengangkat rambutnya membentuk sebuah sanggul kecil dan menyisakan beberapa helai rambut di bagian kiri dan kanan wajahnya. Sepatu hak tinggi yang berwarna sama dengan gaunnya membuat Amy tampak sepuluh senti lebih tinggi, walaupun ia masih belum bisa menyaingi tinggi badan Kai.

Amy merasa agak gugup. Gugup karena ini adalah pesta pertama yang ia hadiri setelah bertahun-tahun dan karena ia akan pergi dengan seorang pria. Bersama Kai Yunokawa.

Amy menggigit bibirnya kemudian menghela napas panjang. Ia berusaha menenangkan diri kemudian berjalan menuju meja ranjang tidurnya.

Tok-tok-tok!

Tepat saat Amy mendengar itu, ia merasa panik. Suara ketukan di depan pintunya muncul dan membuat Amy hampir melonjak kaget. Astaga, bagaimana ini? Ia belum siap. Ia tidak yakin kalau dandanannya terlihat cukup bagus. Apa yang harus ia lakukan?

Ah, lupakan saja. Amy memantapkan hatinya kemudian bergegas ke pintu depan. Ia telah berhasil melewatkan satu hari berkencan dengan Kai, kalau begitu melewatkan satu malam kencan lagi pasti tidak apa-apa. Ya, ia pasti akan baik-baik saja.

Amy buru-buru menghampiri pintu depan lalu membuka pintu setelah menarik napas dalam-dalam.

"Hai, Amy," sapa Kai sambil tersenyum. "Kau sudah siap?"

"Hai, Kai! Well, tergantung. Bagaimana penampilanku?" tanya Amy, ragu-ragu.

Kai memandang Amy dari atas ke bawah lalu tersenyum. "Jika aku mengatakan padamu kalau kau tampak memukau, apa aku akan terdengar seperti lelaki hidung belang di klub?"

Amy tersenyum malu. "Mungkin."

"Baiklah. Aku tidak peduli. Kau tetap tampak mempesona malam ini," ucap Kai.

Amy balas memandangi penampilan Kai dari kepala hingga ujung kaki. Pria bertubuh tinggi itu mengenakan setelan jas putih dengan celana jins hitam dan dasi yang berwarna sama. Entah mengapa, bahu Kai yang lebar tampak gagah di balik jas putih itu. "Kau juga terlihat seperti pangeran dengan kuda putih."

"Sayangnya, kuda putihku tertinggal di Jepang. Bisakah aku meminjam labu merahmu?"

Amy terkekeh. Kemudian mereka berjalan menuju mobil Amy yang terparkir di depan apartemen. Tepat ketika Amy baru saja hendak membuka pintu, Kai membukakan pintu bagi Amy dan mengulurkan sebelah tangannya, memberi tanda untuk mempersilahkan Amy masuk. "Silahkan masuk, Tuan Puteri."

"Sejak kecil, aku lebih suka menjadi ibu peri." Amy memasuki mobil dan langsung mengenakan sabuk pengaman.

Saat Kai telah duduk di kursi kemudi, Kai langsung menyahut, "Kalau kau ibu peri, apakah kau akan mengabulkan keinginanku?"

"Aku ini terlahir sebagai ibu peri yang baik hati. Tentu saja aku akan mengabulkan keinginanmu. Tapi kau hanya diberikan satu permintaan malam ini," jawab Amy sambil mengacungkan jari telunjuknya.

Kai menyalakan mesin mobil dan menarik rem tangan. "Baiklah. Akan kusimpan untuk tengah malam nanti."

"Tengah malam nanti?"

"Mm-hmm," Kai tersenyum. "Sebelum keajaiban berubah menjadi realita malam ini, aku akan mengajukan permohonan pada ibu peri yang baik hati."

Kai menjalankan mobilnya. Sejak melihat Amy membuka pintu apartemennya beberapa saat yang lalu, ia sadar kalau ia sudah sepenuhnya tersihir. Dan tiba-tiba saja, Kai tahu apa yang ia inginkan saat ini.

* * *

Pernikahan Sharon Cole dengan Justin Ford itu ternyata hanya digelar untuk keluarga dan kerabat dekat saja. Tidak begitu banyak orang yang datang dan dekorasi aula yang disewa pun tidak berlebihan. Setiap sisi dinding-dinding aula yang tinggi hanya dihiasi dengan kain raksasa bernuansa emas dan putih, lampu-lampu bernuansa keemasan pun bertengger di sudut ruangan. Meja-meja makanan dipenuhi dengan kue-kue dan minuman berwarna.

Amy selalu senang berada di dalam keramaian, namun ia tidak menyukai tempat yang terlalu padat dengan kerumunan orang. Dan suasana pesta pernikahan Sharon ini sungguh-sungguh tepat dan nyaman bagi Amy; tidak terlalu ramai namun cukup meriah.

"Selamat, Mr. and Mrs. Ford!" Amy meloncat gembira dan memberikan Sharon pelukan hangat sambil berayun-ayun sedikit ketika ia dan Kai menghampiri Sharon dan suaminya.

"Aku senang bisa melihat kalian di sini. Apalagi sebagai pasangan," ujar Sharon sambil melepaskan pelukannya dari Amy. Kemudian Sharon melirik Kai, "Kerja bagus, Kai."

Kai yang berdiri di samping Amy, tertawa kikuk. "Selamat atas pernikahanmu, Miss... ah, maksudku Mrs. Ford."

"Sebenarnya aku sedikit merasa kesal karena kau tidak pernah mengenalkan Justin padaku selama ini. Hai, Justin, aku Amy, teman kerja Sharon yang selalu merepotkannya. Kau pasti tidak mengenalku, sama seperti aku tidak mengenalmu," Amy menyindir sambil tertawa menggoda.

Pria bernama Justin Ford tersebut ikut terkekeh. "Sebenarnya Sharon banyak bercerita tentang teman-temannya. Dan aku tahu kau. Kau Amy; si gadis Jepang yang tidak bisa berbahasa Jepang."

"Benar sekali!" Amy mengaku, tidak percaya.

Kemudian Justin Ford menatap Kai. "Apakah pacarmu juga tidak bisa berbahasa Jepang, Amy?"

Sharon Cole tertawa mendengar pertanyaan suaminya.

"Tidak, tidak. Kalau pria di sebelahku ini, dia lahir dan besar di Jepang. Dia bisa berbahasa Jepang, dan tidak mau mengajariku," jawab Amy, sambil menyiku Kai.

Kai tidak dapat memberikan respon apapun pada gurauan Amy. Ia hanya bisa tersenyum dan tertawa ringan karena ia sedikit tidak memercayai telinganya. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, kali ini Amy tidak mengelak dengan dugaan Justin yang menyangka kalau Kai adalah kekasihnya. Kai tidak tahu apakah ia harus terkejut atau justru bahagia.

"Sharon, masih banyak tamu yang ingin bertemu denganmu. Aku dan Kai akan menikmati makanan yang sudah kau sediakan," Amy terkekeh kemudian menempelkan sebelah pipinya pada Sharon. "Sekali lagi, selamat ya!"

"Terima kasih sudah datang, ya. Jangan pulang sebelum acara dansanya dimulai."

"Oh, ada acara dansa?"

Sharon tersenyum menggoda dan mengangguk. "Nikmati acaranya."

Amy dan Kai mengucapkan salam perpisahan kemudian berjalan ke sisi ruangan. Kai mengambil dua gelas cocktail dan memberikan segelas pada Amy. Sambil memain-mainkan gelas kacanya yang tinggi, Amy berkomentar, "Sharon benar-benar cantik. Aku penasaran dan tidak mengerti, mengapa semua pengantin wanita selalu tampak menawan di hari pernikahannya."

Kai mengikuti arah pandang Amy kemudian menatap gadis yang berdiri di sampingnya dengan senyuman. "Bagiku, wanita itu lucu."

Amy menoleh pada Kai dengan tatapan bingung. "Lucu?"

"Ya." Kai mengangguk. "Wanita senang memuji wanita lain sangat cantik, tapi mereka tidak sadar kalau mereka sendiri sangat menawan."

"Jadi, kurasa One Direction itu terinspirasi dari pengalaman pribadi, ya?"

Amy tersenyum geli dan membuat Kai ikut tersenyum. Kai belum mengalihkan pandangannya dari Amy ketika melanjutkan, "Apa kau tidak tahu kalau kau telah berhasil melumpuhkan satu orang di dunia ini hanya dengan tersenyum seperti itu?"

Amy mengangkat wajah pada Kai.

Kai menatap Amy dalam-dalam dan tersenyum. "Kau tidak hanya sekedar cantik. Kau indah, dan kau harus tahu itu, Amy."

Ucapan Kai yang begitu serius membuat Amy tidak dapat berkata-kata. Ia bahkan tidak bisa mengedipkan matanya. Jantungnya mulai berdegup dengan kencang dan ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia mengutuki dirinya sendiri karena tidak dapat mengalihkan tatapannya dari Kai.

Tiba-tiba, sebuah alunan piano yang diiringi dengan biola bergema memenuhi seisi aula. Kemudian lampu-lampu di sekeliling ruangan meredup dan lampu sorot mengarah pada Sharon dan Justin. Tidak lama setelah itu, kumpulan orang-orang yang mengerumuni mereka menepi dan memberi jarak bagi sang pasangan pengantin untuk menikmati dansa mereka. Tidak sampai lima detik kemudian, beberapa pasangan dari kerumunan orang di sana bergabung dengan Justin dan Sharon. Pada saat itulah, Kai tiba-tiba mengulurkan sebelah tangannya pada Amy. "Bolehkah aku memilikimu malam ini?"

Amy seperti tersihir. Tatapan Kai tiba-tiba memiliki kemampuan yang dapat membuat Amy mematung. Ia tidak mengerti lagi apa yang sedang terjadi dengan dirinya. Ia tidak dapat mengatakan apapun atau bahkan melakukan apapun. Tubuhnya bergerak tanpa ijin dan tangannya perlahan-lahan bergerak membalas uluran tangan Kai.

Kai menerima tangan Amy dengan sangat lembut dan membawa Amy ke lantai dansa. Ia menarik Amy ke dalam pelukannya dengan perlahan dan mereka mulai berdansa mengikuti irama musik.

Amy yakin jarak tubuhnya dengan Kai saat ini hanya beberapa sentimeter saja. Dan ia tahu apa yang akan terjadi kalau ia tiba-tiba mengangkat wajah; jadi, Amy hanya menatap lurus ke arah dada Kai saja.

"Kau tahu, di dalam dongeng, biasanya sebentar lagi akan terjadi sesuatu," ucap Kai, perlahan.

Amy tersenyum tipis dan memaksakan dirinya untuk bernapas. "Aku akan berubah menjadi itik buruk rupa dan kau akan menari dengan gadis yang salah?"

"Tidak. Aku tidak akan salah mengenali Amy Hirataku. Karena kau hanya satu di dunia ini," jawab Kai. "Sebentar lagi, permohonanku akan terwujud."

Amy diam-diam menggigit bibir dan menarik napas.

"Bisakah aku membuat permohonanku sekarang, Ibu Peri?"

Amy mengangguk. Entah mengapa ia tiba-tiba menyesali ucapannya di mobil yang mengatakan kalau ia lebih menyukai menjadi Ibu Peri. Namun, ada suara kecil dalam hatinya yang mengatakan kalau ia tidak akan melupakan malam ini.

"Aku tahu kemampuan menyanyiku payah, tapi, kuharap kau tahu lagu ini," Kai berhenti sejenak, lalu mulai bernyanyi dengan suara pelan,

"My wish for you,

Is that this life becomes all that you want it to,

Your dreams stay big, your worries stay small,

You never need to carry more than you can hold,

And while you're out there getting where you're getting to,

I hope you know somebody loves you,

And wants the same things too,

Yeah, this is my wish

(My Wish, Rascal Flatt)"

Amy belum pernah mendengar lagu itu sebelumnya. Amy juga belum tahu kalau ternyata Kai tidak bisa menyanyi dengan baik. Tapi, ia belum pernah merasa seperti ini sebelumnya. Seumur hidupnya, Amy tidak pernah merasa... istimewa. Kai benar-benar membuatnya merasa istimewa.

Beberapa detik setelah itu, Kai perlahan-lahan menghentikan langkahnya. Lalu ia menarik tubuhnya tanpa melepaskan pelukannya dari Amy. Ia menundukkan wajah dan bertemu pandang dengan Amy yang mengangkat wajahnya. "Jangan pernah berhenti menjadi matahari, Amy. Aku harap kau mengabulkan permohonanku."

Amy tersenyum dan mengangguk.

Kemudian, tanpa sadar tatapan mereka semakin dalam dan jarak antara kedua wajah mereka semakin menipis. Kai memiringkan kepalanya dan sedetik kemudian, ia telah mencium Amy Hirata. Amy perlahan-lahan menggerakkan kedua lengannya ke sekeliling leher Kai dan memeluk pria itu seraya bibirnya membalas ciuman Kai.

Tiba-tiba, ucapan Janet terngiang di telinga Amy. Hatimu selalu membawamu ke arah yang benar.

avataravatar
Next chapter