1 Chapter 1

Seorang wanita cantik berusia awal 30 an duduk di meja kerjanya dengan wajah serius. Dia masih sibuk dengan pekerjaannya, wanita itu tidak sadar kalau hari ini bahkan sudah berganti hari, saat ini jam sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi. Wanita cantik itu bahkan sudah dua hari ini tidak memejamkan matanya untuk istirahat, dan saat ini dia masih sibuk di depan layar laptop untuk memeriksa banyak file di emailnya. Kedua matanya sudah terasa lelah, kalau boleh memilih, sebenarnya dia ingin berbaring dan tidur walau sebentar saja, tapi dia tahu hal itu tidak mungkin. Wanita itu kembali meneguk kopi yang tersaji di hadapannya, ini sudah cangkir ke tiga hari ini.

   Adelia adalah seorang desainer terkenal. Wanita 30 tahun itu sudah punya brand sendiri dan saat ini dia punya empat butik di kota besar di Negara I. Beberapa hari lagi, dia akan mengeluarkan koleksi terbaru untuk musim ini. Sudah hampir 6 bulan Adelia bekerja keras untuk koleksi ini. Dia bahkan tidak cukup istirahat demi membuat koleksinya ini launching dengan tanpa cela. Nama baiknya dipertaruhkan untuk proyek ini.

   Konsentrasi Adelia buyar saat ponselnya berbunyi. Wanita itu mendengus kesal. Dia sudah bisa menebak siapa yang menghubungi dirinya di pagi buta seperti ini. Karyawannya tidak ada yang berani menghubung dirinya di jam-jam segini, hanya ada saru orang yang bisa. Adelia mencoba mengabaikan bunyi ponselnya, tapi ponsel itu berdering dan berdering lagi. 

   "Halo?" sapa Adelia dengan nada sedikit kasar.

   "Del, ini Ibu" sapa suara lembut di ujung ponsel. Wanita paruh baya itu sudah hapal kebiasaan putri kesayangannya bila dia mencoba menghubungi, apalagi menghubungi di pagi buta seperti ini.

   "Iya Adel tahu, kenapa Bu? Butuh uang lagi?" Tanya Adelia, masih dengan nada ketus. Yang ada di kepala Adelia setiap ibu atau siapapun di keluarganya menghubungi dirinya adalah karena masalah uang, itu saja, rasanya tidak pernah ada hal lain. 

   "Kok kasar gitu sama Ibu? Memangnya kalau Ibu telepon kamu, pasti minta kamu kirimin Ibu uang?" balas Martha, nama wanita itu. Wajahnya memancarkan rona kesedihan karena sikap kasar putri sulungnya. Tapi Martha juga tidak bisa menyalahkan Adelia, anaknya itu benar.      

    "Yah, habis, memang mau apa lagi? Memangnya ada yang lain?" Balas Adelia, semakin kurang ajar. 

   "Ibu cuma kangen sama anak Ibu, sudah lima tahun kamu enggak pernah pulang ke rumah Del, kita semua kangen sama kamu" balas Ibu, masih dengan nada lembut. 

   Wanita berusia akhir 50 an itu menghela napas berat. Apa itu yang ada di pikiran anaknya setiap kali dia menghubungi, pantas saja Adelia selalu enggan menjawab teleponnya, karena selalu berpikir kalau kedua orang tuanya hanya menelpon untuk meminta uang. 

    "Aku sibuk sekali belakangan ini dan beberapa hari kedepan, ibu tahu kan kalau aku sebentar lagi mau launching koleksi baru?" 

  "Iya Ibu tahu. Ibu doakan sukses ya" ucap Ibu dengan tulus. Setiap hari Martha tidak putus-putusnya mendoakan agar Adelia sukses dan juga berdoa agar suatu hari Tuhan melembutkan hati anaknya agar bisa kembali pada keluarga yang sudah bertahun-tahun ditinggalkan. Martha tahu dan sadar kalau semua memang salah dia dan suaminya. Kalau bukan karena kebodohan mereka sebagai orang tua, pasti Adelia tidak berubah seperti ini. Tidak pernah sekalipun Martha menyalahkan atau sakit hati dengan sikap kasar putri sulungnya itu.

    "Emm" balas Adelia pendek. Tetap tidak acuh pada wanita yang sudah melahirkannya itu. 

  "Kamu bisa pulang kan Del? Sebentar lagi ulang tahun Ayah, tiga hari lagi" tanya Ibu. Sebenarnya alasan ibu Martha menelpon putrinya untuk mengajak pulang saat ulang tahun suaminya. Adelia sudah terlalu lama tidak pulang

   "Minggu ini aku bahkan tidak tidur Bu, bagaimana bisa pergi keluar kota" balas Adelia. 

   "Sebentar saja, kamu kan bisa naik kereta api, nanti Aaron yang akan menjemput kamu di stasiun, biar kamu tidak terlalu capai, atau mungkin ibu minta Aaron untuk ke rumah kami, biar dia yang menyetir pulang dan kembali nanti" pinta Ibu lagi. Hampir merasa putus asa dengan sikap keras kepala dan tak acuh dari putrinya. 

 "Sudah Adel bilang enggak bisa Bu! Lagian harinya bertepatan dengan hari launching, jadi tetap enggak bisa. Aku terlalu capek. Kalau Aaron nanti kesini justru tambah menyulitkan hidup aku" balas Adelia ketus, nada suaranya meninggi. 

   Adelia paling tidak suka dipaksa pulang, apalagi dengan alasan ulang tahun ayah kandungnya, orang yang paling Adelia benci. Bagi Adelia, lelaki itu sudah mati sejak dulu kala, buat apa Adelia merayakan ulang tahunnya, batin Adelia kesal. 

   Martha hanya bisa menghela napas beberapa kali, menguatkan dan menyabarkan dirinya sendiri. Kalau suaminya langsung mendengar hal ini, sudah pasti hati suaminya akan merasa sedih sekali. Bapak mana yang tidak sedih bila mendengar anak kandungnya membenci dirinya sendiri.

  "Ya sudah kalau begitu" balas Martha dengan nada sedih, wanita itu hampir menitikkan air mata saking sedihnya. 

     "Sebentar lagi aku transfer uang nya ke rekening biasa, jadi aku mohon jangan hubungi aku di jam seperti ini, mengganggu saja!" balas Adelia lagi, tidak perduli dengan perubahan suara ibunya yang terdengar sedih. 

    "Jangan Del, ibu..".

  "Klik!" Adelia menutup sambungan ponselnya. Martha tidak sempat menyelesaikan kalimatnya. 

    "Merusak mood saja!" Keluhnya. Gadis itu membuka aplikasi bank di ponselnya untuk mengirimkan sejumlah uang yang cukup besar untuk keluarganya. Semoga setelah ini Ibu nya tidak memaksa dirinya untuk pulang lagi setelah menerima uang dalam jumlah besar, doa Adelia dalam hati. Setelahnya wanita itu kembali dengan pekerjaannya. Ibunya sudah membuat dia kehilangan waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya. 

   Sementara itu, Martha masih menatap ponselnya dengan tatapan kosong. Masih banyak yang ingin dia sampaikan. Wanita itu masih rindu mendengar suara anak gadisnya itu. Tapi Adelia selalu melakukan hal yang sama, menutup sambungan ponselnya begitu saja dengan kasar.

   "Apa Adel akan pulang?" Tanya sebuah suara dari tempat tidur. Suami Mirna, ayah kandung Adelia, James, menatap istrinya dengan wajah murung. Tanpa jawaban Martha, sebenarnya James sudah bisa menebak, pasti putri sulungnya itu tidak akan datang. 

   "Diusahakan. Mas tahu kan kalau Adel rencananya mau keluarkan koleksi baru, pasti sibuk. Nanti sebelum hari H, aku coba telepon Adel lagi ya, ingetin supaya bisa datang" jawab Mirna sambil tersenyum, berbohong. 

    James tidak menjawab dia hanya bisa mengangguk mengiyakan. Dalam hati Rahmat hanya bisa berdoa, semoga suatu hari nanti, Tuhan memberinya kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya di masa lampau, dan membuat Adelia menjadi gadis kecilnya yang manis lagi, dan keluarganya bisa berubah seperti dulu lagi. Dalam hati, James juga berdoa semoga putri kesayangannya itu bisa kembali dan datang di acara ulang tahunnya nanti. 

__________

Halo semuanya para reader tersayang aku..

cerita baru saya kali ini sengaja untuk ikut lomba di WN, jadi mohon dukungannya ya..

semoga biar bisa jadi juara..jangan khawatir, ini udah langsung ada banyak chapter, jadi ga macet kaya cerita lain..hehehe..

ditunggu dukungannya ya..

happy reading semuanya..

avataravatar
Next chapter