1 Rembulan dan Raditya

Rembulan memandangi jam tangannya, masih ada waktu satu jam lagi, sebelum dia memasuki ruang tunggu. Dia mengedarkan pandangan mata, menimbang-nimbang untuk mencari tempat yang nyaman sekadar minum kopi yang dibeli di salah satu gerai kopi di bandara. Sebenarnya Rembulan lebih suka meminum kopi buatan sendiri, ini hanya soal selera, baginya kopi buatannya terasa lebih pas dilidahnya.

Pagi ini dia belum sempat minum kopi dan makan roti seperti biasa, karena harus mengejar keberangkatan agar tidak terlambat. Kali ini dia membutuhkan kopi dan roti untuk mengganjal perutnya yang mulai terasa tidak nyaman. Ah, dia menemukan di sudut sana tempat yang nyaman untuk dia bisa meminum kopi dan makan roti yang sudah disiapkannya. Setangkup roti dengan isian daging asap dan selada adalah favoritnya.

Rembulan menikmati setiap gigitan pada rotinya, lalu perlahan menghirup kopi yang terasa nikmat dilidah. Andaikan waktu masih sangat panjang, mungkin dia akan mengeluarkan novel yang dibawanya dalam tas untuk dibaca sambil menikmati sarapan. Tapi itu tidak mungkin dia lakukan karena dia pasti akan menjadi terlalu asyik dan melupakan perjalanannya.

Ah, dia mengingat perjalanannya kali ini untuk mencari suasana baru dalam menyelesaikan novel yang ditulisnya. Dia butuh keheningan, tempat untuk menyepi. Kali ini rumahnya tidak terasa nyaman sejak tetangga baru hadir. Setiap hari dia mendengar suara-suara yang bising. Dia belum mengenal tetangga barunya, dan dia tidak merasa berminat untuk berkenalan. Dalam buku harian dia sudah menulis dengan tulisan yang besar dengan tinta merah TETANGGA RESEH, MENYEBALKAN !

Rembulan membuang cup kopi ke tempat sampah saat dia mendengar suara beberapa perempuan yang terdengar riuh rendah mengerubungi seorang laki-laki. Anak-anak remaja itu kenapa berisik sekali?

Rembulan memantapkan penglihatannya. Laki-laki yang dikerubungi itu, dia seperti mengenalnya. Tapi dimana?

Mungkin dia salah satu idola remaja, makanya banyak yang berebut untuk foto bersama. Rembulan tidak pernah mengikuti dunia selebritas, menonton televisi atau menonton sinetron. Dunianya adalah menulis novel, membaca novel, menonton film dan sedikit bergaul dengan beberapa teman. Dunia yang bagi orang lain mungkin terasa membosankan dan sangat monoton.

Rembulan menyukai dunianya yang membosankan itu. Baginya dunianya terasa luas. Membaca novel telah membuat dia seolah-olah ikut mengelilingi dunia. Menulis novel telah membuat dia mengetahui hampir setiap hal, karena saat menulis dia membutuhkan riset agar tulisannya terasa hidup dan nyata juga logis.

Tidak berapa lama kerumunan itu pun bubar. Rembulan memandangi jam tangannya lagi, lalu bergegas berjalan memasuki ruang tunggu.

***

Raditya terburu-buru memasuki bandara. Dia lupa menyalakan alarm, akhirnya dia terlambat bangun. Untuk seorang aktor ketepatan waktu adalah hal yang sangat penting bagi Raditya. Namun kali ini dia nyaris menyalahi komitmen yang sudah dibuatnya sendiri.

Tadi malam dia tidak bisa tidur, lalu mulai berolah raga. Setelah itu dia semakin tidak bisa tidur demi menikmati denting piano dari rumah tetangganya. Dia tidak ingin melewatkannya dan dia duduk di sofa sambil meminum secangkir kopi. Perpaduan yang pas. Secangkir kopi sambil menikmati denting piano yang terasa merdu ditelinga. Setelah itu beginilah hasilnya, dia harus berkejaran dengan waktu agar tidak ketinggalan pesawat.

Dia nyaris mengumpat saat beberapa remaja melihatnya dan mengerubuti minta foto. Raditya menahan lidahnya dan berusaha tersenyum. Seharusnya tadi dia memakai masker dan topi juga kaca mata hitam seperti biasa agar tidak mudah dikenali. Terlambat bangun membuat dia melupakan semua itu. Dan dia harus menanggung akibatnya.

Biasanya ada manajer yang selalu siap disampingnya. Namun kali ini manajernya sedang ada urusan yang tidak bisa ditunda dan bentrok dengan jadwal keberangkatan sang aktor.

Raditya bergegas chek in lalu berjalan ke ruang tunggu. Dipandanginya jam tangan, dia tidak sempat untuk sarapan sekedar makan roti atau minum teh. Perutnya terasa tidak nyaman. Ingin rasanya dia mengutuki dirinya. "Sialan!" umpatnya. Dia marah pada dirinya.

Ah, gampang nanti di pesawat aku makan.

***

Raditya sangat menyukai travelling, namun kali ini perjalanannya dalam rangka pekerjaan. Apapun itu yang melatarbelakangi perjalanannya, dia selalu menikmatinya.

Pekerjaannya membuat dia mengenal banyak tempat, pergaulannya sangat luas, dunianya begitu ramai dan menyenangkan. Hidupnya untuk pekerjaan dan bergaul. Dia sangat suka bertemu banyak orang. Walaupun terkadang dia harus memakai topeng. Harus selalu tersenyum, terlihat bahagia. Padahal seperti pagi ini, dia nyaris saja mengumpat pada gadis-gadis itu. Penggemar yang membuatnya namanya semakin besar dan bersinar dan itu pantangan baginya untuk tidak bersikap ramah.

Tidak berapa lama memasuki ruang tunggu, sudah terdengar pengumuman untuk segera memasuki pesawat. Antrian disebelahnya terus memandangi dirinya, bahkan ada yang merapatkan tubuh lalu minta foto bersama. Raditya tetap tersenyum ramah meladeni semua permintaan. Terkadang dia menikmati hal-hal seperti ini, namun ada saat dia ingin menghindarinya. Menghindari hiruk pikuk dunianya.

***

Rembulan melihat tiketnya sekali lagi. Hmmm, ternyata Sarah memesan tiket kelas bisnis untuknya. Borjuis sekali. Rembulan tidak berharap Sarah akan memberikan kemewahan seperti ini dalam perjalanannya. Dia sudah menyampaikan kalau dia bukan berlibur tapi bekerja, walaupun tempat yang dia kunjungi lebih pas disebut dengan tempat liburan.

Sarah adalah sahabat terbaik. Namun bagi Rembulan terkadang perhatian dan kebaikan Sarah terasa berlebihan, salah satunya soal tiket ini.

"Udah deh, semuanya serahkan ke aku. Pokoknya kamu tinggal berangkat. Oh iya, villa sudah aku siapkan. Aku sudah minta mama tidak menyewakannya dulu, kamu tinggal disitu selama yang kamu suka dan gratis. Aku sudah minta Mbok Dar untuk menyiapkan semuanya. Semua beres."

"Makasih ya Sar, aku jadi merepotkan kamu."

"Apanya yang merepotkan, kan tinggal telpon-telpon semua ada diujung jari kok."

"Oh ya, tiket pesawat udah aku pesan. Ini hadiah ulang tahun dari aku."

Malam itu Rembulan berkali-kali mengucapkan terima kasih lalu memeluk Sarah erat.

Persahabatan mereka berawal dari media sosial, Sarah dan Rembulan mengikuti grup kepenulisan. Rembulan sebagai penulis dan Sarah sebagai penikmat tulisan. Lalu mereka bertemu. Merasa cocok dan akhirnya bersahabat.

Itu terjadi lama sebelum Rembulan setenar sekarang. Saat itu dia masih penulis ecek-ecek. Sarah yang selalu menyemangati dan menjadi kritikus nomor satu. Sampai akhirnya novelnya mulai dipajang di toko buku terkenal dan dia mulai punya penggemar. Namun persahabatannya dengan Sarah masih sama seperti dulu. Tak ada yang berubah.

***

Raditya meletakkan ranselnya di kabin. Dia melirik perempuan yang duduk disebelahnya. Sepertinya perempuan itu menyadari lirikan matanya, perempuan itu melihat ke arahnya. Menatapnya sebentar lalu kembali asyik dengan bacaannya. Raditya menatap tak percaya, baru kali ini ada perempuan yang melihatnya hanya sekilas tanpa tersenyum. Biasanya perempuan lain akan menatapnya berlama-lama, tersenyum padanya, mencari kesempatan untuk bicara atau sekedar foto bersama. Perempuan yang satu ini membuatnya penasaran.

avataravatar
Next chapter