webnovel

NODA YANG MULAI ADA

Setelah ku semburkan semburan sperma terakhirku, tubuhku terasa sangat lelah dan lemas. Aku pun membaringkan tubuhku disamping Tiara. Aku tidak tahu sudah berapa kali aku keluar, aku tidak peduli. Saat ini, yang kupedulikan adalah kenikmatan yang di berikan oleh lubang sempit adik angkatku. Sebegini nikmatnya kah melakukan seks. Sungguh rasanya sangat puas.

Ku tatap Tiara. Dia terpejam entah pingsan atau tidur, aku tidak tahu. Yang ku tahu, tubuhnya sudah membuatku nikmat.

Aku bangun. Ku dudukan diriku. Ku lihat tubuh mulus dan bersih adikku telah dipenuhi bercak-bercak merah bekas gigitanku. Bahkan, ada berberapa yang nampak membiru. Terlebih disekitar payudara dan perut bawahnya.

Jujur, aku merasa sedikit jahat dengannya. Tapi aku yakin, kejahatan malam ini tidaklah sebanding dengan kejahatan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya padaku selama delapan tahun ini. Pembalasanku pada Tiara ini belum ada apa-apanya di bandingkan perbuatan mereka padaku.

"Tiara, kau harus membayar semua perbuatan orang tuamu." Bisikku padanya, sebelum pergi dari kamarnya, meninggalkannya yang masih tanpa pakaian.

🦇🦇🦇🦇🦇

Pagi ini, aku meminta pada Pak Udin, supir keluarga Pak Handoko untuk tidak mengantarkan Tiara ke sekolah. Bukan berarti aku membiarkan Tiara pergi sekolah sendiri, tetapi akulah yang akan mengantarnya. Kebetulan, Pak Udin juga sedang kurang enak badan. Ya, ini adalah suatu kesempatan untukku agar bisa mempermainkan Tiara lebih jauh lagi.

Jam dinding menunjukan pukul 06:35. Tumben anak manja itu belum keluar dari kamarnya. Apa dia sedang menangisi nasibnya? Hah, apa yang dia alami itu belum ada apa-apanya denganku.

Kudengar ada suara jejak sepatu yang menuruni tangga. Ku lihat asal dari suara tersebut. Ternyata, pemilik jejak itu adalah orang yang semalam baru saja kunikmati. Tiara.

Matanya yang sembab dan merah telah menatapku dengan penuh kebencian. Tetapi aku membalasnya dengan senyum kepuasan. Aku sangat puas. Benar-benar puas.

" Kemana Mang Udin?" Tanyanya dengan nada sangat sengit.

"Mang Udin sedang sakit. Aku yang akan mengantarmu_"

"Tidak mau! Aku jijik denganmu!" Tiara terlihat sangat marah.

"Kalau begitu, berangkatlah dengan naik angkutan umum. Sejujurnya, aku juga malas untuk mengantarmu."

"KAU..." Mata Tiara mulai berkaca-kaca. "Kau benar-benar lelaki brengsek!"

"Mau berangkat sekarang atau masih mau memaki ku? Kau tidak takut terlambat?"

Tiara diam. Aku pun segera menuju mobil yang sudah di siapkan. Aku tahu, Tiara mengikutiku dari belakang. Aku juga tahu, tatapan kebenciannya padaku semakin mendalam.

🦇🦇🦇🦇🦇

Tiara hendak mengambil duduk dibelakang kursi sopir, tentu saja aku melarangnya. Aku bukan sopirnya lagi sekarang. Dia harus mematuhi semua perintahku mulai saat ini.

"Aku akan menyebarkan foto-foto telanjangmu serta video percintaan kemarin, kalau kau tidak mau menurutiku." Kata itulah yang aku gunakan untuk mengendalikannya. Dan lihat, ini sangat berhasil.

Sampai di depan sekolahnya, Tiara hendak turun begitu saja. Pastinya aku mencegah dia, aku ingin melihat wajah menderitanya sebelum memulai hariku yang panjang ini. Itu sebabnya sebelum dia meninggalkan mobil, aku meminta Tiara untuk mencium bibirku terlebih dahulu.

"Aku tidak sudi!" Tolaknya dengan penuh amarah.

"Kau mau melawanku atau_"

"Baik!" Potongnya dengan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca.

Dia menciumku hanya dengan menempelkan bibirnya pada bibirku. Apa ini yang disebut ciuman? Saat dia hendak menjauh, ku tahan tengkuknya. Lalu, kulumat bibir mungil Tiara yang suka berkata kasar itu. Ku masukan lidahku, ku ajak lidahnya menari bersama. Kemudian, hisapan demi hisapan ku lakukan agar lidahnya tertarik untuk memasuki mulutku. Ternyata, godaanku berhasil. Tiara memasukan lidahnya kedalam mulutku dan mulai menghisap serta menggigit bibirku.

"Erhmm..." Desahnya dari ciuman kami. Tidak lama kemudian, Tiara memukul-mukul dadaku dan mendorongnya dengan kuat.

Ciuman kami terlepas. Nafas kami tersenggal. Ku hirup oksigen yang ada disekitar dengan sebanyak-banyaknya. Dan baru kusadari ada benang saliva yang terhubung diantara bibir kami. Ini terlihat sangat menggoda. Apalagi saat pandangaku beralih pada wajah Tiara yang memerah serta bibirnya yang membengkak. Itu membuat nafsuku mulai bangkit.

"Kau menikmatinya kan?" Sambil ku remas salah satu buah dadanya yang kurasa mulai mengeras.

"BAJINGAN, BRENGSEK, KEPARAT!" Tiara membuang tanganku dan segera keluar dari mobil. Setelahnya dia menutup pintu mobil dengan kasar, sehingga menimbulkan debuman yang sangat keras.

Menarik. Sangat menarik.

🦇🦇🦇🦇🦇

Sejak persetubuhan pertama kami, disanalah kami sering mengulanginya dan melakukannya lagi secara diam-diam. Tentu saja, Tiara menolak dan sangat keberatan. Tetapi, ancamanku masih sangat bisa untuk tetap mengendalikannya.

Kemarin siang, Pak Handoko dan Bu Verona pergi lagi untuk urusan bisnis. Tak tanggung-tanggung, mereka pergi ke Vietnam selama dua bulan. Wow, ini adalah sebuat hadiah besar untukku. Pastinya, aku bisa meniduri Tiara kapan pun aku mau.

Sebenarnya Tiara merengek untuk ikut mereka. Namun, Pak Handoko dan Bu Verona khawatir dengan sekolah putri tercinta mereka. Sayangnya, mereka tidak khawatir dengan tubuh putri mereka yang sangat menggairahkan.

🦇🦇🦇🦇🦇

Hari ini adalah hari Sabtu pagi. Hari ini sekolah Tiara libur. Jadi, kujadikan kemarin malam sebagai malam percintaan kami yang hebat. Sungguh, benar-benar sangat hebat.

Tiara tidak lagi memberontak. Dia pasrah menyerahkan tubuhnya padaku. Bahkan, kemarin pun dia mulai mengimbangi permainanku. Dia tidak segan lagi untuk mendesah dan meminta lebih padaku. Dia juga ikut menggerakan pinggulnya untuk menjemput kenikmatannya. Intinya permainan kami yang biasanya panas, kemarin benar-benar sangat panas.

Aku yang terlalu lelah pun enggan beranjak dari kamar Tiara. Akhirnya, aku tertidur di kamar yang bernuansa merah muda ini.

Kulirikan mataku ke jam weker yang masih menunjukan pukul 05:49. Kemudian kulirik Tiara yang masih tidur di sampingku. Dia benar-benar dalam posisi yang sangat menggoda.

Kusibak selimut tebal yang menutupi buah dadanya. Nampak dua buah payudara yang lebih besar dari ukuran yang aku lihat pertama kali. Ini semakin montok dan berisi.

Ku arahkan mulutku ke dada sebelah kanannya. Ku jilat dan kusihap seperti balita yang sedang menyusu. Sedangkan untuk yang satunya, aku memilin dan meremasnya dengan gemas.

"Ahhh...kak...sudahhh..." Desahnya meskipun matanya masih tertutup. "Ohh...ahhh kak.. geli...ehmm."

"Aku mau lagi." Ucapku sambil memandang wajahnya yang sayu. "Ayo buka kakimu!" Pintaku sambil memaksanya untuk membuka kakinya.

Aku tusuk vaginanya dengan tiga jariku. Kurasakan masih ada cairan kental di dalam sana. Mungkin itu cairan spermaku dan cairan cintanya yang menyatu kemarin malam.

"Ahhh...kak...ahh...ahhh..." Kedua tangan Tiara memegang erat seprai kusut yang ada dibawah tubuhnya. Kepalanya menggeleng ke kanan dan kiri dengan cepat. "Ahhh kakkk.. ...lebiiihh...ahhh...cepppattt." Dia mengangkat pinggulnya dan jari-jariku semakin dalam memasuki vaginanya. Dia menggoyangkan pinggulnya untuk mencapi klimaksnya. Saat kurasakan jari-jariku dijepit erat dengan dinding vaginanya, saat itulah kutarik tanganku keluar dari lubang sempitnya. Tentu saja, dia gagal mendapatkan organsmenya.

Dia memandangku jengkel, marah dan kecewa. Tiba-tiba tangan kanannya, memukul dadaku cukup keras. Tidak sakit. Malah membuatku tertawa lepas. Wajah jengkel Tiara benar-benar lucu menurutku.

"Kenapa?" Tanyaku sambil menahan tawa. "Bukannya kau lelah?"

"Kakak jahat!" Ucapnya sambil memalingkan wajahnya dari pandanganku.

"Hei..." Bisikku sambil membelai punggungnya yang masih telanjang. "Mau dilanjutkan tidak?" Aku menjilat mesra daun telingannya. Menghirup dan menghisap lembut leher jenjangnya.

"Shhsss...ahh..." Tiara mendesah tapi enggan menatapku. Ku cium dan kujilati pipi gembulnya agar dia menatapku. "Kau tidak serius! Kau hanya mempermainkanku!"

Dia membalikan badannya dan memandangku. Pandangan kami bertemu dan terkunci. Entah kenapa aku merasa, Tiara semakin cantik saja.

"Kali ini aku serius." Jawabku sambil melumat bibir ranum Tiara. Tiara pun membalas ciumanku dengan tak kalah mesranya. Akhirnya, pagi yang dingin ini menjadi lebih panas dari biasanya.

🦇🦇🦇🦇🦇

Selama hampir sebulan ini aku bisa mengendalikan Tiara. Tiara tidak lagi sebagai putri manja penghuni istana. Tetapi dia juga bisa dijadikan seorang pelayan yang bisa membersihkan seluruh rumah.

Tiara sudah bisa mencuci bekas piringnya sendiri. Ikut membantu Bi Darmi, istri Pak Udin, untuk mencuci dan mengeringkan baju. Bahkan, saat spermaku dan cairan cintanya meluber ke spereinya, dia akan mencucinya sendiri dengan sembunyi-sembunyi tanpa meminta bantuan siapapun.

Ya karena aku adalah orang yang masih tergolong baik meskipun jahat, tentunya aku membantunya. Walaupun hanya membantu menjemurnya. Jujur, dia sedikit berubah.

Dia bahkan mau menggantikan tugas Bi Darmi pergi ke pasar Tradisional. Jangan positif thinking dulu, sebab pertama kali dia pergi ke pasar itu karena paksaanku juga ancamanku.

Awal dia memasuki pasar memang terlihat ada raut jijik dari wajahnya. Apalagi keadaan pasar memang sangat becek akibat hujan semalaman. Tapi aku mengabaikannya dan terus memaksanya, lihatlah! Itu berhasil. Bahkan, sekarang dia terlihat senang jika kami pergi ke pasar tradisional. Meskipun aku tidak tahu apa yang membuatnya senang. Sungguh, aku tidak peduli.

Untuk urusan seks kami. Itu masih berlanjut. Bahkan, sekarang jauh lebih menggairahkan dan semakin menyenangkan. Tiara benar-benar berubah menjadi wanita binal.

To be Continued

Next chapter