10 BERANJAK KE MASALALU

Hai teman-teman, sekali lagi cerita ini sudah ada di Google Play Book. Untuk kalian yang sangat penasaran dengan cerita ini silahkan beli ebooknya disana dengan judul yang sama 'SEBUAH NODA' diterbitkan oleh 'QUEENCY PUBLISHER'. Untuk cerita disini tetep aku lanjutkan dan aku update setiap sepuluh hari sekali tetapi dengan akhir yang berbeda atau menggantung.

Ssstttt....

Untuk yang ada di Google Book ada bonus epilog lho, yang diambil dari POV Tiara...

😄😄😄😄😄

"K-kau..." Tiara terbata, kulihat juga ada genangan air di matanya. "K-kau mau apa kemari? Ke-kenapa kau kemari?" Genangan air itu pun berubah menjadi rintik yang cukup deras.

"Kakak." Kevin berlari ke arah Tiara, lalu dia memeluk pinggul Tiara. "Kakak dia siapa? Kenapa kakak menangis?"

"Aku juga kakakmu." Aku menjawab pertanyaan Kevin yang diperuntukan untuk Tiara. "Jadi, kau tidak perlu takut padaku. Namaku Rio." Aku mengulurkan tangan, agar Kevin mau bersalaman denganku.

"Apa maumu? Kenapa kau tiba-tiba kemari?" Tiara seolah mencoba menghalangi pendekatanku dengan Kevin.

"Baiklah." Aku menarik tangan malangku yang tidak mendapatkan sambutan dari Kevin. "Ada yang ingin aku bicarakan tentang orang tuamu. Dan juga, semua permasalahannya. Bisa kita bicara empat mata?"

~oo0oo~

"Bohong!" Satu kata dari Tiara, setelah aku menunjukan berkas tentang daftar hitam Pak Handoko beserta posisiku dirumah ini. Atau mungkin, posisiku sebagai ahli waris. Namun, Tiara tidak mempercayainya.

"Bohong! Berkas ini pasti bohong! Berkas ini tidak benar! Semuanya tidak benar! Dan kau, kau juga pasti tidak benar! Papa tidak mungkin seperti ini. Papa tidak mungkin melakukan hal rendah seperti ini! Ini pasti cuma akal-akalanmu kan? Ini pasti cuma tipu dayamu kan? Tipu dayamu untuk menguasai harta Papa. Kau...kau pasti dibalik semua ini. Kau..kau juga pasti orang yang meyebabkan Papa meninggalkan? Kau pasti orang yang membunuh mama dan papa_"

"CUKUP TIARA!" Aku benar-benar marah dengan tuduhan terakhirnya. "Sumpah demi Tuhan, aku tidak pernah berencana membunuh orang tua mu_"

"BULLSHIT!" Teriaknya tempat di depan wajahku.

"APA BUKTINYA KALAU AKU YANG MEMBUNUH ORANG TUAMU? HAH!" Teriakku sambil mencengkram rahang Tiara dengan kuat. "Kau tahu betapa baiknya aku, Tiara? Aku melunasi semua utang dan denda dari Papa tercintamu." Aku mencengkram rahang Tiara semakin kuat. "Aku yang bertanggung jawab atas semua perbuatannya. Meskipun aku tidak pernah menikmati hasil kejahatannya. Jadi mulai sekarang, patuhlah padaku. Dan jadilah pelayanku_"

"Cuih." Tiara meludahiku dan tepat mengenai mata kiriku.

Aku melepaskan cengkramanku pada Tiara. Ku hapus ludah perempuan sial ini dari wajahku. Cukup, ini semua sudah cukup untuk membuat amarahku berkobar. Dia harus mendapatkan balasannya.

"Kau tahu, Satrio? Lebih baik aku dan Kevin keluar dari rumah ini dan tinggal di rumah bordil. Daripada aku harus menjadi pelayanmu. Jujur, menjadi pelacur itu jauh lebih baik dibanding aku harus melayanimu." Ucapnya sambil melangkah menuju pintu keluar dari ruangan ini.

Saat dia menyentuh gagang pintu, saat itu pula kutarik kuat rambut Tiara. Dan itu menyebabkan punggungnya menabrak dadaku. Aku dongakan wajah sombongnya itu, agar ia menatap wajahku. Ku dongakkan wajahnya dengan menjambak rambutnya semakin kuat. Kemudian, ku cium kasar bibirnya yang kurang ajar itu.

Tiara berontak. Tapi tenaga yang ia keluarkan sama sekali tidak sebanding dengan amarahku. Jadi tetap kulumat kasar bibirnya. Dan aku sama sekali tidak melepaskan jambakann kuat pada rambutnya. Kunikmati bibir mungil itu dengan ritme yang liar. Sampai aku mencium bau anyir dan rasa besi di mulutku. Akhirnya, kulepas ciuman kami. Ternyata ada darah di bibir Tiara yang sobek.

"Bajingan bangsat kau, Satrio!"

Awalnya aku sudah mulai iba. Tetapi kata-kata kasar Tiara tidak mau berhenti. Dan itu semakin menyulut api amarahku.

Kudorong kasar tubuh Tiara. Dia pun terjungkal kebelakang dan langsung berbenturan dengan lantai yang keras. Tanpa menunggu lebih lama lagi, kurusak pakaian Tiara yang berupa kaos dan rok panjang itu.

"KAU BENAR-BENAR IBLIS KEPARAT, SATRIO! KAU BENAR BAJINGAN TERKUTUK!" Dia masih memakiku sambil menahan air mata yang sudah membanjiri pipinya.

Amarahku yang terlalu kuat, telah berhasil merobek celana dalam Tiara yang menurutku terlalu tipis. Kemudian kubuka celanaku dengan terburu-buru. Lalu, aku langsung memasuki Tiara tanpa melakukan foreplay terlebih dahulu.

"SAKIIITTTT!" Teriakannya menggema diseluruh ruangan ini.

"Kau ingin jadi pelacurkan? Jadi biarkan aku mengajarimu." Ucapku sambil terus memompa kasar dirinya.

"KAU MEMANG BENAR-BENAR IBLIS, SATRIO!" Tiara berusaha mendorong tubuhku dengan tenaganya. "KAU MEMANG BAJINGAN KEPARAT!"

Aku semakin marah. Aku mencengkram pundaknya. Kemudian, kubenturkan kepalanya di lantai. Setelah itu, dia tidak berontak. Dan aku bebas menyetubuhinya berkali-kali.

~oo0oo~

Aku mencapai klimaks terakhirku dengan menyeburkan sperma panas ke dalam rahim Tiara. Entah aku sudah keluar berapa kali, yang jelas aku benar-benar merasa sangat puas. Memang semenjak keinginanku untuk menguasai kekayaan pak Handoko, aku kehilangan selera untuk bercinta. Namun akhirnya, malam ini nafsuku tersampaikan seluruhnya. Apalagi dengan Tiara. Meskipun aku sudah tidur dengan banyak wanita, hanya tubuh Tiaralah yang membuatku semakin merasa nikmat meskipun aku sudah mencapai puncak.

Setelah selesai mengatur nafas. Kucabut kejantannanku dari lebah kenikmatan Tiara. Tiba-tiba hatiku merasa tercubit, saat kulihat keadaannya. Pakaiannya terkoyak tidak berarturan, noda berwarna biru keunguan telah mewarnai seluruh tubuhnya. Bibirnya terlihat lebih bengkak dari yang tadi. Juga ada sisa darah yang mengering disana. Tanganku pun terulur untuk membersihkan sisa darah tersebut. Ternyata, di bibir Tiara ada sobekan yang cukup panjang dan dalam. Aku mendadak pias. Sebuah penyesalan pun muncul, memukul-mukul dari dalam hatiku.

"Tiara." Panggilku dengan gemetar. "Tiara bangun. Hei Tiara! Bangun!" Ucapanku tidak direspon olehnya. "Tiara! Hei !Tiara jangan bercanda! Ayo bangun." Rasa sesal itu mulai menghilang, berganti dengan rasa takut yang begitu besar.

Kucari nadi Tiara. Ku letakkan salah satu tanganku di dekat lubang hidungnya. Dan kutempelkan telingaku di dada kirinya. Oh Tuhan. Syukurlah! Nadinya masih berdenyut meski lemah. Nafas masih berembus meskipun ringan. Dan jantungnya masih berdetak. Jantungnya masih berdetak dengan normal. Terimakasih Tuhan.

Segera kupakai pakaianku dan ku angkat Tiara menuju kamarnya. Ku baringkan dia diranjanngnya. Ku cari sesuatu yang bisa membuat tubuhnya lebih baik. Akhirnya, aku menemukan sebotol kecil minyak kayu putih di meja riasnya. Kuhabiskan minyak itu, untuk melumuri tubuh Tiara. Kemudian, aku berlari ke lemari pakaiannya. Ku ambil baju dari sana secara random dan aku mendapatkan sebuah longdress. Setelah itu, kupakaikan baju itu ditubuhnya.

Sumpah! Aku benar-benar merasa takut dan sangat khawatir. Karenanya, kucium kening Tiara dengan cukup lama sebagai pertanda penyesalanku. Sungguh! Aku benar-benar menyesali perbuatanku tadi. "Maaf Tiara. Maafkan aku."

Bersambung...

Makasih ya udah membaca dan ngasih bintang di Sebuah Noda..

Muuaaacccchhhh....😘😘😘😘😘

avataravatar
Next chapter