webnovel

Rumah Sakit

Lihatlah, bahkan Vallerie menyeberang jalan tanpa memperhatikan kendaraan di sekitarnya. Alhasil, sebuah motor menabraknya cukup kencang. Tubuh Vallerie terpental beberapa meter, bau amis mulai menyeruak di indera penciuman orang-orang yang lalu lalang. Langit sendiri menyaksikan hal itu, tapi dia tidak berniat melihat bagaimana kondisi Vallerie. Masa bodo, harapannya semoga saja gadis menyebalkan itu tiada.

Seketika, banyak orang yang mengerumuni Vallerie. Bahkan ada yang sempat-sempatnya mengabadikan hal itu, seorang lelaki sudah menelepon ambulans. Dia adalah Angkasa, lelaki yang benar-benar melihat bagaimana bisa kejadian itu terjadi. Angkasa akan membuat perhitungan kepada Langit jika terjadi sesuatu kepada Vallerie.

"Lihat aja Lang, gue gak akan biarin lo hidup tenang kalo Vallerie kenapa-kenapa!" Kedua tangan Angkasa terkepal kuat.

***

Napas Langit terengah-engah kala dia bangun dari mimpi buruknya. Dia kira hari sudah malam ternyata masih sore, Langit takut jika hantu Vallerie gentayangan dan menghantui dirinya. Apa lagi Papanya sedang dinas di luar kota, sehingga Langit tinggal sendiri di rumah.

Tubuh Langit mulai bergetar, dalam mimpinya Vallerie mencekik lehernya karena ingin balas dendam. Langit jadi merasa bersalah, dia harus memastikan kondisi Vallerie ke rumah sakit. Jika seperti ini tidur malam Langit tidak akan nyenyak nantinya. Jangan sampai Langit mengantuk di sekolah, dia segera mengambil kunci mobilnya yang ada di atas nakas, lalu keluar dari kamar.

Mampus, Langit baru teringat kalau dirinya belum tahu di mana rumah sakit tempat Vallerie dirawat inap. Tapi untung saja GPS yang ada di ponsel Vallerie selalu menyala, sehingga Langit bisa melacak posisi Vallerie melalui GPS saja. Ternyata sekarang Vallerie sedang berada di rumah sakit Harapan Bunda, yang lokasinya tidak jauh dari kediaman Langit.

"Untung aja gue pinter, coba kalo enggak. Mati ketakutan gue di rumah," gumam Langit.

Mobil yang dikendarai Langit akhirnya tiba di tempat tujuan, mobil berwarna hitam milik Langit berbaris dengan rapi bersama mobil-mobil mewah lainnya. Langit keluar dari mobil dengan menggunakan jaket berwarna hitam, beserta topi hitam, tak lupa kaca mata hitam agar tidak ada orang yang mengenalinya.

Langit segera melangkahkan kedua kakinya menuju resepsionis, semoga saja dia tidak mendapatkan kabar menyeramkan. Entahlah bagaimana nantinya jika Vallerie dinyatakan meninggal, mungkin untuk sementara waktu Langit akan tinggal di rumah Raja, Resta atau Alga.

"Mba, permisi saya mau tanya. Apa di rumah sakit ini ada pasien namanya Vallerie Kalika Anastasia? Dia korban kecelakaan? Apa dia meninggal?" Langit memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaketnya, tubuhnya mulai terasa dingin.

Seorang suster perempuan yang dikenali bernama Raya itu segera mengecek buku daftar pasien yang masuk ke rumah sakit hari ini. Dari data yang tertulis, pasien bernama Vallerie Kalika Anastasia tidak dinyatakan meninggal, tapi dinyatakan buta dan kerusakan pada rahimnya. Langit tidak sabar menanti jawaban dari suster tersebut.

Raya menatap Langit disertai senyuman ramah di wajahnya. "Dari data yang tertulis, pasien tidak meninggal. Tapi mengalami kebutaan dan kerusakan pada rahim," jawabnya ramah.

Akhirnya, Langit bisa bernapas lega. Dia tersenyum bahagia, malam ini tidurnya bisa nyenyak. Setelah mendapat jawaban baik dari suster, Langit segera meninggalkan rumah sakit kembali dengan langkah santai. Dia berjalan seperti orang kegirangan sampai tidak melihat jalan di depannya. Alhasil Langit menabrak tubuh seorang lelaki yang usianya sama seperti dirinya, delapan belas tahun.

Angkasa adalah lelaki yang Langit tabrak, Langit menatap Angkasa malas. Penampilannya sok tampan, padahal menurut Langit, dia lebih tampan dibanding Angkasa. Tidak ingin terjadi keributan di rumah sakit, Angkasa hendak melengos begitu saja meninggalkan Langit. Tapi tangan jahil Langit bergerak untuk menahan lengan Angkasa.

"Tunggu dulu dong bray, ngemeng-ngemeng ngapain lo di sini?" tanya Langit dengan santainya.

Angkasa memutar kedua bola matanya malas, kemudian menjawab, "Jagain orang."

"Gak usah bohong, pasti lo modus jagain pacar orang 'kan?" tuduh Langit asal.

"Suka-suka gue!" ucap Angkasa tegas.

Angkasa melepas cekalan tangan Langit dari lengannya, lalu meninggalkan Langit di tengah keramaian pengunjung rumah sakit. Langit menatap kepergian Angkasa dengan tatapan meremehkan, sebaik apapun Angkasa pada Vallerie, tapi gadis itu pasti tetap akan cinta kepada dirinya, Vallerie sudah sangat mencintai Langit, jadi tidak ada satupun laki-laki yang bisa menggantikan posisi Langit di hati Vallerie.

"Duh, dasar tuh orang. Dia pikir Valle mau gitu jadi pacarnya? Gak akan kali, Valle udah masuk ke perangkap gue, dan gue gak akan biarin ada orang ambil mangsa gue gitu aja!" gumam Langit dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya.

***

Suster yang mengganti cairan infusan Vallerie baru saja keluar dari ruang rawat berbau obat-obatan itu. Angkasa yang melihat bahwa suster telah keluar dari ruangan Vallerie segera masuk ke dalam ruangan tersebut. Di sana tampak sosok Vallerie masih terbaring lemah di atas brankar, kedua matanya dipakaikan perban karena mengalami kebutaan.

Angkasa menatap Vallerie miris, di saat kondisinya seperti ini saja tidak ada keluarga, kerabat, teman atau kekasih yang mau menemaninya. Sepertinya mereka baru akan menyesal jika Vallerie sudah mati. Angkasa kesal bukan main, dia mengusap wajahnya secara kasar berulang kali. Tapi tiba-tiba saja kedengaran suara pintu kamar rawat Vallerie terbuka.

Kejora adalah orang yang datang, bersama Bagas. Mereka tidak dapat menahan tangisnya, karena kasihan melihat sosok gadis yang sedang terbaring lemah saat ini. Kejora benci sekali kepada orang yang sudah membuat Vallerie terbaring lemah seperti ini, bahkan jika boleh Kejora ingin menambah hukuman kepada orang itu.

"Siapa pelakunya sih? Gue pengen tonjok tuh orang, kasihan kan Valle!" tanya Kejora kesal.

Bagas memijat pelipisnya pelan. "Parah, gue pusing sendiri pikirin siapa pelakunya, gedeg banget serius. Kalo gue tahu siapa penyebab Vallerie kayak gini, mau gue pukulin tuh orang," paparnya dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya.

"Yakin? Gimana kalo penyebab Valle kayak gini pacarnya sendiri?" Angkasa menaikkan sebelah alisnya.

Seketika Kejora dan Bagas terdiam, mereka sama-sama berpikir apa maksud ucapan Angkasa barusan. Apa benar Langit pelaku penabrak Vallerie sampai seperti ini? Mereka berdua terlarut dalam pikiran masing-masing. Sehingga suasana di ruang rawat Vallerie mendadak hening. Tapi keheningan tersebut pecah saat Angkasa melihat jemari Vallerie mulai bergerak.

"Heh! Jari Vallerie gerak!" seru Angkasa.

Kejora menatap jemari Vallerie penasaran, lalu bertanya, "Mana? Mana? Valle sadar 'kan?"

"Eungh ..." Vallerie mulai tersadar, hal yang pertama kali dia lihat adalah kegelapan.

Mereka yang ada di ruangan itu bahagia ketika mendengarkan erangan Vallerie. Angkasa yang terlalu bahagia segera memanggil dokter untuk memeriksa kondisi Vallerie. Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya dokter Mayang tiba di kamar rawat Vallerie. Dokter tersebut memeriksa kondisi Vallerie dengan teliti, tidak terjadi hal yang sangat serius kepada Vallerie.

Next chapter