79 Part 35

Sementara itu dirumah sakit, mata Fatma bergerak-gerak. Perlahan tapi pasti, Fatma mencoba membuka kedua matanya. Samar-samar dia seperti melihat gorden di hadapannya. Dia memejamkan kembali matanya, karena merasa cahaya yang masuk ke dalam matanya terasa menyilaukan. Tiba-tiba dia mendengar suara pintu dibuka dan terdengar juga ada beberapa langkah kaki mendekat. Kembali Fatma menggerak-gerakkan kedua matanya agar terbuka.

" Ustadzah! Apa Ustadzah bisa mendengar saya?" tanya sebuah suara, sepertinya seorang pria.

Fatma kembali membuka kedua bola matanya perlahan, sebuah wajah terlihat samar dan semakin jelas saat Fatma membuka matanya dengan sempurna.

" Dimana...saya?" tanya Fatma pelan.

" Ustadzah ada di rumah sakit!" jawab pria itu.

" Rumah sakit? A...ba...dimana suami...saya?" tanya Fatma lagi yang langsung teringat dengan Harun.

" Ustadz Harun ada di ruang VVIP!" jawab pria itu lagi.

" Aakhh! Kenapa dada saya terasa...nyeri?" tanya Fatma.

" Itu karena Ustadzah baru saja mendapatkan operasi!" jawab pria itu lagi.

" Dok! Apa injectnya mau dimasukkan?" tanya seorang wanita.

" Nanti saja, Sus! Pasien belum membutuhkannya!" jawab dokter itu.

" Saya Dokter Frans, teman dari Dokter Regina!" ucap Frans memperkenalkan diri.

" Re....gina! Bisa saya bertemu suami saya? Dia pasti sangat khawatir!" ucap Fatma cemas.

" Ustadzah harus rileks! Jangan terlalu terbawa emosi. Kami akan segera memindahkan Ustadzah ke kamar inap jika sampai 2 jam ke depan Ustadzah tidak merasa kesakitan!" kata Frans lagi.

" Saya baik-baik saja, hanya terkadang ada sedikit nyeri!" jawab Fatma.

" Itu normal, Us! Nanti juga akan hilang!" jawab Frans.

" Terima kasih!" jawab Fatma.

Frans keluar dari ruang ICU bersama seorang perawat.

" Suruh keluarganya menemui saya dan segera pindahkan pasien ke kamarnya.

" Baik, Dokter!" jawab perawat itu.

Perawat itu berjalan ke ruang tunggu pasien ICU dan membuka pintu ruangan. Dia melihat ada beberapa orang di dalam ruangan, termasuk Zabran yang sepertinya sedang tertidur.

" Keluarga Ustadzah Zahirah!" panggil seorang perawat.

Zabran tidak mendengar panggilan perawat itu.

" Keluarga Ustadzah Zahirah!" sekali lagi perawat itu memanggil.

" Mas! Mas!" panggil seorang pria yang duduk di dekat Zabran.

Zabran terkejut dan membuka kedua matanya.

" Apa Masnya keluarga Ustadzah..."

" Iya! Saya putranya!" jawab Zabran cepat.

" Silahkan ikuti saya!" ucap perawat itu.

" Terima kasih!" ucap Zabran pada pria itu diikuti senyuman pria itu.

Zabran berjalan keluar ruangan mengikuti langkah perawat itu.

" Apa terjadi sesuatu pada Ummi saya?" tanya Zabran.

" Maaf! Biar Dokter Frans yang menjelaskan!" jawab perawat itu.

Tok! Tok! Tok! Suara pintu di ketuk dari luar.

" Assalamu'alaikum!" sapa seorang perawat.

" Wa'alaikumsalam Wr. Wb!" jawab Harun dan Fiza yang duduk di sofa saling berpelukan.

" Permisi, Ustadz, kami mau memindahkan Ustadzah Zahirah!" kata perawat itu sambil membuka pintu kecil yang terkunci sehingga brankar bisa masuk ke dalam kamar inap.

" Ummi?" ucap keduanya terkejut.

Saat brankar masuk dan terlihat Fatma yang sedang terbaring di atasnya, kedua orang beda usia tersebut melotot dan langsung berdiri untuk mendekati Fatma. Fatma tersenyum melihat suami dan putrinya yang saling berpelukan.

" Aba!" panggil Fatma lembut.

" Sabar, ya, Us! Kami akan memindahkan Ustadzah ke brankar dulu!" ucap salah satu perawat yang bertubuh besar.

" Apa Ustadzah bisa menggeser tubuh ke brankar sana?" tanya seorang perawat lainnya setelah kedua brankar di sejajarkan.

" Biar saya yang mengangkat istri saya! Tolong jauhkan lagi brankar itu!" ucap Harun yang kemudian mendekati Fatma.

" Baik! Tolong turunkan sedikit brankarnya!" ucap perawat itu pada rekannya sambil menunjuk brankar yang kosong.

Mereka mendorong brankar hingga terpisah, lalu dengan suka cita Harun mengecup kening istrinya dan mengangkatnya setelah brankar Fatma diturunkan agar Harun bisa dengan mudah meletakkan Fatma di brankar kamar.

" Terima kasih, Aba!" bisik Fatma sambil mengecup kening suaminya saat tubuh Fatma sudah terbaring dan wajah mereka berdekatan.

" Sama-sama!" jawab Harun tanpa berpaling sedikitpun dari wajah istrinya.

" Kami permisi kalo begitu!" kata salah satu perawat.

" Terima kasih, Suster!" sahut Fiza yang menyadari jika Abanya tidak akan mendengarkan siapapun jika sudah bersama Umminya.

" Sama-sama!" jawab perawat itu dan kemudian mendorong brankar keluar kamar.

Fiza menutup pintu setelah perawat itu menutup kembali pintu kecil yang tadi dibukanya. Gadis itu melihat Abanya yang masih ditempatnya, kemudian dia menghela nafasnya dan meninggalkan kamar itu karena tidak ingin mengganggu kedua orang tuanya.

" Apa ada yang sakit?" tanya Harun yang masih dengan posisi wajahnya berhadapan dengan sang istri.

" Tidak ada! Hanya sedikit nyeri, tapi kata Dokter Frans akan menghilang!" jawab Fatma menatap penuh cinta pada suaminya.

" Jangan lakukan ini lagi!" ucap Harun dengan mata berkaca-kaca.

Fatma tahu apa yang dimaksud dengan ucapan suaminya itu.

" Apa Ummi tahu, Aba seakan mati saat tahu Ummi koma! Aba bahkan sempat marah pada Allah karena membuat Ummi koma!" tutur Harun dengan penuh kelembutan.

" Astaughfirullah! Istighfar, Ba! Hidup kita adalah milik-Nya!" sahut Fatma menatap nanar wajah suaminya.

" Aba tahu, tapi rasanya Aba..."

" Ikhlas, Ba! Ikhlas!" ucap Fatma dengan airmata meleleh di sudut matanya.

Harun mengangguk-angguk, lalu memeluk istrinya dan mencium seluruh wajah Fatma dengan penuh kerinduan.

" Terima kasih, Ya Allah! Atas kesempatan yang Kau berikan padaku!" ucap Harun.

Semua berkumpul di kamar Fatma dengan wajah bahagia walaupun sesekali airmata menetes di kedua pipi mereka.

" Ummi harus kuat, Ins Yaa Allah kami nggak akan membuat Ummi kecewa!" ucap Zabran.

" Jangan berjanji! Itu berat jika kalian tidak bisa menepatinya! Ummi hanya berharap kalian hidup bahagia!" kata Fatma dengan bijaksana.

Kesehatan Fatma berangsur membaik selama seminggu ini, anak-anaknya bergantian menungguinya di rumah sakit, kecuali Zabran.

" Kak!" panggil Fatma yang sudah bisa duduk.

" Ya, Ummi!" jawab Zabran mendekati Umminya.

" Bagaimana kabar Yasmin?" tanya Fatma sambil memegang tangan putra sulungnya.

" Yasmin...Alhamdulillah baik, Ummi!" jawab Zabran gugup.

" Sejak Ummi disini, Ummi belum pernah melihatmu membawa dia kesini! Tapi kamu selalu ada jika Ummi membutuhkan sesuatu. Apa kamu tidak pulang?" tanya Fatma memicingkan matanya.

Zabran terdiam, sebenarnya dia paling takut jika harus berbohong pada Umminya, tetapi terkadang egonya mengalahkan semua itu.

" Kak!" panggil Fatma lagi.

" Iya, Ummi!" sahut Zabran.

" Pulanglah! Ummi juga besok sudah bisa pulang!" kata Fatma lagi.

" Tapi..."

" Kasihan istrimu! Ummi pengen sekali melihat Yasmin melahirkan dan bisa menggendong anak kalian!" potong Fatma.

Zabran menatap wajah Umminya yang terlihat sedikit menua karena sakit. Anak? batin Zabran.

" Apa kalian sedang ada masalah?" tanya Fatma yang bisa menebak apa yang terjadi antara anak dan menantunya.

Sedikit banyak dia merasa bersalah karena menyebabkan putranya meninggalkan istrinya karena dirinya. Fiza menceritakan semua kelakuan Zabran selama dirinya sakit.

" Ajak istrimu kesini!" kata Fatma lagi.

Zabran menganggukkan kepalanya, lalu menuju ke lemari pakaian untuk memasukkan pakaiannya ke dalam tas.

avataravatar
Next chapter