37 INI BELUM SELESAI

Harun membuka pintu kecil dengan kunci yang dipegangnya, lalu masuk.

" Silahkan!" ajak Harun pada Brian.

Dengan angkuh Brian berjalan mengikuti Harun berjalan masuk ke teras rumah Harun.

" Silahkan duduk disini dulu!" kata Harun.

Brian menatap tajam wajah Harun, tapi dia tidak mau jika Zahirah marah dan kecewa padanya. Brian duduk di kursi sambil mengeluarkan ponselnya. Sementara Harun masuk lewat pintu samping rumah yang dibuka menggunakan kode.

" Assalamu'alaikum!" sapa Harun saat sudah sampai di teras belakang rumah dan melihat Nisa sedang duduk santai.

" Wa'alaikumsalam!" sambut Nisa tersenyum.

Kemudian wanita itu berdiri dan menatap Harun dengan penuh cinta.

" Zahirah kemana?" tanya Harun yang seketika membuat hati Nisa sedih.

" Kakak sedang di kamar!" kata Nisa.

" Apa kalian sudah makan?" tanya Harun lagi.

" Belum! Sebentar lagi! Apa kakak mau makan?" tanya Nisa sumringah.

" Boleh! Biar saya panggil Umminya Anil dulu!" kata Harun.

" Kak! Biar Nisa yang panggil!" ucap Nisa memegang tangan Harun.

Ternyata Fatma melihat apa yang dilakukan Nisa pada Harun, karena dia yakin mendengar suara Harun.

" Astaughfirullah, Nisa! Lepaskan tanganmu!" ucap Harun.

" Maaf! Maaf, Kak! Nisa tidak bermaksud..."

" Sudahlah! Lain kali jangan diulangi, kita bukan Muhrim!" ucap Harun.

" Iya, Kak! Sekali lagi, maaf!" kata Nisa menundukkan kepalanya.

" Sudahlah! Jangan dimasukkan dalam hati!" kata Harun.

" Aba mau makan siang?" tanya Fatma tiba-tiba.

Harun terkejut mendengar suara Fatma yang tiba-tiba terdengar seperti amarah di telinganya. Nada suaranya yang terkesan dingin dan tanpa rasa.

" Assalamu'alaikum Umminya Anil!" sapa Harun yang mencoba mencairkan hati istrinya.

" Wa'alaikumsalam!" jawab Fatma pelan.

" Putra kita tidur?" tanya Harun yang sudah mendekati Fatma dan mengikuti kemana saja dia bergerak.

Sementara Nisa yang melihat sikap Harun yang begitu mencintai Fatma merasakan hatinya sakit bagai tertusuk sembilu. Dia hanya terdiam melihat adegan itu ditempatnya tanpa ada niatan untuk bergerak.

" Apa dia sudah makan?"

" Apa dia mencariku?"

" Apa dia..."

" Stop, Ba!" potong Fatma yang merasa pusing melihat suaminya mengikutinya kesana kemari dan bertanya-tanya tentang putra mereka.

Harun menghentikan langkahnya saat Fatma memutar tubuhnya dan menyentuh dadanya dengan kedua tangannya. Deg! Deg! Deg! Deg! Jantung Harun rasanya ingin mencelat saat merasakan sentuhan tangan Fatma di dadanya. Adegan semalam berputar bagai film di bioskop. Matanya menatap penuh damba pada Fatma. Fatma yang semula memejamkan kedua matanya lalu membuka dan menatap suaminya merasa gugup melihat wajah berkabut suaminya. Dilihatnya kedua tangannya yang telah menyentuh dada sang suami tanpa sadar. Dengan cepat Fatma menarik kedua tangannya dan dengan cepat pula Harun memegang kedua tangan istrinya. Harun menarik kedua tangan itu hingga tubuh Fatma masuk ke dalam dekapan tangan Harun yang memeluk pinggang Fatma.

" Ab...Aba! Ap...apa yang Aba..."

" Aku merindukanmu! Kenapa kamu begitu cantik dan menggemaskan? Kamu tau? Di kantor aku tidak bisa konsentrasi karena memikirkan kalian berdua? Rasanya aku tidak ingin kemana-mana selain bersama kalian berdua, terutama Umminya Anil!" bisik Harun di telinga Fatma.

Tubuh Fatma bergidik mendengar rayuan Harun yang begitu terdengar gombal tapi merdu di telinga Fatma. Harun mengecup lembut leher Fatma dari luar khimar wanita itu. Walau tidak menyentuh kulitnya, tapi Fatma merasa tubuhnya kembali meremang mendapatkan sentuhan lembut suaminya.

" Aba! Ini...di dapur!" ucap Fatma tercekat.

" Apa Ummi mau kita ke kamar?" tanya Harun tanpa melepaskan pelukannya.

" Tidak!"

" Ummi menolak suami?"

" Tidak! Bukan begitu!"

" Lalu kenapa bilang tidak?"

" Maksud Ummi, Ummi..."

" Ummi tidak takut dosa?"

" Takut!"

" Lalu kenapa Ummi menolak?"

" Astaughfirullah! Bukan begitu Aba! Ummi..."

" Hahaha!" tawa Harun mengurai pelukannya pada istrinya dan menatap wajah ketakutan istrinya.

" Umminya Anil serius amat!" goda Harun masih dengan sisa senyum di wajahnya.

" Aba? Aba ngerjain Ummi?" tanya Fatma kesal.

" Abis Ummi datang-datang sewot amat!" kata Harun lembut lalu menangkup wajah istrinya.

Fatma yang mulanya akan marah dan membalas suaminya, jadi meleleh mendengar suara lembut suaminya.

" Sambut suami dengan penuh cinta dan kasih! Itu pahala! Apapun masalah Ummi, kita memang harus bicara, tapi bukan disini! Di kamar atau pada saat hanya berdua saja!" kata Harun bijaksana.

" Maafkan Ummi, Ba!" ucap Fatma dengan mata berkaca-kaca dan menempelkan dahinya ke dada suaminya.

" Sudah! Ayo, kita makan! Aba sudah lapar!" kata Harun mengecup kepala Fatma dengan penuh kelembutan.

" Iya, Ba!" sahut Fatma mengusap kedua matanya dengan punggung tangannya.

" Tapi ada yang akan ikut makan bersama kita!" kata Harun.

" Siapa? Nisa?" tanya Fatma mengerutkan dahinya.

" Bukan! Kita temui dia!" ajak Harun.

Harun memegang tangan Fatma dan berjalan ke arah ruang tamu. Fatma tersenyum saat melihat tingkah suaminya yang seperti ABG itu. Harun membuka pintu rumahnya dan melepaskan genggaman tangannya saat Brian berdiri menghadapnya. Fatma terkejut melihat Brian yang sudah berada di rumahnya. Dengan cepat dia menggenggam tangan Harun saat menyadari kenapa suaminya itu melepaskan genggamannya. Harun terkejut melihat sikap Fatma yang menurutnya menunjukkan pada Brian jika dia telah menerima Harun.

" Ummi!" sapa Brian yang terlihat kecewa ketika melihat Fatma menggenggam tangan Harun.

" Ab...Kak Brian!" balas Fatma.

" Kak...Brian?" ucap Brian membeo.

" Bagaimana jika kita makan siang dulu!" sela Harun saat melihat keadaan menjadi tegang.

" Saya ingin bicara dengan calon istri saya!" kata Brian penuh penekanan tanpa memalingkan wajahnya dari Fatma.

Harun menghela nafas panjang lalu menghembuskannya, hatinya terasa sakit saat Brian menyebut Fatma sebagai calon istrinya. Kemudian dia memutar tubuhnya untuk masuk ke dalam rumah dan mencoba melepaskan genggaman tangan Fatma. Tapi Fatma ikut memutar tubuhnya dan menolak melepaskan genggaman tangan Harun.

" Zair!" panggil Brian.

" Bicaralah!" kata Harun pelan.

" Untuk apa? Ummi bukan calon istrinya!" balas Fatma yang masih terdengar oleh Brian.

" Fatimah Zahirah Fayyad Manaf!" panggil Brian keras.

" Kamu sudah berjanji padaku dan putri kita!" kata Brian mengingatkan.

" Maaf! Nama saya Fatimah Zahirah Fayyad Basyar! Saya istri dari Ahmad Harun Basyar!" kata Fatma tegas.

" Kamu! Kamu tau aku bisa melakukan apa saja pada dia!" ancam Brian.

" Cukup!" teriak Harun yang dari tadi hanya mendengarkan saja.

Harun memutar tubuhnya dan mendekati Brian.

" Istri saya sudah memberikan anda waktu untuk bicara! Silahkan pergi dan datanglah jika itu untuk kepentingan anak-anak kalian!" kata Harun tegas.

Brian mengepalkan kedua tangannya, rahangnya mengeras dan ingin rasanya dia menghajar Harun, tapi dia tidak mau Fatma membencinya.

" Ini belum berakhir!" kata Brian kemudian dia pergi tanpa mengucapkan satu patah katapun.

Suasana makan siang hari itu sangat sepi, hanya terdengar sesekali dentingan sendok dan piring. Fatma menatap suaminya dengan hati sedih, sementara Harun hanya menunduk menikmati makan siangnya. Nisa hanya ikut diam tapi sedikit merasa senang melihat Fatma dan Harun yang seperti itu.

" Aku akan kembali ke kantor!" ucap Harun setelah selesai menghabiskan makanan dan minumannya.

" Nisa akan mengantar Kak Harun!" sahut Nisa tiba-tiba sebelum Fatma berbicara.

" Ummi yang akan mengantar Aba!" ucap Fatma tegas, dia tidak mau Nisa memanfaatkan keadaan ini untuk mengambil hati Harun.

Nisa tertegun mendengar perkataan Fatma, dia tidak menyangka jika Fatma akan memberikan perlawanan padanya. Harun berdiri lalu berjalan ke arah kamar Anil dengan Fatma mengikuti di belakangnya. Harun mendekati box tidur putranya lalu mengecup kening bocah gemuk itu.

avataravatar
Next chapter