38 ANA UHIBBUKI

" Aba marah sama Ummi?" tanya Fatma.

" Untuk apa?" tanya Harun.

" Karena dia datang mencari Ummi?" tanya Fatma lagi.

" Itu karena Ummi sudah janji pada dia!" kata Harun pelan.

" Ummi tau Ummi salah dan terlalu gegabah! Ummi gelap mata dan hati...Ummi menyesali semuanya, Ba! Ummi sangat berharap ampunan dari Aba untuk Ummi!" tutur Fatma dengan mata berkaca-kaca dan berlutut di kaki suaminya.

" Hanya Allah yang wajib kita pinta ampunan, Aba hanya manusia biasa yang juga penuh salah dan dosa!" ucap Harun lemah.

Meski hatinya terasa sakit dan kecewa, tapi cintanya pada Fatma begitu besar. Wanita yang telah dicintainya sejak pertama mereka bertemu, ibu dari putranya. Harun mengangkat tubuh mungil itu yang terlihat bergetar akibat tangisan pelannya. Dipeluknya tubuh istrinya dan Fatma langsung saja mendekap erat suaminya lalu menangis di dada Harun.

" Sudah! Nanti putra kita terbangun!" kata Harun mengusap lembut khimar Fatma.

" Ab...Aba...tidak marah lagi?" tanya Fatma terbata.

" Mana bisa Aba marah sama Ummi! Ummi adalah segalanya bagi Aba selain keluarga Aba. Aba mau kita mulai semua dari awal lagi!" kata Harun lembut.

" Hanya kita bertiga?" tanya Fatma mendongakkan kepalanya menatap suaminya.

" Berenam!" balas Harun.

" Ber...e...nam?" ucap Fatma membeo.

" Iya! Kita, Zab, Iza, Zib dan Anil!" jelas Harun diiringi senyum haru Fatma.

" Trima kasih, Aba!" ucap Fatma memeluk kembali suaminya.

" Ana Uhibbuki!" ucap Fatma lirih.

" Apa?" tanya Harun tersentak.

" Ana Uhibbuki dan Anil...adalah putra kandung kita!" kata Fatma dengan airmata yang telah mengalir di pipinya.

" Ummi?"

" Apa...Ummi serius?"

" Iya, Aba! Maafkan Ummi yang telah berbohong!" kata Fatma dengan tubuh yang kembali luruh ke lantai.

Rasanya beban hidup Harun yang selama ini menimpa terlepas begitu saja hanya karena perkataan pendek Fatma.

" Anakku! Anil benar-benar putraku!" ucap Harun ambigu.

Ditatapnya lekat wajah mungil di dalam box itu dengan dalam. Harun baru menyadari jika wajah itu mengingatkannya pada sebuah foto di dalam kamar aba dan umminya. Bagai pinang di belah dua jika Anil dan foto bayi Harun di sejajarkan. Harun tidak bisa lagi berkata-kata, dia sangat kecewa pada Fatma. Bahkan hal sebesar ini disembunyikan dari dirinya dan tega membuat Harun berpikir salah tentang putranya sendiri.

Harun terduduk di sofa yang ada di kamar putranya dengan wajah tengadah dan tangan menutup wajahnya. Sedangkan Fatma masih setia dengan isak tangisnya dan masih dalam posisi bersimpuh ditempatnya. Harun sampai tidak mampu untuk berkata-kata lagi mengetahui kebenaran yang disampaikan Fatma.

" Apa seburuk dan sebenci itu kamu pada saya? Hingga hal penting seperti ini kamu sembunyikan pada saya?" tanya Harun tanpa melihat istrinya.

Deg! Jantung Fatma mencelos mendengar panggilan Harun pada dirinya. Astaughfirullah! Hamba tau hamba salah, Ya Allah, tapi beri hamba kesempatan untuk memperbaiki semuanya! batin hati Fatma.

" Tidak, Ba! Aba tau sendiri keadaan Ummi saat itu, Ummi..."

" Tolong tinggalkan saya sendiri!" potong Harun lirih.

" Aba..."

" Tolong!" ucap Harun lagi.

Dengan perasaan kecewa dan sedih Fatma berdiri dan berjalan menuju pintu kamar Anil.

" Aba harus percaya kalo ucapan Ummi tadi bukan suatu kebohongan!" ucap Fatma sambil menatap suaminya yang masih dalam posisi awal.

Sudah beberapa hari sikap Harun ke Fatma masih saja diam. Walaupun Harun menepati janjinya untuk memulangkan Nisa, tapi dia masih tidak banyak berbicara pada Fatma. Berbeda jika dengan Anil, dia begitu memanjakan bayi gembul itu. Harun tahu jika sikapnya salah, tapi entah mengapa kali ini dia ingin sedikit egois dan menjadi pria pada umumnya yang tidak perduli akan dosa seorang suami yang mendiamkan istrinya padahal istrinya sudah meminta maaf dan menyesali perbuatannya.

Sementara Brian menjadi pribadi yang mudah marah dan ringan tangan terhadap Vero. Beberapa kali dia ingin menghancurkan Harun, tapi ternyata Harun sekarang bukanlah Harun yang dulu. Harun sekarang adalah seorang pengusaha dan pengacara yang sangat sukses dan memiliki banyak kenalan. Brian tidak bisa berkutik karena segala kegiatannya ternyata sudah diketahui oleh Harun dan bisa membuat dirinya hancur

Plakkk!

" Kamu memang wanita sialan! Jika kamu tidak bersikap seperti jalang, maka Zair masih bersamaku saat ini!" teriak Brian setelah menampar keras pipi Vero hingga bibir wanita malang itu kembali berdarah.

Hampir tiap hari Brian menyakiti perasaan dan juga fisik Vero jika ada sikap wanita itu yang tidak sesuai di hatinya. Seakan semua kemarahan Brian pada Fatma dilampiaskan pada wanita malang itu.

" Maaf!" ucap Vero lirih sambil mengusap darah di sudut bibirnya.

Tubuhnya terjatuh di lantai setelah tamparan tangan Brian mendarat bebas di pipinya.

" Hanya itu saja yang bisa kamu katakan setiap saat!" ucap Brian benci.

" Maaf!" ulang Vero sambil merayap dan meraih kaki Brian.

" Lepaskan tangan busukmu itu dari kakiku!" ucap Brian sambil menghempaskan kembali tubuh Vero yang kesakitan.

" Aku akan menceraikanmu dan aku harap kamu kembali ke asalmu!"

" Jangan membantah atau aku akan menghancurkan seluruh keluargamu!" kata Brian penuh tekanan dan mata yang memerah menatap tajam pada Vero yang tadinya ingin bicara.

Mulut Vero seketika terhenti mendengar ancaman Brian dan tatapan mata pria yang sangat dicintainya itu.

" Bawa putrimu dan besarkan dengan baik! Jika aku mendengar kamu menyakiti atau menelantarkan dia, aku tidak akan membiarkanmu hidup!" kata Brian kembali.

Vero hanya bisa menangis dalam diam, dia sangat takut melihat wajah Brian yang tidak pernah dilihatnya selama ini. Apakah dia telah memunculkan iblis yang selama ini bersemayam di dalam diri Brian? Vero menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tidak mau mati sia-sia hanya karena cintanya pada Brian. Dengan cepat Vero berdiri setelah Brian pergi meninggalkannya sendiri. Dia berjalan terseok ke kamarnya untuk mengepak barang-baHampir tiap hari Brian selalu berhenti di depan perumahan Fatma, walau yang ingin dilihatnya tidak pernah terlihat, tapi dia merasa hatinya sedikit terhibur dengan datang kesana.

" Ba! Ini sudah sebulan! Apa Aba akan terus mendiamkan Ummi?" tegur Fatma saat melihat suaminya pulang dari kantornya.

Harun hanya diam seperti kemarin-kemarin, hatinya begitu sulit melupakan kesalahan istrinya yang menurutnya sangat fatal. Entah kapan hatinya akan mencair dan kembali bersikap seperti Harun yang sangat mencintai dan menyayangi Fatma dengan sepenuh jiwa dan raganya.

" Mau dibawa kemana pernikahan kita ini, Ba? Ini sudah tidak sehat, ini..."

" Lalu apa maumu? Apa kamu mau menemui dia dan kembali padanya?" potong Harun kesal.

" Astaughfirullah! Aba! Apakah Ummi serendah itu di mata Aba? Sampai hati Aba mengucapkan hal itu pada Ummi!" airmata Fatma langsung menetes mendengar pertanyaan suaminya yang menurutnya begitu menghina harga dirinya.

Astaughfirullah! Maafkan hamba Ya Allah! Ada apa dengan hambaMu ini? Kenapa hamba bisa mengeluarkan kata-kata buruk itu? batin Harun menyesal.

" Ummi akui dulu Ummi memang salah dan berdosa! Tapi Ummi sudah bertobat dan meminta ampunan pada Allah juga Aba. Apa Ummi tidak pantas mendapatkan ampunan dan kesempatan kedua?" tanya Fatma dengan airmata bercucuran.

avataravatar
Next chapter