53 010 TDG

Zab masuk ke dalam kamar mandi, sementara Yasmin sudah menata pakaian mereka ke dalam lemari. Dibukanya lemari itu dan mengambilkan sebuah kaos dan celana kain untuk tidur. Sedangkan Yasmin masih memakai khimarnya dengan sebuah outer diluar pakaian tidurnya. Yasmin duduk di sofa yang ada di kamar tidur tersebut dengan IPad di tangan. Zab keluar dengan memakai bathrobe yang panjangnya hanya 3/4 tubuhnya. Yasmin memalingkan wajahnya saat melihat suaminya itu.

" Aku tidak tahu apa yang kamu pakai jika tidur, aku hanya menyiapkan kaos dan celana kain itu!" ucap Yasmin.

Tidak ada tanggapan dari suaminya, hanya suara pintu yang terdengar beberapa saat kemudian. Yasmin melihat pakaian di atas ranjang sudah tidak ada di sana, dia tersenyum senang karena Zab mau memakai pilihannya. Zab keluar dari kamar mandi dan berjalan ke arah pintu balkon.

" Apa kita akan shalat dulu?" tanya Yasmin yang merasa jika sepertinya dia yang harus membuka percakapan terlebih dulu. Zab menatap istrinya dengan tajam, lalu pergi ke meja rias Yasmin dan menyisir rambutnya.

" Apa kamu berharap aku akan menyentuhmu?" tanya Zab datar.

" Ti...tidak! Aku hanya..." Yasmin malu mendengar pertanyaan Zab, dia hanya berpikir jika sepasang suami istri selalu melakukan shalat sunnah 2 rakaat setelah mereka sah menjadi suami istri.

Zab berjalan mendekati Yasmin dan berdiri di depannya.

" Jangan pernah bermimpi untuk itu! Kamu sangat menginginkan pernikahan ini, bukan? Aku sudah memberikannya padamu dan aku akan membuatmu untuk melepaskanmu dariku!" ucap Zab dengan penuh kebencian.

Yasmin menatap suaminya dengan berbagai macam perasaan. Cinta, sayang, sedih, benci, sakit, semua menjadi satu dalam hatinya. Ditahannya airmata yang berusaha untuk keluar dari kedua matanya.

" Lalu kenapa kakak menikahiku?" tanya Yasmin.

" Karna aku terpaksa! Kamu yang membuat mereka menikahkan kita, sehingga aku tidak memiliki muka lagi untuk bertemu dengan adikku!" kata Zab marah.

" Tentu saja! Semua ini pasti tentang Zib! Bagaimana aku bisa lupa jika kakak sangat menyayangi adik kakak itu!" kata Yasmin tertawa pendek.

" Karena kamu adalah miliknya! Kamu seharusnya berada bersamanya dan aku akan membuat semua itu terjadi!" kata Zab lagi.

" Astaughfirullah! Semua aku yang salah, kakak selalu menyalahkan aku jika tentang Zib! Apa aku serendah itu dimata kakak? Apa sedikitpun kedekatan kita tidak menumbuhkan sesuatu di hati kakak?" tanya Yasmin dengan airmata yang sudah jatuh membasahi pipinya.

" Hapus airmata palsumu itu! Aku bukan adikku yang lemah jika bersamamu!" kata Zab yang sangat menusuk dihati Yasmin.

" Tapi aku adalah istri sahmu, Kak! Dan aku akan mempertahankan rumah tangga kita!" kata Yasmin mengusap airmatanya.

" Dan aku yang akan membuatmu melepaskanku!" sahut Zab dengan penuh tekanan dan berlalu meninggalkan Yasmin sendiri di kamarnya.

Zab membuka pintu dan menutupnya lalu berdiri di depannya, dia memejamkan kedua matanya. Hatinya menolak semua perkataan yang keluar dari bibirnya, tapi dia sangat menyayangi adiknya, dia harus menemukan cara agar dia berpisah dengan istrinya.

Ponselnya bergetar, Zab meraih ponsel yang berada di tangannya. Ummi! batin Zab. Hatinya melunak, rasa hangat menyelimuti dadanya.

" Assalamu'alaikum, Ummi!"

" Wa'alaikumsalam! Sudah sampai?"

" Alhamdulillah sudah, Ummi! Maaf, Zab belum mengabari Ummi!"

" Tidak apa-apa! Ummi senang kakak sampai dengan selamat!"

" Iya, Ummi!"

" Jangan lupa shalat 2 rakaat!"

" Ins Yaa Allah, Ummi!"

" Apa istrimu sudah tidur?"

" I...iya, Ummi! Sepertinya dia kelelahan!"

" Kalo begitu salam saya buat dia!"

" Wa'alaikumsalam!"

" Zab! Ingat pesan Ummi, kamu sudah menjadi seorang suami, seorang imam dalam rumah tangga. Ibarat kapal, baik atau buruk tujuannya, itu hanya kamu yang bisa mengarahkannya, karna kamu nahkodanya!"

" Iya, Ummi! Ins Yaa Allah!"

" Ummi hanya berdo'a semoga kalian dipenuhi dengan kebahagiaan, jangan pernah menyakiti hati istrimu!"

" Ins Yaa Allah, Ummi!"

" Baiklah, kita sambung lagi lain waktu. Assalamu'alaikum!"

" Salam buat Aba dan adik-adik! Wa'alaikumsalam!"

Jantung Zab rasanya ingin mencelos keluar mendengarkan nasehat dari Fatma. Maafkan Zab, Ummi! Zab pasti akan membuat Ummi kecewa dan sedih! Tapi Zab tidak bisa menyakiti hati Zib! batin Zab. Malam itu mereka berdua tidur di tempat yang berbeda. Yasmin tertidur di sofa dengan tubuh meringkuk memeluk lututnya, airmata berderai membasahi pipi mulusnya. Semalaman gadis itu menangisi nasibnya yang malang. Sedangkan Zab menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan. Selama 3 hari itu, mereka hanya saling diam jika tidak ada orang lain. Tapi Yasmin selalu menyiapkan keperluan Zab, walau pria itu tidak pernah memperdulikannya.

Ponsel Yasmin bergetar, nama Ben tertera di layar ponselnya. Yasmin sengaja menekan gambar speaker, agar di dengar oleh siapa saja yang berada di sekitarnya. Karena saat ini Yasmin sedang duduk di teras belakang sambil menyibukkan diri untuk bekerja.

" Halo, Assalamu'alaikum! Ben?"

" Wa'alaikumsalam! Kok, lemes?"

" Iya, capek aja!"

" Masya Allah! Apa suamimu tidak pernah melepaskanmu?"

" Ckkk!"

" Maaf! Aku hanya bercanda! Aku ikut senang jika kamu bahagia!"

" Ya! Aku bahagia! Tidak ada yang bisa membuatku bahagia selain suamiku!:

" Ckkk! Jangan memujinya di depanku! Aku bisa cemburu!"

" Hahaha! Untuk apa kamu cemburu pada milik orang lain? Masih banyak gadis yang lebih segalanya dariku diluar sana!"

" Do'akan saja aku akan mendapatkan seseorang yang mirip denganmu!"

" Aamiin!"

" Baiklah, aku tidak mau lama-lama, nanti suamimu cemburu dan menganggap kita ada sesuatu!"

" Nggak akan! Dia suami yang baik dan pengertian!"

" Ckkk! Sempurna sekali!"

" Hahaha! Tentu saja! Karena Allah telah mempertemukan kami dan menjodohkan kami sejak kecil!"

" Sudah-sudah! Jaga baik-baik suamimu itu! Jangan sampai ada pelakor!"

" Iya!"

" Kalo begitu sampai jumpa lagi!"

" Iya! Ben..."

" Ya?"

" Trima kasih sudah menelpon!"

" Sama-sama! Apa kamu akan menangis?"

" Ckkk! Sudah pergi!"

" Hahaha! Salam untuk suamimu! Suruh jaga istrinya baik-baik, banyak yang menunggu jandanya di luar sana!"

" Ckkk! Masih banyak perawan kenapa milih janda!"

" Karena janda semakin terdepan! Hahaha! Assalamu'alaikum!"

" Wa'alaikumsalam!"

Yasmin terpaku menatap ke depan, hatinya sedikit terobati dengan telpon dari Ben.

" Jangan pernah terima telpon dari dia lagi! Kamu sudah memiliki suami, jaga kehormatan suamimu!" kata Zab yang kebetulan tadi mendengar percakapan istrinya di telpon.

" Iya! Maaf!" jawab Yasmin, walau rasanya dia ingin tertawa mendengar larangan suaminya.

Memiliki suami? Apa benar aku memiliki suami? Hah! Suami diatas kertas! Yasmin kembali mengerjakan pekerjaannya. Malam harinya mereka sudah di dalam pesawat menuju kembali ke rumah. Dan seperti kemarin-kemarin, mereka berada di tempat yang berbeda. Ian hanya menatap sendu ke arah istri Bossnya. Ingin rasanya dia menegur temannya itu agar jangan mengabaikan istrinya, tapi dia tidak berani.

" Jaga sikapmu di depan keluargaku! Jangan membuat malu apalagi memperlihatkan keadaan rumah tangga kita!" kata Zab saat dalam perjalanan menuju ke rumah Fatma.

Yasmin hanya mengangguk pasrah. Dia melakukan apa saja yang Zab katakan dan tidak memiliki daya untuk melawan, karena dia adalah seorang muslim yang taat pada agamanya.

" Assalamu'alaikum!" salam Zab.

" Wa'alaikumsalam!" jawab semua orang.

" Kakakkkkkk!" teriak Fiza lalu berlari memeluk Zab.

" Fizaaaa! Kan kakak baru datang! Ada Kak Yasmin juga!" tegur Fatma.

" Ummi, ih, nggak asyik! Kak Yas juga pasti nggak keberatan!"

kata Fiza.

" Nggak apa-apa, Tante!" kata Yasmin tersenyum.

" Kok, Tante? Ummi!" kata Fatma.

Zab berjalan ke arah Fatma setelah pelukan Fiza menghilang.

" Ummi! Apa kabar?" tanya Zab mencium tangan dan kening Fatma kemudian memeluknya dengan penuh kerinduan.

" Alhamdulillah, baik!" jawab Fatma mengusap punggung anaknya.

" Udah, ah! Malu sama istri! Udah nikah masih kolokan!" kata Fatma lembut.

" Biar saja, Ummi! Zharah sudah tahu!" jawab Zab.

" Menantu Ummi, kok, cuma diam saja?" tanya Fatma.

avataravatar
Next chapter